Dua Puluh Sembilan: Orang Ketiga Dari Masa Lalu

239 16 0
                                    

Seharusnya setelah pengakuan diluar nalar Farzan tadi, hubungan Aylin dengan pria itu menjadi lebih baik. Tapi lihatlah sekarang mereka berdua justru saling pandang dengan keras kepala untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Arya sampai harus menghela nafas panjang karena keduanya tidak ada yang mau saling mengalah.

"Tidak bisakah kamu menurutiku tanpa berdebat?" Tanya Farzan sambil memijat lehernya dengan satu tangan.

Aylin tau bahwa pria itu lelah. Aylin juga tau pria itu paling tidak suka ditentang. Tapi bukan salah Aylin kalau dia menolak permintaan Farzan yang tiba-tiba melarangnya masuk apartement dan berpindah ke apartement Farzan lainnya.

"Seperti yang tadi kukatakan. Aku tidak akan pindah tanpa alasan jelas." Tegas Aylin.

"Bukankah lebih baik kalau membiarkan Aylin melihat keadaan di dalam dulu..."

"Keadaan di dalam?" Belum sempat Arya menyelesaikan kalimatnya, Aylin sudah memotong perkataannya. Sementara Farzan menendang tulang kering kaki Arya hingga pria itu menahan umpatan dan mengerang kesakitan.

Di tengah upaya Arya meredakan rasa sakitnya, Aylin akhirnya berhasil menarik kesimpulan. Aylin masih ingat saat Farzan yang menerima telfon dengan earbud nya hampir mengumpat di depan Aylin. Tepat saat mereka berhasil menurunkan Gan yang ngambek sepanjang perjalanan pulang ke rumahnya terlebih dahulu. Setelah mengakhiri telfon yang hanya ditanggapi dengan jawaban singkat itu, Farzan terlihat enggan membawa Aylin ke apartementnya. Sejak saat itulah perdebatan keduanya dimulai. Kalau saja Aylin tidak mengancam akan turun dimana pun mobil Farzan berhenti dan naik taksi sendiri ke penthouse yang ditinggalinya, mereka tidak akan berada di depan pintu penthouse mewah itu dan melanjutkan perdebatan mereka.

Kemungkinan besar Arya lah yang menelfon Farzan. Keengganan Farzan untuk mengantarnya pulang dan perkataan Arya tadi. Semua itu menunjukkan ada sesuatu yang terjadi di dalam tempat yang sekarang ditinggali Aylin itu. Aylin juga yakin bahwa kemungkinan yang terjadi bukanlah sesuatu yang baik.

"Aku akan masuk." Kata Aylin yang berhasil menyelinap saat Farzan sedang memarahi Arya yang kesakitan. Meski Farzan berusaha menariknya. Tapi Aylin sudah terlebih dahulu berhasil memasukkan passcode hingga pintu apartement itu terbuka.

"Berhenti kataku." Farzan kembali berusaha menarik lengan Aylin.

Namun pintu sudah terbuka dan Aylin akhirnya bisa melihat apa yang telah terjadi di dalam penthouse mewah yang ditinggalinya. Meskipun Aylin bukan tipe orang yang rapi. Tapi Aylin masih ingat bahwa pagi ini semua kursi dan meja tetap pada tempatnya. Bukan seperti sekarang dimana beberapa kursi dan meja terbalik. Laci-laci meja terbuka. Bahkan beberapa vas bunga hancur berantakan di lantai. Serta isi bantal-bantal sofa yang berhamburan.

Ingin rasanya Aylin berpikir bahwa baru saja ada gempa bumi yang melanda apartementnya. Tapi tidak ada gempa bumi yang bisa membuat isi bantalan sofa berhamburan. Juga membuat isi laci-laci berserakan dimana-mana padahal laci itu masih menempel pada raknya.

"Apa yang terjadi?" Tanya Aylin tanpa mengalihkan pandangannya dari isi apartement yang berantakan itu. Karena shock Aylin seakan menyuarakan pertanyaan itu dengan tanpa sadar.

Helaan panjang nafas Farzan menunjukkan pria itu menyerah dengan kekeras kepalaan Aylin. Pria itu pun melepaskan lengan Aylin. "Tetap pakai alas kakimu."

Kali ini Aylin mengikuti perintah Farzan tanpa berdebat. Aylin tau pria itu khawatir dirinya akan menginjak pecahan kaca jika berjalan tanpa alas kaki. Bersama Farzan dan Arya mengikuti di belakangnya dan menutup pintu. Aylin mengamati keadaan penthouse yang kacau itu. Hampir semua laci dan lemari terbuka. Tidak hanya bed cover dan Kasur yang tidak berada di tempatnya. Bahkan bulu-bulu angsa dari bantal-bantal empuk itu bertebaran di lantai.

BULANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang