"I am the one, i should love my self in this world."- epiphany
🌼🌼🌼
Bara memarkirkan motornya dirumah sederhana yang sudah terhimpit dengan bangunan megah dikanan dan dikirinya. Dia menghela nafas gusar. Ini pertama kalinya dia mengunjungi penghuni rumah itu, sudah beberapa hari ini Bara memang sibuk. Sehingga membuat mereka jarang bertemu.
Dengan langkah ragu Bara turun dari motornya mendekati pintu rumah bercat ungu muda itu. Bara mengetuk pintu rumah dengan ketukkan sedang, tidak ingin mengganggu si pemilik rumah.
Saat Bara mengucapkan salam yang kedua kali, pintu lusuh itu terbuka menampilkn gadis cantik dengan baju putih biru, khas seperti orang baru pulang sekola.
"Hai," sapa si pemilik rumah, Clara.
"Asalamualaikum," ucap Bara dengan nada menyidir Clara.
Clara cengengesan, "Waalaikum salam pak aji,"
Clara mempersilakan Bara masuk. Clara tahu sifat asli Bara. Dia tidak akan masuk tanpa dipersilakan, beda dengan kembarannya, Geraldo.
"Duduk Bar," setelah mempersilakan Bara duduk. Clara pergi kedapur yang dihalangi gordeng berwarna biru hendak mengambil air untuk disuguhkan kepada cowok blasteran spanyol itu.
Setelah Clara pergi. Bara menatap kesekeliling, miris. Seharusnya Bara bersyukur dengan keadaannya saat ini, tentu saja dia sekarang jauh lebih baik dari gadis yang dicintainya itu.
Mata hijau terang itu menyusuri setiap sudut ruangan yang ada dirumah Clara, hingga tatapannya terhenti tepat pada sebuah bingkai foto bewarna cokelat. Karena penasaran, akhirnya Bara bangkit dan menghampiri bingkai yang berisi foto tersebut.
Bara terkejut. Sungguh, dia tidak pernah menyangka bahwa gadis yang dicibtainya ini berbeda agama dengannya.
"Bar?" Panggil lembut gadis itu menyadarkan Bara dari keterkejutannya.
Clara yang mengerti perubahan wajah Bara mengangguk mengerti, "Jadi kamu udah tau? Itu sebabnya aku ngga bisa bilang ke kamu Bar. Aku takut setelah mengetahui ini kamu menjauh dari aku," tatapan sendu milik Clara membuat Bara semakin membeku.
"Kenapa?" Tanya Bara.
Clara yang bingung menatap Bara. Dia benar-benar tidak mengerti dengan pertanyaan aneh Bara.
"Kenapa apanya?" Tanya Clara balik.
Bara menoleh tanpa menatap Clara. Tidak terasa air matanya merembas keluar.
Titik terlemah laki-laki adalah saat dia menangis untuk wanita yang dicintainya.
"Aku cinta kamu Ra. Kamu tau, sebesar apapun cinta aku ke kamu. Kita ngga mungkin bisa sama-sama," Bara berkata dengan nada sangat frustrasi. Dia tidak pernah menyangka, bahwa cintanya membuatnya bisa seperti ini. Cinta yang tidak pernah bisa dia miliki.
Clara juga sama seperti Bara. Dia menangis, entah kenapa sakit yang kini Bara rasakan seolah tertular kepadanya.
"Bar," lirih Clara.
Bara kembali menatapnya. Masih dengan mata yang basah, Bara mengelus puncak kepala Clara.
"Aku akan masuk islam. Kita bisa sama-sama," ucapnya dengan penuh keyakinan.
Bara terkejut. Antara senang atau marah, Bara tidak tahu apa yang dia rasakan sekarang.
"Aku takut Ra. Kamu aja bisa dengan mudahnya ninggalin tuhan kamu demi seseorang. Apalagi aku," dia menghela nafas berat, "Setidaknya kalau kamu masuk islam. Kamu harus cintai dulu Allah, baru cintai mahkluknya. Bukan demi mahkluknya. Aku pergi." Lanjutnya menghentikan pembicaraan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
GERALISA
Teen FictionIni kisah tentang wanita bernama Lalisa Pranata Eristika. Gadis penyuka dance dan sejarah, sangat membenci kimia dan fisika. Mudah mencintai dan sulit melupakan. Ini juga kisah tentang, Geraldo Knight Lazvard. Pria bermata hijau cokelat, brandalan...