"Jangan menjelaskan dirimu kepada siapapun, karena yang menyukaimu tak butuh itu dan yang membencimu tak percaya itu."
-Ali bin Abi Thalib R.A-...
"Nadin! Kamu serius kan?" Teriakannya membuatku mau tak mau harus menutup telinga. Sepertinya salah bercerita pada gadis ini.
"Terus siapa namanya?" Putri sangat antusias mendengarkan lanjutan ceritanya. Setelah berjingkrak-jingkrak tak karuan, ia kembali duduk di ranjang sebelahku.
Malam ini, aku menginap di rumah Putri sekalian mengerjakan tugas bersama. Seperti biasa, setiap malam minggu aku selalu menginap di rumah Putri atau sebaliknya.
"Aku gak mau kasih tahu. Kamu berisik, Put." Aku masih menutup telinga, rasanya akan pecah saja. Gadis itu selalu saja heboh dan aneh.
"Ayo dong, pelit banget jadi orang."
"Hah? Pelit?" Aku bingung apa yang gadis itu ucapkan. Selalu saja ambigu, untung saja dia sahabatku.
"Iyalah, kamu pelit cerita. Kalau aku jadi hantu penasaran gimana?"
"Biarin, kamu ini yang jadi hantu bukan aku." Putri melotot mendengar jawabanku. Mau tak mau membuatku tersenyum geli.
"Jahat banget sih. Kalau gitu kita putus." Mulai lagi. Putri mengerucutkan bibir, wajahnya terlihat kesal.
"Alhamdulillah, akhirnya aku terbebas dari mak lampir." Aku kembali menggodanya. Hari ini giliranku membuatnya kesal, inilah pembalasan.
"Nadin! Aku ngambek nih." Putri memunggungiku, tak lupa wajahnya semakin memerah karena kesal. Aku tak mampu lagi menyembunyikan tawa. Putri sangat lucu jika marah.
"Ngambek aja. Lagian itu gak sengaja, aku gak kenal pria itu, Put." Setelah mendengar jawabanku, gadis itu langsung berbinar. Ia membalikan badan dan kembali antusias.
"Ehhh ucapan itu doa tahu, gimana kalau kalian nanti beneran taarufan terus nikah deh." Benar apa kataku. Putri kembali dengan sipat bawelnya.
"Enggak mungkin, dia udah punya keluarga," jawabku datar. Entah kenapa aku jadi sedikit kecewa.
"Hah? Maksudnya udah punya istri dan anak?" Aku kembali menutup telinga. Gadis itu berteriak lagi.
"Gak tahu juga sih. Cuman waktu joging, aku lihat dia sama anak kecil." Aku kembali sedikit menjelaskan.
"Palingan itu anak tetangga."
"Ngaco kamu, Put." Aku memukul Putri dengan bantal. Bisa-bisanya pikiran itu yang ada di otaknya.
"Bisa jadi tahu. Dia nyulik anak tetangga, biar gak dikira jomblo." Aku segera meraba kening Putri. Siapa tahu otaknya sedang bermasalah.
Tok tok tok.
Suara ketukan di luar pintu menghentikan aktivitasku. Putri segera turun dari ranjang dan melangkah pergi membukanya.Ceklek.
Pintu terbuka dan menampilkan sosok tak kukenal."Ehh Tante, kirain ibu. Ayo masuk Tan." Putri membawa masuk wanita paruh baya itu. Aku segera menghampiri wanita yang mungkin adalah tantenya Putri.
"Ini siapa Put? Tante baru lihat?" Wanita itu menatapku sambil memamerkan senyum.
"Kenalin Tan, sahabat Putri. Baru aja ke rumah sehabis magrib jadi gak ketemu tadi."
"Assalamualaikum. Aku Nadin, Tante." Aku menyalami dengan sopan.
"Waalaikumsalam Nadin. Nama tante Nabila, panggil aja tante Bila."
"Tante ke sini cuma mau kasih ini, tadi kelupaan," lanjutnya kemudian memberikan bungkusan kotak itu pada Putri.
"Makasih Tante Bila yang paling cantik sedunia." Putri memeluk tante Bila.
"Kamu ini, Put."
"Putri emang gitu Tante." Aku ikut bersuara. Melihat keduanya tampak serasi.
"Kebetulan kerudungnya ada dua, jadi satu buat Putri satu buat Nadin. Semoga kalian suka."
"Makasih Tante, jadi gak enak." Tante Bila sangat baik. Baru saja bertemu dengannya, ia sudah memberiku kerudung.
"Gapapa Nadin. Minggu kemarin anak tante baru pulang dari Kairo. Dia beli kerudung buat tante, tapi tante udah tua gak cocok pake ini."
"Kata siapa? Tante masih cantik tahu." Putri mengacungkan jempol, setuju dengan apa yang kuucapkan.
"Kalian ini sama saja, suka berlebihan memuji orang. Kalau gitu tante pulang dulu."
"Cepet banget pulangnya. Princess sama pangeran kodok mana?" Putri kembali mengerucutkan bibir. Sipatnya memang tak pernah hilang.
"Kamu ini, Put. Mereka ada di mobil. Tante pulang ya, Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Aku dan Putri menyalami tante Bila sebelum ia keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Doaku, Cinta [Selesai]
Spiritual"Aku mau mengkhitbah Mala." Jatungku berdebar hebat mendengar kalimat menyesakkan itu. Ada sesuatu yang menyayat hati membuat rasanya semakin berdesir perih. Hanya dengan beberapa kata, hatiku hancur lebur. Aku yang mencintainya dalam diam harus men...