Sekitar pukul enam pagi Heejin membuka matanya. Entah mengapa hatinya menghangat menatap Hyunjin yang sedang tertidur disebelahnya. Kemudian Heejin bangkit dari posisi tidurnya menjadi duduk. Ia meraih ponselnya yang tergeletak di sebelah tempat tidurnya. Kemudian jemari Heejin mencari nama seseorang yang akan ia telepon yang tak lain ibunya. Cukup lama menunggu, tak lama kemudian suara ibu Na terdengar.
"Heejin? Astaga kenapa baru bisa menghubungi ibu nak?" Heejin mengulum bibirnya, ia sangat kasian kepada ibunya sejak lama menanti kabar darinya.
"Maaf bu aku baru ada waktu karena sibuk"
"Oh begitu, bagaimana kamu akan datang kesini kan?" Heejin tersenyum
"Iya bu mungkin setelah ini"
"Ajak Hyunjin juga ya" Pinta Ibu Na lalu Heejin pun menatap Hyunjin.
"Iya" Kemudian sambungan terputus.
Heejin menatap Hyunjin yang masih tertidur nyenyak disamping. Mungkin pria itu sedang mengantuk, namun dalam benaknya ia harus membangunkannya.
"Hyunjin ayo bangun antar aku ke rumah" Kata Heejin seraya menggoyahkan tubuh Hyunjin tapi tidak ada balasan.
"Hyunjin? Hey!" Bentak Heejin, astaga ada apa dengan suaminya itu apakah mati?
Heejin beralih mengambil sebuah air dalam gayung lalu ia menyiramkannya ke arah Hyunjin hingga membuat pria itu terbangun.
"Heejin apa yang kau lakukan!" Ucap Hyunjin yang kaget tersiram air dingin.
"Makanya bangun! Mau aku bekap dengan bantal biar mati saja huh?" Hyunjin mendengus pelan. Bukannya bangkit pria itu tidur mengubah posisinya memunggungi Heejin.
"Kau ini dengar aku tidak!" Teriak Heejin lalu ia menyeret tangan Hyunjin namun badannya terasa hangat tidak seperti biasanya.
"Apakah kau sakit huh? Hyunjin jawab aku!" Bentak Heejin dengan nada khwatirnya, namun Hyunjin hanya diam menutup matanya.
Heejin menggerutu kesal ucapannya diabaikan oleh Hyunjin. Kemudian dengan kasar ia menarik bahu pria itu agar dapat Heejin tatap. Manik-manik mereka bertemu membuat Hyunjin yang menatap Heejin penuh amarah itu merasa jantungnya tidak berdetak seperti biasanya. Jujur Hyunjin merasa tidak pernah merasa seperti ini bahkan ketika mereka melakukan hubungan. Kemudian tangan Heejin pun beralih memegang dahi Hyunjin yang menurutnya memang terasa panas.
"Aku akan menyiapkan air hangat" Ujar Heejin lalu ia pergi.
Hyunjin mendengus pelan seraya mengibaskan rambutnya, "Astaga apa itu tadi?"
_____________________
Heejin membuka pintu seraya membawa air hangat dalam baskom dan sebuah sandwich. Namun di kamar ia tidak menemukan Hyunjin disana dan terdengar suara gemericik air. Heejin menunggu pria itu keluar, hingga tak lama kemudian pria itu membuka pintu dengan handuk yang Hyunjin lilitkan di pinggangnya.
"Kenapa tatapmu seperti itu terhadapku" Heejin hanya diam ia tidak mengatakan apapun.
"Lebih baik kau pergi saja, aku mau memakai baju" Pinta Hyunjin namun perempuan itu masih tetap diam.
"Kamu mengusirku? Kau tidak kasian denganku yang telah menyiapkan ini semua huh?" Heejin menangis, sedangkan Hyunjin menatap yang istrinya siapkan.
"Maaf tapi aku tidak suka diperlakukan seperti anak kecil. Lebih baik kau pergi dulu sekarang" Heejin pun kemudian pergi seraya mengusap air matanya.
Hyunjin mengacak-acak rambutnya, "Sialan" Hyunjin melirik sandwich yang ada dimeja lalu ia memakannya.
Jeno yang sedang berjalan tidak sengaja bertemu dengan Heejin, lelaki itu menatap kakak iparnya, "Kak tunggu kamu nangis?" Jeno memegang kedua bahu Heejin.
Heejin menggeleng, "Aku gak papa, tolong anterin kakak ke rumah yah?"
"O-oh oke" Kemudian Heejin pergi dari hadapannya.
Kini Heejin telah bersiap-siap untuk pergi kemudian ia turun dari kamarnya mengenakan baju yang pas untuknya yang akan berkunjung ke kediaman rumahnya. Disisi lain Jeno juga sudah siap mengantarkan kakak iparnya itu pulang ke rumahnya karena Hyunjin yang memerintahkan. Kemudian setelahnya mereka berangkat menuju kota Daegu tempat tinggal Heejin.
Tak lama kemudian mereka sampai, Heejin dan Jeno pun turun dari mobil tersebut. Heejin mengetuk pintu lalu tak lama Ibu Na yang membukanya kemudian mereka masuk. Jeno menatap langit-langit rumah kakak iparnya itu, sedikit kumuh ya seperti itu dan lantainya beralaskan tanah. Jeno berpikir juga ternyata ada orang yang mau peduli hingga menikahkan seseorang dari keluarga miskin seperti ayahnya itu.
"Ini tehnya di minum nak" Sahut Ibu Na yang membawakan teh hangat dari arah dapur.
"Iya terimakasih bi" Ucap Jeno ramah lalu ia menyeruput seduhan teh tersebut.
"Loh Heejin kamu tidak sama Hyunjin kesini? Lalu ini siapa" Ujar Ibu Na kepada Jeno
"Dia Jeno bu adik dari Hyunjin" Kata Heejin.
"Oh begitu, ngomong-ngomong Hyunjin tidak datang kesini nak"
"Hyunjin sedang sakit bu aku tidak berani mengajaknya kesini" Kata Heejin yang sebenarnya ia memang tidak ingin bersama suaminya itu karena hal tadi.
"Apa? Kenapa bisa, kamu tidak menjaganya dengan baik?" Ibu Na mulai khwatir dengan menantunya itu, ia ingin bertemu dengan Hyunjin saja saat mendengar dari ucapan anak perempuannya itu.
"Ah, maaf bu aku belum bisa menjadi istri yang baik untuknya" Sesal Heejin, Jeno yang mengamati percakapan ibu dan anak itu perhatian dengan yang dikatakan Heejin yang sebenarnya bohong kepada ibunya. Padahal Heejin telah mengurus kakanya dengan baik namun berbeda dengan yang dilakukan Hyunjin.
"Kak Heejin dengan bibi tidak usah terlalu khwatir dengan kakak saya, esoknya juga sembuh" Jelas Jeno yang terdengar tidak menginginkan anak dan ibu itu terlalu menghawatirkan kakaknya itu.
"Kau jangan bicara seperti itu Jeno, aku takut dia kenapa-kenapa"
"Aku berkata benar kak sudah jangan berpikiran lebih denganya" Heejin mengangguk dengan ucapan pria itu.
Setelah cukup lama berbincang, akhirnya Heejin berpamitan dengan Ibunya yang ingin segera pulang. Sebelum pulang Heejin mengambil beberapa bajunya yang ada di rumah. Kemudian mereka keluar dari dalam rumah.
"Ibu aku pulang nanti kalau sudah sampai rumah aku akan menelepon ibu" Ujar Heejin yang ingin memasuki mobil kemudian sebelum pergi ia memeluk ibu Na.
Kemudian Heejin pun masuk kedalam mobil lalu mereka pergi dari sana, sejujurnya Heejin masih merindukan keluarganya bahkan ia juga belum sempat bertemu dengan ayahnya.
Didalam mobil Heejin hanya terdiam bahkan ia tidak menyentuh ponselnya yang ia letakan di sakunya, Heejin memilih menatap suasana diluar jendela. Jeno yang sekilas melihat Heejin merasa kasihan kepada kakak iparnya itu pasalnya ia juga pasti sedang merasa sedih dan bingung apa yang harus ia lakukan sekarang.
Sesampainya di rumah, Jeno menyuruh Heejin untuk keluar baru nanti ia akan menyusul. Heejin keluar seraya membawa barang-barangnya menuju kamarnya dengan Hyunjin. Tangga demi tangga Heejin melangkah sampai didepan pintu ia membukanya. Ia melihat tidak ada Hyunjin di kamarnya, Heejin sedikit bingung dengan keberadaan Hyunjin yang tidak ada disana ia takut pria itu kenapa-napa.
Catatan:
Di part ke 10 ada beberapa kata yang saya ganti makanya di part ke 11 gak jadi ke Prancis ya maap nih. . .
Oh dan selamat tahun baru
Maap telat ngucapin :v
Semarang, 4 Januari 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Moments
Fanfikce' I promise will keep you again, nobody can't separate between us ' Ini sebuah moments tentang perjodohan dimana semua orang membencinya. Namun pada akhirnya mereka bahagia meski keterpurukan selalu terlibat dalam kehidupan mereka. Cha Heejin, seor...