Dua Puluh Enam : Suara Sang Siren

239 15 0
                                    

"Assalamualaikum." Ucap Aylin begitu panggilan telfonnya tersambung. "Saya Aylin. Guru dan..."

"Aku tau siapa kamu." Potong suara Farzan yang anehnya memberikan debaran sekaligus rasa aneh yang tidak biasa di hati Aylin. "Waalaikumusalam."

Entah bagaimana suara maskulin pria itu mampu membuat Aylin kehilangan kata-kata untuk sesaat. Bukan. Bukan karena rasa shock atau ketakutan seperti yang dirasakan beberapa waktu yang lalu. Tapi lebih karena desiran aneh dalam hatinya yang membuat Aylin ingin segera bertemu dengan Farzan. Mungkin ini lah yang dirasakan para nelayan yang mendengar nyanyian siren atau putri duyung. Kalau memang benar, tidak heran kalau akhirnya kapal mereka karam karena menghantam karam.

Karena itulah ingin rasanya Aylin menampar diri sendiri karena efek yang dirasakannya. Bagaimana bisa dirinya serasa terhipnotis oleh suara Farzan, padahal baru beberapa minggu mereka tidak bertemu? Meskipun akhirnya Aylin hanya bisa menggeleng untuk menyadarkan diri. Karena Aylin akan terlihat aneh kalau dirinya menampar diri sendiri.

"Apa yang kamu inginkan miss Aylin, hingga mau repot-repot menghubungiku? Ada yang bisa kubantu?" Ucap Farzan saat Aylin masih juga terdiam.

Tentu saja Aylin mampu mendeteksi sindiran dibalik kata-kata Farzan. Karena memang Aylin hanya menghubungi Farzan saat ada masalah dengan Gan. Aylin juga sadar kalau dirinya belum sempat berterima kasih atas apa yang sudah dilakukan pria itu untuk rumah neneknya. Sehingga Aylin sama sekali tidak heran kalau pria itu akhirnya menyidir dengan nada manis yang dibuat-buat.

Aylin pun berdehem untuk menormalkan suaranya sebelum memulai kalimatnya. "Sebelumnya saya ingin berterimkasih. Hasil sidangnya sudah saya terima. Terima kasih atas bantuan anda."

Sambil menempelkan telefon di telinganya, Aylin mulai berjalan meninggalkan ruang guru. Aylin tidak ingin ada yang menyalahartikan pembicaraannya dengan Farzan. Meskipun tidak ada yang tau dengan siapa dia berbicara kecuali Dhini. Tapi bukan berarti mereka tidak bisa berspekulasi. Jadi lebih baik mencegah timbulnya masalah sebelum masalah itu terjadi.

Terdapat jeda sesaat sebelum Farzan akhirnya bersuara. "Terima kasih mu diterima dengan syarat berhenti berbicara formal."

Aylin memutar matanya. Farzan memang pria presisten yang tidak kenal menyerah sebelum mendapatkan apa yang dia inginkan. Tentu saja Farzan akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk membuat Aylin berbicara secara kasual padanya.

"Saya tidak begitu peduli apakah ucapan saya diterima atau tidak." Aylin berbicara dengan senyum yang tidak akan dilihat Farzan, karena yakin pria itu akan merasa sebal dengan jawabannya. "Jadi saya akan tetap berbicara dengan formal karena saya adalah..."

"Aku tau kamu gurunya Gan." Farzan memotong dengan nada kesal. "Jadi kenapa kamu menelfon?"

Dengan senyum terkulum karena rasa senang aneh akibat berhasil membuat Farzan kesal, Aylin pun mengutarakan alasannya. "Saya hanya ingin memastikan bahwa anda tidak melakukan tindakan apapun terkait hasil putusan sidang itu pada bibi saya. Saya yang akan membicarakan hal itu secara kekeluargaan padanya."

"Well.... Itu tergantung." Kembali terdengar jeda sesaat yang rasanya disengaja oleh pria itu. "Kemungkinan saat ini Arya dan pengacaraku sedang menuju rumah nenekmu. Jadi itu semua tergantung padamu."

Dugaan Aylin benar. Dan Farzan berhasil membuat Aylin panik. Aylin yakin pria itu sedang mengatakan hal yang sebenarnya. Farzan pasti telah menyuruh Arya dan pengacaranya untuk mengusir bibinya dari rumah neneknya dengan hasil persidangan itu.

"Kenapa harus ada syaratnya?" Aylin mencoba menutupi rasa paniknya. Sambil mengetuk-ketukan kepalanya ke pilar tempatnya bersandar, Aylin berusaha terdengar tenang. "Saya tidak menginginkan hal itu. Karena saya ingin membicarakan semuanya secara kekeluargaan. Jadi seharusnya anda tidak perlu repot untuk mengusir bibi dan sepupu saya dari rumah itu."

BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang