Prolog

2K 68 3
                                    

"Kamu benar-benar bangun?" Terdengar suara yang dipenuhi dengan nada ketidakpercayaan.

Seorang pria tengah baya dengan jas putih bertanya sambil memasuki ruangan berdinding putih yang di lengkapi dengan alat medis modern bahkan yang jarang ditemui di Indonesia.

Sementara pria lain nya yang lebih muda terlihat sedang asyik mengamati keseluruhan ruangan dari tempatnya duduk di atas tempat tidur berbentuk kapsul. Benar. Tempat tidur canggih seperti yang kita lihat dalam film avatar atau film sci-fi lainnya. Tempat tidur itu berada di tengah ruangan dengan banyak kabel yang terhubung pada beberapa monitor yang menunjukkan berbagai data grafis. Seperti detak jantung, masa otot, juga gabar dan struktur organ dalam lainnya.

"Senang rasanya tidak perlu bangun di dalam gua." Pria yang lebih muda itu menyeringai. Sementara pria dengan jas putih dengan nametag 'Dokter Akbar' itu mengamati data yang ditampilkan di salah satu layar. "Penelitianmu berhasil Akbar. Investasiku tidak sia-sia."

"Apa yang kamu rasakan?" Tanya Dokter Akbar setelah puas dengan hasil pengamatannya pada data yang tersaji. "Apakah ada perbedaan dengan saat terakhir kali kamu terbangun dalam gua?"

Pria yang lebih muda dengan mata gelap itu akhirnya keluar dari tempat tidur kapsul nya. Setelah berdiri tegak dengan bertelanjang dada. Pria itu kini mengamati tubuhnya yang atletis dari atas ke bawah. Kemudian menggerakkan kaki dan anggota badan lainnya secara bergantian.

"Tidak. Tidak ada bedanya." Ucap pria itu sambil meregangkan otot lengannya. "Aku sesegar biasanya setelah tidur lama ku."

"Baguslah kalau begitu." Dokter Akbar yang sedari tadi juga ikut mengamati tubuh pria yang kemungkinan berusia awal tiga puluhan itu, mengangguk-angguk puas. "Alat ini benar-benar bekerja sesuai keinginan dan harapan kita."

Pria yang baru keluar dari tabung kapsul canggih itu mengangguk. Kemudian mata gelap dan tajamnya mulai mengamati dokter dengan rambut yang mulai memutih di depannya dengan lebih seksama.

"Tanggal berapa sekarang, Akbar?" Tanya pria itu dengan satu alis tebal yang terangkat. "Kamu terlihat jauh lebih tua daripada saat terakhir kali kita bertemu."

Dokter Akbar terkekeh mendengar komentar itu. "31 Januari 2017. Selamat datang di zaman dimana benda bernama ponsel menjadi bagian penting dari kehidupan manusia. Farzan."

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Langit sore itu terlihat begitu indah dan cerah. Matahari sedang mempersiapkan suguhan sunset indah dengan berjalan perlahan kearah barat. Tapi sayangnya Aylin tidak bisa menikmati perjalanan pulang yang dipenuhi keindahan itu. Jika matahari dapat berjalan perlahan seperti tanpa beban, Aylin justru harus tergesa-gesa memacu motornya. Dengan dada yang terasa sesak terhimpit beban kesedihan. Kesedihan yang mungkin dapat membuat orang lain kehilangan ketenangan dan tenaga akibat tangis histeris. Tapi tidak dengan Aylin yang tetap dapat mengendarai motornya dengan tenang.

Meski telefon yang diterimanya saat akan menghidupkan motornya tadi membuat hatinya serasa berlubang besar. Meski kabar bahwa nenek tercintanya meninggal membuat badannya mendadak kedinginan. Tapi tidak ada setetes airmata pun yang jatuh dari ujung mata Aylin. Bahkan tidak ada satu pun rekan kerja Aylin yang saat itu juga berada di parkiran motor menyadari perubahan perasaan Aylin.

Ketenangan itu terus bertahan hingga saat lampu lalu lintas penyebrangan berbunyi dan lampu berubah dengan cepat dari kuning menjadi merah. Tanpa rasa panik, Aylin menghentikan laju motornya. Saat mata Aylin menangkap pemandangan seorang nenek tua dan cucu perempuannya yang berseragam SMP sedang menyebrang itulah, satu butir airmata mulai meluncur dari ujung matanya. Gambaran nenek dan cucunya itu menampar ingatan Aylin. Kenangan akan masa-masa yang dilewati Aylin bersama sang nenek pun menyerbu kepalanya hingga membuat Aylin tertegun sesaat.

Hanya sesaat karena tiba-tiba motornya mendapat dorongan kencang dari belakang. Beruntung Aylin sigap menjaga keseimbangannya hingga tidak terjatuh. Seharusnya Aylin marah karena tiba-tiba ditabrak dari belakang. Tapi karena saat ini Aylin sendiri sedang tidak dapat mengerti dengan emosi yang bergejolak di hatinya. Aylin pun hanya menenggok ke belakang. Tanpa tau apa yang harus dilakukan Aylin hanyar memandangi mobil mewah berwarna hitam yang berhenti tepat di belakang motornya.

Seorang pria berkacamata hitam dibalik kemudi mengangkat tangan dan mengangguk sebagai tanda permintaan maaf, tepat saat Aylin membuka kaca helm nya. Saat itulah tiba-tiba butiran airmata berlomba menuruni pipi pipi Aylin. Butiran airmata itu yang dengan cepat disusul oleh gelombang air mata yang tiba-tiba menjebol dinding ketenangan Aylin.

Aylin tidak tau kenapa airmatanya tiba-tiba mendobrak keluar. Padahal rasa sedih di hatinya masih dalam kadar yang sama dengan sebelumnya. Tapi kenapa tiba-tiba air matanya semakin tidak bisa berhenti setelah melihat wajah pria itu? Pria yang sama sekali tidak pernah dikenal ataupun di lihatnya.

Suara dari lampu lalin penyebrangan itu mendadak berhenti dan lampu nya berubah kembali menjadi hijau. Aylin pun segera menutup helm nya dan kembali memacu motornya. Berusaha mengumpulkan puing-puing ketenangan meski air mata kesedihan nya tidak juga mau berhenti. Airmata yang Aylin tau tidak semata-mata untuk nenek tercintanya.

------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ayra 's note:

Hai semuanya.

Ayra kembali dengan kisah Farzan dan Aylin yang telah diedit dan diperbarui. 

Semoga kalian suka. Berikan dukungan kalian untuk kisah Farzan dan Aylin. Dengan like dan comment.

Ayra akan berusaha untuk update lebih sering untuk kisah mereka ini.

With Love,

Ayra Verda

BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang