Sepuluh : Mangsa Sang Raja Hutan

332 24 0
                                    

Farzan tidak sekalipun melepaskan pandanganya dari Aylin hingga gadis itu tak terlihat lagi di balik pilar-pilar besar masjid. Kedua ujung bibirnya perlahan tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman. Senyuman bangga pada Aylin. Pada ketangguhan wanita itu dalam menghadapi ibu Randi. Juga pada kemampuannya menjaga ketenangan dan menahan amarahnya.

Setelah seminggu lebih disibukkan dengan pekerjaan sebagai pemilik sekaligus CEO Malara Grup. Farzan akhirnya berhasil menyelesaikankan semua pekerjaannya tepat sebelum makan siang. Tepat saat telfon dari Dhini masuk ke ponselnya. Sahabat Aylin itu berhasil menelfonnya tepat sebelum dia pergi meeting dengan ibu Randi.

Begitu mendengar tentang meeting itu dan apa yang mungkin terjadi pada Aylin. Farzan pun bergegas meminta Arya mengarahkan mobil mereka ke sekolah Gan. Tanpa peduli pada meeting untuk kontrak berharga miliyaran rupiah. Tentu saja tanpa peduli gerutuan Arya yang harus mengatur jadwal padat Farzan lagi.

"Saya khawatir, anda tidak dapat bertemu dengan Miss Aylin. Beliau sedang...." Nada ragu-ragu staff Tata Usaha BGI membuat Farzan waspada. Terutama setelah mendengar gambar sifat ibu Randi dari Dhini. "Beliau sedang berdiskusi.... Iya, berdiskusi dengan orang tua murid di ruang meeting yayasan."

"Dimana ruang meetingnya?"

Dengan gugup staff Tata usaha itu menunjukkan arah menuju ruang meeting yayasan IBG. Farzan tidak percaya bahwa Aylin hanya sedang berdiskusi. Tanpa menunggu izin atau peduli dengan prosedur tidak penting sekolah itu. Farzan berjalan keluar dari ruang Tata Usaha. Tanpa ragu pria itu berjalan menuju ruang meeting sesuai dengan arahan resepsionis itu.

Farzan sampai di pintu ruang meeting tepat saat ibu Randi menuduh Aylin menerima uang dari keluarga Gan. Ingin rasanya Farzan segera bergabung dalam pertempuran itu dan melindungi Aylin. Tapi ketenangan jawaban Aylin membuat Farzan menahan diri selama beberapa saat.

Farzan pun hanya berdiri di depan pintu sambil memperhatikan jalannya 'diskusi'. Terutama mengamati Aylin. Bagaimana wanita itu mengelolah amarahnya dan menanggapi ucapan kasar ibu Randi membuat Farzan terpukau. Kalau dulu Farzan terpukau pada wajah itu karena kelembutan yang mengingatkannya pada wanita lain. Tapi sekarang Farzan justru terpukau oleh keberanian, ketenangan dan ketegasannya.

Farzan tetap diam dan tenang di tempat seperti Singa yang bersembunyi di semak belukar. Sang singa akhirnya mulai menderapkan kaki saat ibu Randi mulai mengancam dan merendahkan Aylin. Dengan kata-kata tajam dan sedikit kekuasaan yang dimilikinya. Hal yang membuat ingin mendengus lagi saat mengingat kata-kata wanita dengan make up tebal itu.

Tentu saja Farzan tidak akan membiarkan wanita sombong itu menyakiti Aylin, tanpa mendapatkan balasan setimpal. Tidak ada yang bisa pergi begitu saja setelah menganggu mangsa Farzan. Farzan pasti akan membuat Ibu bajingan cilik itu membayar sikapnya pada Aylin. Bayaran yang tidak akan jauh beda dengan ancamannya.

Iphone Farzan bergetar menarik Farzan dari pemikirannya tentang kejadian tadi. Nama Arya terlihat di layar. Farzan sudah menunggu panggilan itu sejak Arya memberi kode untuk pergi terlebih dahulu. Tanpa perlu diperintah dan hanya dengan mengamati keadaan. Asisten Farzan itu tau apa yang harus dilakukan. Itulah salah satu alasan kenapa Farzan tidak pernah bisa memecat Arya. Meski sikapnya sering menyebalkan.

"Mission Clear." Kata Arya begitu Farzan menjawab panggilan telefon nya. "Ditya juga memang ingin memecatnya karena masalah penggelapan uang yang baru ditemukannya. Bahkan Ditya juga sudah melaporkannya ke pihak berwajib."

"Baguslah." Senyum Farzan terkembang karena puas dengan pekerjaan asistennya itu. "Sampaikan salamku untuk Ditya. Bilang padanya aku akan menyewa ranch pribadi nya dalam waktu dekat ini. Juga bilang padanya, aku tertarik dengan proyeknya di Jeju. Aku tidak akan keberatan menjadi investor Horison untuk proyek itu."

BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang