Minnie pergi dari ruangannya dan menuju ke ruang UGD untuk mengecek keadaan Lisa.
"Pabbo. Kenapa kau selalu memendamnya sendiri?" Tangan itu mengelus pipi Lisa lalu berpindah untuk mengelus pucuk kepala Lisa.
"Jangan lama- lama tidurnya, ya? Unnie merindukanmu." Minnie mengecup lama kening Lisa dan tersenyum menatap lama wajah pucat Lisa.
Minnie membalik tubuhnya dan dengan langkah berat ia hendak meninggalkan ruangan Lisa, karena ia memiliki jadwal pemeriksaan dengan pasiennya yang lain.
Tapi sepertinya takdir taj ingin Minnie pergi, tiba-tiba saja mesin yang terhubung pada tubuh Lisa berbunyi melengking dan memekakkan telinga.
"LISA!" Minnie berteriak histeris dan berlari mendekati tubuh Lusa yang mengejang hebat.
Minnie langsung memencet tombol emergency di kamar Lisa untuk memanggil perawat yang lain.
Para perawat mulai berdatangan dengan panik. Lucas dan Tzuyu mendengar teriakan Minnie dari ruang UGD, karena ruangan Minnie sangat dekat dengan UGD. Walaupun mereka bingung apa yang terjadi, tapi mereka tahu jika sesuatu yang buruk telah terjadi. Merekapun panik dan langsung berlari ke ruang UGD.
Jelang beberapa menit kemudian, bunyi alat deteksi jantumg berbunyi menandakan jantung Lisa berhenti berdetak. Minnie naik ke atas tubuh Lisa dan mulai memompa dada Lisa dengan tempo beraturan. Keringat dan rasa lelah sudah menyelimutinya, tapi Minnie tak peduli, ia hanya bisa terus menangis dan berharap kalau takdir berbaik hati padanya.
"Andwe Lisa-ya. Jebal bertahanlah" gumam Minnie pelan. Beberapa menit ia melakukan pompa pada Lisa namun hasilnya nihil. Jalan terakhir yang Minnie ambil adalah menggunakan defibrillator.
"Pasang 150 joule!!" Minnie memegang erat kedua gagang defibrillator. Matanya terpejam sejenak sebelum benda itu menempel pada tubuh Lisa dan membuat tubuh gadis berponi itu terangkat sejenak.
Percobaan pertama gagal, jantung Lisa masih berhenti berdetak.
"200 joule, ready."
"Shot!" Minnie menangis saat ini. Namun ia tak mau berhenti berharap. Alat itu kembali menempel pada tubuh Lisa dan Minnie berharap Lisanya akan kembali.
Beberapa perawat sudah hampir menyerah. Tapi Minnie kekeuh ingin mempertahankan Lisa. Dan beberapa detik kemudian, alat pendeteksi itu berhenti berbunyi. Lisa telah kembali.
"Kau... membutku takut." Minnie luruh ke lantai. Beserta air mata bercampur dengan keringat yang memenuhi wajahnya. Guratan lelah dan takut sangat tampak di wajah dokter muda itu.
"Jantung pasien sudah berdetak normal. Kontrol terus keadaan pasien, jangan sampai salah ambil langkah yang menyebabkan nyawa pasien dalam bahaya. Pindahkan pasien ke bangsal inap yang VVIP, kalau ada apa-apa segera kabari saya" titah Minnie pada perawat-perawat di sana. Mereka semua mengangguk tanda mengerti.
Minnie keluar dari ruang UGD dan langsung di sambut dengan tangisan dan kekhawatiran dari kedua orangtua Lisa.
"Minnie, bagaimana keadaan Lisa? Dia baik-baik saja kan?" Tanya Tzuyu. Melihat keadaan UGD yang sempat kacau beberapa saat yang lalu, membuat Tzuyu tak bisa bernapas tenang.
"Keadaan Lisa sekarang sudah stabil. Tadi Lisa sempat kejang dan jantung Lisa sempat berhenti dalam beberapa menit, tapi kini ia sudah baik-baik saja. Lisa akan segera di pindahkan ke bangsal inap" jelas Minnie panjang lebar.
"Gomawo Minnie-ya" ucap Lucas.
"Sudah kewajiban Minnie buat menyelamatkan pasien Minnie, termasuk Lisa" ucap Minnie lalu tersenyum lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY TO YOU [E N D] <REVISI KARENA MASIH BERANTAKAN BANGET>
Teen Fiction"Maaf, maafkan kami, kami janji tidak akan melakukannya lagi, kembalilah, kumohon kembali sekarang" "Aku sudah memperingatkan kalian. Sekarang, kalian lihat apa yang terjadi." "Siapa yang harus disalahkan? Aku, kamu, atau takdir?" *NOTES: Cerita i...