Enam Belas : Terusir

265 23 0
                                    

Mungkin kah hari menjadi lebih buruk lagi? Aylin tidak tau lagi harus marah pada siapa. Rasa kesalnya memuncak saat mendapati gagang pintu rumah nya diganti. Belum cukup sampai disana, rumah itu pun sekarang terkunci dan Aylin pun tidak bisa memasuki rumah nya sendiri. Padahal Aylin ingin segera membersihkan make up di wajahnya karena dia langsung meninggalkan sekolah begitu saja. Tanpa menghapus make up dan mengganti kostum untuk perannya, hanya berbekal jaket serta masker untuk menutupi keduanya.

"Nak Aylin!" Seorang wanita tua memanggilnya.

Nenek Arifin, Tetangga Aylin sekaligus salah satu teman dari nenek Aylin itu turun dari sepeda nya. Wanita dengan rambut yang telah memutih seluruhnya itu beranjak masuk ke halaman. Pandangan mata sayu nya terarah pada tangan Aylin Aylin menarik-narik gagang pintu sambil mengetuk pintu rumahnya sendiri.

"Kamu tidak bisa masuk ya nak?"

Aylin mengangguk. "Nenek Arifin tau siapa yang mengganti kunci pintu ini?"

Wanita tua dengan kerudung cokelat panjang itu mengangguk dan menepuk-nepuk lengan Aylin dengan penuh keprihatianan di wajahnya. "Bibi mu tadi siang kesini dan menggantinya. Katanya dia tidak ingin kamu membawa kesialan yang lebih banyak lagi ke rumah ini. Terlebih setelah anjing Pak Dharma mati digarasi waktu itu."

Aylin harus menarik nafas panjang untuk menambah stok kesabarannya. Kemudian duduk di kursi teras rumahnya untuk mengurangi marahnya. "Terima kasih informasinya, nek."

"Yang sabar ya nduk." Kata nenek Arifin sambil kembali menepuk-nepuk pundak Aylin, sebelum wanita tua itu kembali pada sepedanya dan pergi meninggalkan Aylin sendiri.

Setelah mengumpulkan banyak kesabaran lewat tarikan nafas panjang, Aylin pun berusaha menelfon bibinya. Dua panggilannya tidak dijawab oleh adik dari mama nya itu. Aylin hampir putus asa pada panggilan ketiganya. Sehingga ucapan syukur pun otomatis keluar dari mulutnya saat mendengar suara bibinya yang akhirnya menjawab panggilannya.

"Kamu tidak perlu repot-repot bertanya." Kata Bibinya begitu menerima telfon Aylin. Tanpa salam ataupun sapaan. "Aku mengganti kunci rumah itu karena aku ingin Gista menepati rumah itu dalam waktu dekat."

Dengan sisa stock kesabaran Aylin mencoba tidak mengingat fakta bahwa bibinya itu bahkan tidak mengundangnya ke acara pernikahan sepupunya. Tapi kini wanita itu dengan seenaknya menginginkan rumah ini dan mengganti kunci pintunya. Aylin berusaha berbicara dengan tenang, "Tapi bi, barang-barangku ada di dalam. Bagaimana bisa bibi tiba-tiba mengganti kunci pintu tanpa memberitahu ku sebelumnya? Bukan kah kak Gista juga masih Honeymoon?"

"Karena itu aku ingin Gista bisa langsung menempati rumah itu begitu dia pulang dari bulan madunya. Kamu tau 'kan? Gara-gara kamu tinggal disana banyak kesialan yang terjadi disana. Jadi aku harus mengadakan ruwatan untuk menolak bala dari kutukan yang kamu bawa." Bibi nya berbicara dengan ketidakpedulian yang sangat kentara. "Lagian, aku dan Gista berusaha sebisa mungkin tidak bertemu denganmu. Kami tidak ingin terkena sial. Jadi kenapa aku harus repot-repot memberitahumu?"

Aylin menutup matanya dengan telapak tangannya, mencoba mengurangi rasa kesal dan amarah yang sudah bertumpuk membebaninya. Sungguh Aylin ingin meledak saat ini juga. Bahkan tangannya kini gemetar tidak terkendali karena amarahnya. Tapi Aylin tidak bisa menghadapi bibi nya itu dengan amarah. Aylin akan kalah jika ketenangannya tergoyahkan.

"Tapi Bi. Bagaimana Kak Gista bisa tinggal di rumah ini kalau barang-barangku masih di dalam? Aku mohon izinkan aku mengemasi barang-barangku dulu." Kata Aylin tanpa membuka matanya.

"Sudahlah jangan cengeng. Tian...."

Aylin tidak dapat mendengar sisa perkataan bibinya karena ponsel di tangannya tiba-tiba raib karena direngut. Entah bagaimana Aylin bisa menebak siapa yang merengut ponselnya. Karenanya dia tidak ingin buru-buru membuka matanya. Aylin yakin sosok yang kini berada di sampingnya adalah orang terakhir yang ingin ditemuinya saat ini. Karena hanya ada satu orang yang bisa muncul begitu saja di sekitar Aylin, tanpa sedikit pun tanda-tanda kehadirannya.

BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang