21-Noah, Ana, Vanillo

71 21 7
                                    

21-Noah, Ana, Vanillo

NOAH dan Ana tertawa bersama ketika Vanillo tertawa. Lalu selanjutnya, Noah dan Ana mendengar tawa Vanillo yang semakin kencang dan terdengar begitu geli. Mereka kini sedang berusaha menghibur Vanillo yang menangis, mungkin ia rindu sang Ibu. Ternyata susah juga ya, menenangkan bayi yang menangis, bagaimana Ibu yang setiap hari menjaga, menenangkan, merawat kalian? Sayangi Ibu kalian yaaa!

Noah menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya lalu membukanya. Dan berulang kali agar Vanillo tertawa dan menghentikan tangisnya.

Ana melotot lalu memukul-mukul pipi Noah, sebab ia menolehkan kepalanya ke arah kiri. "Eh itu 'kan, bapak-bapak tadi," panik Ana.

Noah ikut menoleh lalu berdiri di depan Ana yang masih menggendong Vanillo, punggungnya, menutupi Ana dan Vanillo. Sungguh harmonis, dan... Romantis?

"Ngapain lo?" tanya Ana.

Noah menggeleng, "Pstttt, udah diem."

Melihat respon Noah, Ana jadi ikut panik lalu menutup kedua matanya dan mengarahkan tangannya menutupi wajah Vanillo yang kecil.

"Misi, Bu. Liat anak SMA cewek cowok bawa anak bayi gak?" samar samar Noah dapat mendengar suara pria itu bertanya, ambigu.

"Hah? Masih SMA udah punya anak, Pak? Gosipnya gimana tuh, Pak? Cerita-cerita lah sama saya," balas Ibu itu, kepo.

"Intinya Ibu liat gak?" kesal pria yang lain. Ditanya kok balik nanya!

Ibu itu menggeleng. "Kalo cowok ganteng, cewek cantik sama adeknya yang bayi sih, saya liat. Behhh, cakep-cakep bener," Ibu itu mengacungkan kedua jempolnya gemas.

Noah tersentak. Ah, iya, dirinya, Ana, dan Vanillo dianggap kakak beradik oleh orang sekitar karena banyak yang melihat kala Ibu Ningsih menyerahkan Vanillo. Perlahan, Noah mengarahkan kedua tangannya pada pinggang Ana memeluk Ana dan Vanillo. Wangi khas Noah tercium oleh Ana membuat perempuan itu malu dan kesal.

"Jalan pelan-pelan. Mereka bentar lagi pasti nemuin kita," suruh Noah pada Ana di bawahnya.

Ana mengangguk dan melangkah mundur, Ana tak melihat ada kulit pisang yang menempel pada sepatunya. Ana hampir saja terpeleset jika saja pelukan Noah pada pinggangnya semakin erat hingga Vanillo terjepit namun tak menangis. Ana dapat melihat bulir-bulir keringat jatuh mengenai kerah seragam Noah. "Hati-hati, lo gak cuma bawa diri lo. Lo lagi gendong Vanillo," pesan Noah lalu ia ikut melangkah kala Ana kembali berjalan mundur.

"EHH ITU, BRUN, KEJAR WOI!"

Noah menoleh perlahan ke belakang dan mendapati dua pria tadi berlari ke arahnya.

"Lari, An. Tapi hati-hati, ikutin gue," suruh Noah sebelum ia mengarahkan genggamannya pada pergelangan tangan Ana lalu berlari kecil agar Ana dapat menyesuaikan.

Ana berlari dengan satu tangan masih menggendong Vanillo. Noah tertawa kecil lalu menolehkan lagi kepalanya pada dua pria di belakang yang masih mengejar mereka dan semakin dekat. "Sekarang, tunggu itungan gue sampe tiga, lo ke kiri, ngumpet di balik semak-semak itu. Gue ke kanan, kalo gue udah berhasil ngadalin mereka, gue balik. Lo tetep disana jangan kemana-mana ya?" Maka disinilah, Noah akan menjadi laki-laki dewasa yang akan menyelesaikan masalah ini dengan otak tanpa sedikitpun pertempuran fisik.

"Satu, dua, tiga" hitung Noah lalu dihitungan ketiga, Ana berlari menjauh dari Noah bersama Vanillo di gendongannya sementara Noah berbalik, memasang wajah menyebalkan membuat kecepatan lari dua pria yang mengejarnya meningkat.

Noah berbalik dan menggoyangkan bokongnya meledek. "Sini-sini kejar," ledek Noah.

Lalu saat tiga langkah lagi dua pria itu akan mendapatkan Noah, Noah berlari ke arah kanan dengan kecepatan yang sedari dulu ia asah. Coba saja jika mereka bisa menangkap sang juara lomba lari marathon.

Official [SELESAI - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang