Dua Puluh Delapan : Genderuwo

255 18 0
                                    

Nawang saka adalah anak kedua dari Tumenggung Talung Malara, salah satu petinggi kerajaan Majapahit di masa kepemimpinan Ratu Tribhuwana Tunggadewi. Bersamaan dengan sumpah Palapa yang diucapkan oleh sang Mahapati Gajah Mada, Tumenggung Talung Malara diutus ke daratan Tiongkok sebagai Duta dari kerajaan Majapahit untuk menjalin kerjasama. Sang Tumenggung pun mengajak Nawang Saka dalam tugas itu.

Di negeri asing itulah Nawang Saka bertemu Dewi Pambayun. Anak dari Pedagang Tiongkok kaya raya yang menikahi puteri salah satu adipati kerajaan Majapahit. Pertemanan yang berlatarkan kesamaan asal usul itu semakin lama semakin dekat. Hingga kedua pihak orang tua Nawang Saka dan Dewi Pambayun pun sepakat menikahkan keduanya. Tapi karena Tumenggung Talung Malara adalah orang penting di kerajaan. Beliau meminta pernikahaan keduanya dilangsungkan di tanah Jawa.

"Dia adalah wanita lemah lembut dan dengan hati paling mulia yang pernah ku kenal." Ucap Farzan sambil memandang matahari yang mulai tenggelam. "Dia begitu suka menolong orang lain terutama orang-orang yang tidak mampu. Karena itulah dia menekuni ilmu membuat obat dan kesehatan. Dia ingin menjadi tabib yang dapat menyembuhkan orang-orang sakit tapi tidak memiliki uang untuk berobat."

Aylin tau rasanya konyol. Tapi entah mengapa timbul perasaan iri dalam diri Aylin pada wanita yang sedang dibicarakan Farzan ini. Bagaimana pria itu menggambarkan Dewi Pambayun dengan penuh kekaguman, benar-benar membuat Aylin merasa terganggu tanpa alasan yang jelas. Terlebih dengan fakta bahwa sikap Aylin jauh dari gambaran wanita lemah lembut.

"Dia memiliki wajah yang sama denganku." Itu adalah pernyataan bukan pertanyaan. Aylin akhirnya bersuara dengan mengesampingan rasa iri aneh yang muncul dalam hatinya.

Pernyataan Aylin itu akhirnya berhasil membuat Farzan memandang Aylin dengan penuh keheranan. "Bagaimana kamu tau? Waktu itu kamu juga namaku di masa lalu. Bagaimana bisa?"

Aylin menjawab pertanyaan itu dengan gelangan dan mengangkat bahu. "Aku akan menceritakannya setelah kamu menceritakan semuanya."

Pandangan mata tajam Farzan kini tidak beralih sedikitpun dari wajah Aylin. Dan pria itu pun kembali melanjutkan ceritanya, "Malam itu, saat kami baru kembali dari Tiongkok. Dalam perjalanan menuju rumahku. Kereta kuda kami diberhentikan secara paksa. Disini. Di jalanan inilah kami diserang sekelompok perampok."

Cerita berikutnya yang disampaikan Farzan sama persis dengan kejadian di mimpi Aylin. Seakan baru kemarin Aylin mengalaminya. Aylin mampu mengingat dengan jelas apa yang terjadi di dalam mimpinya. Ayunan kereta kuda yang membuatnya terkantuk-kantuk. Cahaya temaram. Debaran jantungnya. Hingga tatapan terluka dan penuh tanya Nawang Saka saat Dewi Pambayun berlari meninggalkan pria itu.

"Dan aku meninggalkanmu yang sedang sekarat." Kalimat itu meluncur dari mulut Aylin begitu saja saat Farzan sedang menceritakan pertarungannya.

Mata Farzan melebar karena Aylin memotong dan menyelesaikan. Kali ini Farzan tidak membiarkan Aylin menghindar. Tanganya mencengkeram lengan Aylin dengan begitu erat. "Apa maksudmu?"

Rasa sedih dan putus asa yang dirasakan dalam mimpi itu kembali memenuhi hati Aylin. Wajah Farzan yang kini menatapnya pun semakin menambah rasa sesak dihatinya. "Saat pria-pria itu melukaimu, wanita itu lari begitu saja. Aku ingin kembali tapi tidak bisa, wanita itu tetap melangkah pergi. Tidak peduli sekuat apa aku berteriak, wanita itu tetap meninggalkanmu."

"Aylin!" Kali ini Farzan mengguncang tubuh Aylin dengan sedikit lebih keras. Kedua tangan Farzan mencengkeram lengan Aylin dan memaksanya menatap wajah tampannya. "Dengarkan aku. Tidak ada yang meninggalkanku. Kamu tidak meninggalkanku. Begitu pula Dewi Pambayun. Berhenti menyalahkan diri sendiri dan dengarkan ceritaku dengan seksama."

"Salah satu pelayan yang kuminta untuk memanggil bala bantuan ke rumah, datang bersama kakakku setelah pertempuran itu selesai." Farzan kembali bercerita. "Aku memang sudah tidak sadarkan diri karena luka yang ku derita. Tapi pelayan itu dan kakakku sempat melihat Dewi Pambayun meminumkan ramuan padaku dan meninggalkan beberapa ramuan dengan sebuah catatan di dekat tubuhku. Karena itulah aku selamat. Bahkan hidup sampai sekarang. Karena Dewi Pambayun kembali padaku untuk menyelamatkanku. Meski aku tidak tau kenapa dia akhirnya tetap melarikan diri."

BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang