11-Masalah
SEJAK kejadian dimana Ana mengetahui Nathan berbohong hanya untuk mengantarnya pulang, Ana justru semakin dekat dengan Noah, dan membuat Nathan otomatis menjauh darinya. Noah yang tadinya tak memiliki masalah dengan Nathan pun risih.
Berhari-hari Ana lewatkan bersama Noah membuat keduanya semakin dekat meski kadang dibumbui perdebatan dan kecemburuan kecil. Noah tak melupakan Becca, dan untungnya gadis yang merupakan sahabat perempuan Noah mengerti, ia tak menganggu keduanya. Meski tak dapat dipungkiri Becca sedikit tak suka perhatian Noah terbagi.
Hari ini, Noah merasa Becca benar-benar berbeda, ia minta diantar dan dijemput membuat Noah pusing karena ia sudah terbiasa berangkat bersama Ana, dan terkadang mampir ke kedai es krim atau ke taman sebelum mengantar Ana kembali ke rumahnya.
Lelah. Noah mengambil handphonenya dan mengabari Ana bahwasannya ia tak dapat mengantar gadis itu dan menjelaskan alasannya, tak ada cemburu, menjalin hubungan dengan Noah, membuat sikap dan cara berpikir dewasa Noah tertular ke cara berpikir Ana yang masih terkadang kekanak-kanakan.
"Yaudah gak papa, gue bisa dianter Papa atau Bang Ar atau gak ojek lah," jelas Ana kala sambungan telepon mereka hampir usai.
Noah tersenyum, Ana memang gadis dewasa yang selalu lebih memilih mendengar penjelasan dibanding langsung mengambil keputusan terburu-buru. "Hati-hati ya, Nona"
Diseberang sana, Ana yang baru saja memasukan buku pelajaran Matematika seketika tersenyum senang. Nona, panggilan Noah untuknya. Nona itu gabungan dari Noah dan Ana. Memang tak jarang Noah memanggilnya Nona, namun bahkan sampai sekarang, Ana masih suka tersipu kala mendengar panggilan itu.
"Yaudah sana No, biar gak telat," Ana mematikan sambungan telepon mereka dan kembali terfokus pada jadwal pelajarannya hari ini.
Hari-hari pengenalan tlah usai, kegiatan belajar mengajar dimulai, inilah masa SMA, masa yang akan dikenang bersama kebodohan dan kekonyolan bersama teman.
Ana menyampirkan tasnya di pundak sebelah kanan, dan keluar kamar.
"Iya makanya kamu ish." Abigail berjalan risih karena dibelakangnya, Atlan mengganggunya.
"PAPAAA, BUNDAAA GUTEN MORGEN!!" teriak Ana membuat Arsaga yang baru saja berniat mencuri bakso hasil masakan Abigail terkejut dan kembali menjatuhkan baksonya.
Arsaga meringis. "Maafin Arsa ya MamaBunda."
"Abangku sayang!!" panggil Ana yang tentu saja membuat Arsaga curiga.
Arsaga yang sedang berpura-pura mencium aroma sup ayam dengan bakso menaikkan alisnya. "Apaan?"
Ana tersenyum, mendekat lalu memeluk lengan Arsaga. "Anterin gue sekolah dong, ih baiknya Bang Ar." Ana menoel dagu Arsaga lalu menaik turunkan alisnya.
Arsaga membuang napasnya. "Iya dah, eh tapi ntar kalo gebetan-gebetan lo cemburu jangan salahin gue,"
Ana mendengus kesal. "Lo kira gue apaan gebetan-gebetan," Arsaga mengelus puncak kepala adiknya sayang sebelum menjambak ujung rambut yang terikat itu membuat rambut bagian atasnya rusak.
"Ih lo mah, kuncirin lagi nih," Ana membuka ikatan rambutnya dan menyerahkan ikat rambut berwarna biru tua itu ke Arsaga.
Arsaga berdecak, mengambil ikat rambut sang adik lalu dengan telaten ia merapihkan ikatan rambut Ana dan mengumpulkan helai-helai rambut dan mengikatnyan dengan rapi.
"Dah selesai, ayok berangkat." Arsaga yang masih memakai baju putih polos dan celana hitam selutut dengan gelang hitam di pergelangan tangannya mengambil kunci motornya yang terletak di dekat meja dapur lalu menepuk bahu Ana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Official [SELESAI - REVISI]
Teen Fiction[TAHAP REVISI - ROMBAK] My 1st story Ini adalah tentang dia, yang datang dan menjadi segalanya. Dia, yang membuatku sempurna, namun pergi saat aku semakin mencintainya. Ini adalah tentang dia, yang punya 1001 cara meluluhkan, dan punya lebih dari 1...