Dua Puluh : Bayi Bermata Cokelat Madu

252 18 0
                                    

Tahun 1989. Tahun dimana Farzan hampir putus asa. Dirinya tau waktunya semakin dekat. Ini sudah hampir mendekati tahun ketiga sejak dia bangun kembali dari tidur panjangnya. Sampai sekarang pun Farzan tidak juga menemukan titik terang. Perkamen kuno yang tergeletak begitu saja di kursi penumpang di sebelahnya sama sekali tidak membantu. Padahal uang milyaran rupiah sudah dikeluarkan untuk mendapatkan koleksi kuno dari zaman Majapahit itu.

"Daaak."

Farzan pun memukul setir mobilnya dengan semua rasa frustasi, marah dan cemas yang bertumpuk membebaninya. Karena memukul dengan tenaga yang tidak terkontrol. Setir BMW E 30 merah yang baru dibelinya pun penyok membentuk lengkungan aneh di satu sisinya. Meskipun Farzan sama sekali tidak peduli selama tidak ada orang lain yang melihatnya membengkokan setir itu.

Dengan kemarahan dan rasa frustasi yang tidak juga bisa hilang, Farzan pun memandang langit biru dari balik kaca mobil nya. "Kenapa Kau lakukan ini padaku? Kenapa aku harus mengalami semua ini? Sampai kapan ini akan terjadi? Sialan...."

"Tok. Tok. Tok." Ketukan di kaca samping mobilnya membuat Farzan batal mengumpat.

Hampir saja Farzan ganti mengumpat pada pria yang menganggunya dengan mengetuk kaca mobil Farzan itu. Karena memang biasanya yang mengetuk-etuk kaca mobil saat lampu merah seperti ini adalah pengemis dan pengamen. Tapi pria tengah baya berkacamata dengan kemeja biru itu jelas bukan pengemis. Wajah pucat penuh kekhawatiran itu pun akhirnya mampu mengalihkan rasa frustasi Farzan. Sehingga Farzan mau menurunkan kaca jendela mobilnya

"Bisakah anda menolong saya?" Pria berkacamata bundar itu menatap Farzan dengan penuh kecemasan dan kekhawatiran "Istri saya hampir melahirkan, tapi mobil kami mogok. Kami harus cepat-cepat ke rumah sakit. Tapi tidak ada satupun kendaraan yang lewat. Bisakah anda mengantarkan kami ke rumah sakit?"

Dengan kerut di dahinya, Farzan melihat keadaan di sekitarnya. Entah mengapa siang itu jalanan yang dilewatinya ini begitu sepi. Hanya tiga sepeda yang berhenti di perempatan lampu merah itu. Tidak ada mobil lain, selain BMW E30 Farzan dan Suzuki Carry warna merah di belakangnya. Sehingga Farzan pun tidak memiliki pilihan lain selain membantu pria berkacamata itu. Meskipun saat ini emosi Farzan sendiri sedang tidak baik.

Farzan menangguk dan membuka pintu mobilnya. "Pindahkan istrimu sekarang juga."

Farzan masih ingat dengan jelas bagaimana kondisi wanita yang dibopong pria berkacamata itu. Wanita cantik bermata cokelat kecil indah dengan kulit seputih susu itu terlihat begitu lemah. Rasa sakit yang berusaha ditahahnnya, terlihat jelas dari otot-otot hijau yang menonjol di pelipisnya. Darah pun terlihat mengalir di kaki nya.

Tanpa menunggu lama, Farzan pun ikut membantu pria berkemeja biru itu mengangkat wanita itu. Bahkan para petani pengendara sepeda yang berhenti di lampu merah itu, ikut membantu mereka untuk memasukkan wanita itu ke mobil Farzan.

Hal yang aneh dari kejadian itu adalah apa yang dirasakan Farzan saat itu. Entah bagaimana, saat tanpa sengaja menyentuh perut wanita hamil itu. Seketika itu juga kemarahan dan rasa frustasi Farzan berganti kecemasan akan kesalamatan ibu dan bayi yang dalam kandungnya.

Saat itu Farzan hanya berpikir bahwa mungkin karena mata cokelat indah itu wanita hamil itu terasa familiar. Mata yang terlihat penuh keberanian dan ketegaran meski wanita itu terlilhat lemah dan mengeluh kesakitan pada suaminya. Karena mata cokelat seperti madu itulah, Farzan pun semakin dalam menginjak gas nya. Agar mereka segera sampai ke rumah sakit. Agar bayi dalam kandungan wanita itu bisa lahir dengan selamat.

Tidak ada hal lain yang mengganggu pikiran Farzan selain mengantarkan kedua pasangan itu dengan selamat menuju rumah sakit. Bahkan saat perkamen berharga miliyaran rupiah itu jatuh saat Farzan bermanuver untuk berbelok ke pintu gerbang rumah sakit, Farzan sama sekali tidak peduli. Fokus Farzan hanya satu. Bayi dalam kandungan itu harus lahir dengan selamat.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Bayi yang manis 'kan?" Pria berjas putih dengan nametag bertulis ' Dokter Akbar' mendekati Farzan yang berdiri memandang ke dalam ruangan khusus bayi yang baru lahir. "Tapi aku heran. Kenapa gadis kecil ini baru bisa benar-benar bisa berhenti menangis setelah kamu gendong? Bukan ibu atau ayahnya. Terlebih lagi kenapa kamu ada disini? "

"Apakah kamu mau melarangku?" Farzan berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari bayi mungil dengan kulit kemerahan yang sedang menghisap jempol kanannya itu.

"Mana mungkin seorang dokter muda sepertiku berani melarang pemilik rumah sakit?" Pria muda berjas putih itu terkekeh. "Ayah bayi itu kebingungan mencarimu karena kamu meninggalkan kunci mobilmu padanya."

Farzan pun berbalik dan memandang dokter muda yang terlihat seumuran dengannya itu. Sejak pertama kali bertemu Farzan tau pria itu memiliki otak cerdas dan dapat di percaya. Farzan telah membaca semua keterangan dan informasi yang didapatnya tentang dokter muda ini. Hingga Farzan pun akhirnya memutuskan untuk dapat mempercayainya dan berkerjasama dengannya. Karena itu pula Farzan meminta dokte Akbar secara langsung untuk membantu kelahiran bayi di depan Farzan ini.

"Bilang padanya, bahwa itu adalah hadiah untuk kelahiran putri cantiknya." Kata Farzan sambil kembali pada bayi mungil itu. Dirinya masih terpesona dengan bayi yang berhasil lahir dengan selamat setelah dirinya mengebut untuk mencapai rumah sakit ini. "Selain itu, dalam waktu dekat ini aku tidak akan bisa mengendarai mobil itu lagi."

Tepat setelah Farzan mengatakan hal itu, mata bayi mungil itu terbuka. Mata cokelat madu itu berbinar menatap Farzan. Seakan bisa memandang wajah Farzan dengan jelas, bayi itupun tersenyum.

Sebuah senyuman manis yang menjadi hal terakhir dilihat Farzan sebelum kabut kantuk menyelimutinya. Kabut kantuk yang sangat kuat. Sehingga meski Farzan ingin tetap terjaga agar bisa melihat mata cokelat dan senyum bayi itu lagi, Farzan tidak bisa membuka matanya. Farzan tidak mampu melawan reaksi tubuhnya. Terlebih saat kegelapan perlahan menguasainya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setelah 30 tahun berlalu, akhirnya Farzan kembali dapat melihat binar indah mata cokelat madu itu lagi. Saat pemiliknya tersenyum ramah pada nenek tua yang memegang pipinya. "Cantik" kata nenek itu. Dan memang benar. Farzan sudah tau itu sejak gadis itu lahir ke dunia ini.

Farzan tidak tau apakah takdir kembali memberikan lelucon pada hidup Farzan. Tapi yang jelas takdir kembali mempertemukan Farzan dengan bayi mungil itu. Bayi mungil manis yang secara tidak langsung dibantu kelahirannya di dunia ini oleh Farzan. Bayi yang tangisnya tidak berhenti meskipun ayahnya sudah meng adhani kedua telinganya. Tapi bayi itu justru langsung tenang saat berada dipelukkan Farzan itu. Bayi mungil yang wajahnya menjadi hal terakhir yang dilihat Farzan sebelum kegelapan kembali merengkuhnya.

Kini setelah 30 tahun berlalu. Bayi itu tumbuh menjadi gadis cantik yang membangkitkan kembali ingatan Farzan tentang wanita lain yang pernah hadir dalam hidupnya. Kini setelah 30 tahun berlalu, Farzan akhirnya mengetahui nama yang diberikan kedua orang tuanya untuk bayi itu. Aylin.

Seakan Sang Pencipta belum cukup bermain dengan hidup Farzan. Kini Farzan dipaksa menjalani kehidupan dengan kerumitan yang tidak dapat dipahaminya. Entah apa maksud Nya, mempertemukan Farzan dengan Aylin. Gadis yang sejak awal pertemuan mereka sudah mengusik Farzan.

Namun Farzan tidak ingin banyak berharap bahwa Aylin mungkin menjadi jawaban atas kekacauan hidupannya. Meskipun Farzan yakin bahwa kaitan antara dirinya dan Aylin bukan kebetulan semata. Entah gadis ini akan membawanya pada apa yang selama ratusan tahun ini dicarinya. Ataukah gadis ini memang adalah kunci yang dicari Farzan salama ini. Farzan telah memutuskan untuk menjaga dan melindunginya di sisa waktunya. Seperti yang dilakukan Farzan 30 tahun yang lalu.

"Calon suami mu itu tampan juga. Aku yakin Endah akan senang dan setuju dengan." Kata nenek yang baru saja memegang pipi Aylin. Farzan yang sengaja menurunkan kaca jendela mobil itu pun tersenyum saat mendengar pernyataan nenek tua tetangga Aylin itu.

"Nenek... kami bukan..." Tentu saja Aylin berusaha menyangkal.

"Terima kasih." Tapi Farzan dengan cekatan memotong perkataan Aylin dengan keluar dari mobil. Kemudian dengan senyum andalannya, Farzan meraih tangan nenek tua tetangga Aylin itu."Bolehkan aku berkenalan dengan wanita baik hati ini?"

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang