3-Lapangan

189 46 38
                                    

3-Lapangan

ANA berlari agak kencang menuju kantin. Ia berlari dengan tak kuasa menahan kesal. Pandangan Ana mengarah pada setiap sudut-sudut kantin yang sepi. Kosong? Ana tersenyum, merasa bahwa ini lazim, biasa saja, wajar. Eh masih batas wajar, kan? Bel belum berbunyi, kok. Setelah terlambat jam masuk sekolah, Ana dan Noah menikmati istirahat sejenak yang diberikan sekolah sebelum beralih ke acara penyambutan siswa-siswi baru.

Ana berjalan pelan menuju meja di ujung kantin, sampai sebuah tangan mendarat di bahu kanannya. Ana terkejut, ia memutar tubuhnya ke kanan.

"Haish, apa?" kesal Ana, ternyata itu adalah Sherina. Sei, akrabnya. Teman baru perempuannya di SMA Angkasa ini.

Sei bingung, Ana tidak tahu apa yang terjadi di lapangan sana? Ini tidak wajar, tidak bisa dibenarkan. Pikirnya.

"Kita. Udah. Mulai. Upacara penerimaan siswa siswi baru, Anaaaaaaaaa!" ujar Sei akhirnya.

"Ha?" beo Ana bingung. Setahunya, upacara sudah tadi pagi 'kan? Lalu upacara apa lagi ini? Penerimaan? Haruskah?

Sei memutar bola matanya kesal, lalu sekarang memejamkan mata berusaha sabar lalu mengatur napas sambil mengelus dada. Ana ini! Apa ia tak tahu Sei sudah lari lari kesana kemari mencarinya? Oke, oke. Sabar Sei sabar.

Ketika Sei masih memejamkan mata sambil tersenyum berusaha sabar, tiba tiba ia merasakan angin yang seolah-olah berlari dan tak lama ia merasakan kakinya ter-INJAK. Garis bawahi. INJAK
itu artinya, nasib sepatu baru miliknya yang baru saja ia beli dengan uangnya sendiri ternodai, oh tidak Sei sabar, sangat sabar.

Sei membuka mata. Dimana Ana?

Sei berbalik, Ana sudah berlari menjauh dari pintu kantin lalu berbelok ke kanan. Lapangan.

Sei berlari menyusul Ana, ia sudah berencana akan menceramahi Ana nanti. Setelah Pak Satip berpidato.

***

Ana sudah di lapangan. Ia berbaris di paling belakang barisan terkiri perempuan. Di sebelah kirinya ada Daxion, di sisinya ada Noah, di depannya Oka, Winji setelah Noah dan Biru paling belakang. Meski begitu. Ana sejajar dengan Noah.

Sebenarnya tadi harusnya Biru yang di posisi Noah. Tapi Noah tahu, murid yang belum ada di lapangan hanya Ana, dan sudah pasti Ana di barisan ter-belakang paling kiri. Noah menukar posisinya dengan Biru. Biru belum tahu tujuan modus pria yang satu ini menukar posisinya. Noah beralasan Biru lebih pantas di paling belakang karna Biru yang berbadan paling besar, jadi jika di barisan lebih depan akan menghalangi pandangan ke depan lapangan.

Kini semua murid diminta untuk memakai topi dan rompi khusus SMA Angkasa. Ana segera melaksanakannya. Dan, sampai saat ini Ana belum menyadari di sisi kiri ada Noah.

Guru-guru sedang berjalan sembari memeriksa kelengkapan pakaian dan atribut murid muridnya.

Tidak ada yang tidak lengkap termasuk Daxion dan Ana.

Tiba tiba dari arah utara, datang seorang siswi dengan napas terengah-engah, dan penampilan yang sudah berantakan dan tangan kanan memegang topi dan rompi miliknya, jangan tanyakan siapa, tentu saja, Sei.

Ia segera berlari memasuki barisan tanpa hukuman atau teguran, Sei tadi memang sudah izin ingin mencari temannya, Ana.

Sei masuk ke barisan yang jauh dari barisan Ana. Ana mendengus kesal, ia tidak dapat mengobrol jika nanti bosan mendengar pidato.

Pandangan Ana beralih ke sebelah kiri, tadinya rencana cewek itu hendak melihat ada keributan apa di barisan sebelah kiri, namun karena tubuh cowok di sisinya, jadi terhalang.

Noah merasa diperhatikan, ia mengarahkan kepalanya kearah kanan, ke arah Ana. Sejak tadi Noah memang mengarahkan pandangan ke depan.

Noah tersenyum tengil menaikkan alisnya lalu menunjukkan sederet gigi putihnya dan terdapat gingsul yang membuat Noah terlihat manis.

"Tertangkap basah! Pelaku, ditemukan!" bisik Noah pada Ana.

Ana memutar bola matanya malas dan memalingkan wajahnya. Ia malas mendengar pidato panjang guru jadilah, matanya menjelajahi lapangan luas SMA Angkasa ini.

"Cie ngeliatin gue," goda Noah.

"Brisik banget tau gak sih?!" balas Ana.

Noah tertawa.

"Gila, setan!" umpat Ana.

"Eh gak sopan sama, kakak kelas," goda Noah lagi.

Ana menatap Noah lalu mendekatkan tubuhnya pada Noah. Tangannya menarik ujung seragam Noah membuat empunya seragam tertunduk.

Tarikan Ana terlepas sementara Noah masih membungkuk. Jemari Ana naik ke pinggang Noah dan mencubitnya kecil namun, sakit sekali.

"Auuu!!" ringis Noah. Wajahnya menunjukkan raut kesakitan.

Seakan bergilir, kini Ana tertawa.

[REVISI]

Official [SELESAI - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang