Empat Puluh Tiga : Monster Tua

236 17 0
                                    

Gelap. Itulah yang pikiran yang melintas di kepala Aylin saat kesadarannya mulai kembali. Saat membuka mata pun kegelapan lah yang menyambutnya. Aylin berusaha melihat ke sekeliling, tapi hanya kegelapan yang menyapanya. Aylin ingin berteriak. Tapi mulutnya telah ditutup sesuatu yang membuat Aylin tidak bisa membuka mulutnya.

Aylin menggelengkan kepalanya untuk mengusir kegelapan itu. Sambil mengerjap-ngerjapkan mata untuk membiasakan matanya dengan kegelapan di sekitar. Aylin mencoba menganalisis kondisinya. Aylin menyadari dirinya dalam posisi duduk di atas kursi dengan tangan terikat ke belakang. Aylin mencoba menggerakkan kaki, tapi seperti hal nya kedua tangannya, kedua kakinya pun diikat menjadi satu.

Aylin sama sekali tidak ingat bagaimana dia bisa berakhir dengan posisi seperti ini. Ingatan terakhir sebelum kesadarannya menghilang adalah saat dia turun dari Lexus Farzan di depan rumah neneknya. Karena datang lebih awal dari waktu janjiannya dengan Dhini, Aylin berniat menunggu Dhini di dalam rumah neneknya.

Namun beberapa detik setelah Aylin menutup pintu mobil, seseorang menyergapnya dari belakang. Tidak hanya itu, orang yang berbadan jauh lebih besar dari Aylin itu menutup mulut dan hidung Aylin dengan sapu tangan berbau menyengat. Saat Aylin berusaha meronta dan bernafas, dalam beberapa saat tubuh Aylin terasa lemas dan kesadaarannya pun hilang.

"Sepertinya sang Putri tidur sudah bangun." Suara serak yang familiar itu diikuti dengan nyala lampu yang menerangi seluruh ruangan tempat Aylin berada.

Karena tidak dapat membalikkan badan untuk melihat siapa pemilik suara itu, Aylin memilih untuk mengamati ruangan tempatnya berada. Aylin saat ini duduk di atas kursi di tengah sebuah ruangan luas. Gudang 'kah? Kemungkinan besar Gudang yang sudah lama tidak dipakai. Terlebih jika melihat debu tebal di lantai dan kaca jendela. Tidak hanya itu, sarang laba-laba juga ujung-ujung menghiasi setiap sudut dinding yang berbatasan dengan plafon. Selain itu ada juga drum-drum berwarna hitam yang penyok disana-sini. Serta karung yang entah berisi apa, bertumpuk di satu sisi dinding kusam dengan bekas rembesan air. Dimana pun Aylin berada, jelas ini bukan tempat yang biasa didatangi orang normal.

"Lihatlah betapa miripnya dirimu dengan Dewi Pambayun." Pemilik suara itu akhirnya berdiri di depan Aylin dengan senyum sinis nya.

Pak Djoyo. Pria tua itu berdiri dengan satu tangan bertumpu pada tongkat hitam panjang. Tidak ada lagi keramahan yang biasa diperlihatkan Pak Djoyo. Hanya ada aura berbahaya yang memicu alarm bahaya Aylin yang terasa, saat Pria itu mengamati wajah Aylin dengan seksama sebelum terkekeh.

Begitu tawa dinginnya mereda, Pak Djoyo pun memberi tanda pada siapapun yang berdiri di belakang Aylin. Dalam beberapa saat kain hitam yang menutupi mulut Aylin pun terlepas. Meski Aylin sama sekali tidak berniat untuk ngobrol santai dengan pria tua itu.

"Anak-anak ini terlalu bersemangat menculikmu." Dengan senyum dingin yang tidak meninggalkan wajah keriputnya, Pak Djoyo pun duduk di kursi depan Aylin yang disediakan seorang pria berbadan kekar. "Jadi, sudah siap berbagi cerita Miss Aylin? Guru kesayangan murid-murid IBG?"

"Kenapa anda menculik saya?" Tanya Aylin dengan ketenangan yang mengejutkan dirinya sendiri.

Seharusnya Aylin merasa takut. Dan ya, jauh di lubuk hatinya yang terdalam Aylin merasa takut. Terlebih saat mata kelabu pucat Pak Djoyo yang terkesan kejam dan keji. Tapi entah kenapa mengetahui bahwa apa yang mungkin diinginkan Kakek Tua di depannya ini, sudah aman berada di tangan Farzan. Rasa takut dan khawatir yang Aylin rasakan dapat disingkirkannya.

"No... No... No... Miss Aylin." Pak Djoyo menggeleng-geleng sambil menggerakan jari telunjuknya. Nada suaranya memang terdengar ramah. Tapi pandangan mata dan gerakan tubuhnya benar-benar memberikan ancaman yang nyata bagi Aylin. Entah bagaimana Aylin tau bahwa pria tua di depannya ini tidak akan segan membunuhnya jika Aylin salah bicara. "Bukan begitu caranya. Aku tanya. Kamu menjawab. Itu aturannya. Tapi karena wajahmu yang mirip dengan murid kesayangan ku. Jadi aku akan memaafkan kesalahanmu dan akan ku jawab satu pertanyaanmu itu."

BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang