5. Hadiah Dari Kairo (b)

4.3K 366 6
                                    

"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk."
(Q.S Al-Isra : 32)

...

Aku kembali ke tempat tidur, sedangkan Putri menutup pintu. Untung saja tugas sudah selesai, sekarang waktunya beristirahat.

"Kamu pilih aja mau yang mana." Putri melemparkan bungkusan itu kemudian duduk di sebelahku.

"Wahh Put, aku mau warna biru ya." Aku segera mengambil kerudung bunga berwarna biru. Mencoba memakai dan mencocokkan dengan gamis yang kukenakan sekarang.

"Iya, ambil aja. Dasar penyuka biru." Putri mengambil bagiannya kemudian menyimpan di atas nakas.

"Biarin. Oh ya, Tante Bila baik banget Put. Gak kayak kamu." Aku kembali merapikan kerudung. Menggoda gadis itu adalah tujuanku.

"Jadi ceritanya ngehina nih?" Putri kembali duduk di sebelahku sambil membawa bantal.

"Suudzon jadi orang."

"Anak tante Bila juga baik. Eh, maksudnya adiknya, adik ibu juga. Mau aku kenalin gak?" Putri mengedipkan matanya, berusaha menggodaku lagi. Aku menatapnya dengan sinis, gadis ini mulai lagi.

"Apaan sih." Segera kusimpan kerudung biru itu. Mengambil bantal bagianku, berjaga-jaga jika Putri menyerang.

"Aku serius, mau gak dikenalin? Taaruf gitu. Kalian pasti cocok." Putri menoel daguku dan menyemburkan tawa. Selalu saja suka membuat orang kesal, dasar Putri.

"Mulai lagi jodoh-jodohin. Aku gak mau." Aku benar-benar kesal. Sebenarnya sahabat macam apa ini? Gadis itu sepertinya monster yang suka menggoda.

"Beneran gak mau? Nyesel loh. Dia itu tampan, lulusan universitas Kairo lagi. Cuman sedikit cuek doang."

"Satu lagi, ini cara biar bisa move on dari Kak Ardan dan terhindar dari zina." lanjutnya.

Terdiam sesaat ketika nama itu kembali terdengar. Benar juga ucapan Putri, tapi aku tak sejahat itu. Aku tak mungkin menjadikan orang lain sebagai pelampiasan. Taaruf adalah proses pengenalan, berlanjut menuju lamaran dan pernikahan. Rasanya belum siap untuk melangkah sejauh ini.

"Emang siapa namanya?" tanyaku kemudian. Hanya ingin tahu.

"Tadi katanya gak mau, sekarang malah kepo. Hahaha ...." Gadis itu malah menertawakanku. Sepertinya jika aku menderita, ia sangat bahagia. Kenapa Putri selalu bisa membalikkan keadaan.

"Aku cuma tanya doang kali. Kamu aja sampai sekarang jomlo, main jodoh-jodohin orang." Aku mulai mengambil alih permainan, siapa suruh menjodohkan orang. Putri menampilkan senyum misteriusnya, membuatku merinding.

"Ehh, kata siapa? Aku udah punya calon kali," ucapnya penuh dengan tekanan. Aku tak salah dengar 'kan? Setahuku Putri tidak sedang dekat dengan pria manapun.

"Serius?" Aku mendekat. Siapa tahu pendengaranku yang salah.

"Hello, Kemana aja baru tahu? Kamu, sahabat macam apa sih?" Tangannya digerakan ke sana ke mari persis seperti ibu-ibu arisan.

"Gimana mau tahu, orang gak ada yang ngasih tau. Siapa emang?" Aku jadi penasaran dengan orang itu. Siapa yang berhasil meluluhkan hati Putri?

"Jadi calon imamku itu ... kepo!" Aku beneran naik darah. Segera kupukulkan bantal dan mencubit Putri.

"Gak lucu tahu." Aku berpura-pura marah padanya. Biar tahu rasa Putri.

"Oke-oke aku kasih tau." Putri mengembuskan napas dalam-dalam. Wajahnya memerah seperti menahan tawa. Apa Putri malu? Rasanya mustahil gadis seperti itu bisa malu.

"Jadi, calon imamku itu ... Presiden BEM UGM yang hapal 30 juz itu. Hahaha ...." Aku melotot mendengar jawaban gadis itu.

"Ihhh Putri!" Menggelitik Putri adalah cara terbaik, aku sangat kesal. Sementara gadis itu malah tertawa terbahak-bahak.

"Ucapan itu adalah doa, siapa yang tahu kalau Allah sudah berkehendak." Putri dengan gaya selangitnya terus-terusan berkata.

"Gak usah kejauhan juga kali."

"Kenapa enggak? Secara aku ini cantik, baik hati, dan smart. Jadi cocok sama dia." Benar dugaanku, Putri sangat percaya diri. Untung ia sahabatku. Kalau tidak sudah kubuang jauh-jauh.

"Emang kamu hapal 30 juz?" Aku membalikkan pertanyaannya. Bukan sadar, gadis itu malah semakin menampilkan senyum aneh.

"Jangan ditanya lagi. Gini-gini, aku hapal juz 30 doang." Putri tertawa terpingkal-pingkal, ingin kurobek mulutnya.

"Subhanallah. Ya Allah, sahabat macam apa yang kau berikan padaku?" Aku segera menutup wajah, benar-benar tak ingin melihat wajah menjengkelkan itu. Rasanya malam ini, aku ingin hancurkan kamarnya.

"Kamu itu beruntung Nadin. Orang lain harus ngantri dulu buat jadi sahabat aku." Lagi dan lagi. Putri terus saja mengoceh membuatku makin ingin menyumpal mulutnya dengan kaos kaki.

"Gak tahu, gak denger." Menutup telinga berharap gadis itu diam. Lebih baik aku tidur sebelum Putri kembali membuatku naik darah.

"Man Jadda Wajada, tunggu aja. Aku akan kejar hapalan kamu." Putri mendekat dan tidur disebelahku. Gadis itu memang mempunyai tekad yang kuat.

"Aamiin, jangan lupa sebelum tidur baca doa dulu." Aku mengingatkan Putri sebelum ia ketiduran. Sebagai seorang muslim, mengikuti sunnah adalah sebuah anjuran.

Rasulullah saw menganjurkan umatnya dan beliau selalu berpesan pada putrinya, saidatina Fatimah r.a agar tidur dalam keadaan suci (mempunyai wudu), membaca surat-surat pendek, salawat, istigfar, zikir, dan membaca doa.

"Siap, Nadin cantik."

Satu Doaku, Cinta [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang