"Sekarang aku mengerti rumus patah hati yang sebenarnya, yaitu ketika kenyataan tidak sesuai harapan maka hasilnya adalah kekecewaan."
...
Aku benar-benar tidak menyangka. Hari yang merupakan akhir dari semua proses ini telah tiba. Tidak pernah kubayangkan sebelumnya, perihal hidup yang telah kujalani.
Beberapa dari kami berdiri di posisinya. Riuh semakin menggema disertai tepuk tangan yang terdengar. Pria dengan jubah hitamnya berjalan mendekat, memberikan buket bunga kepada masing-masing dari kami.
Sekali lagi, tepukan kembali terdengar bersamaan dengan perpindahan toga dan pemberian sebuah gulungan hitam yang berisikan tanda bukti kelulusan. Aku tidak akan melupakan hari ini. Di mana bahagia tampak jelas di wajah-wajah seangkatanku.
Setelah selesainya, langkahku semakin cepat menghampiri beberapa orang paruh baya dan gadis yang duduk di barisan ke dua. Kursi kebesaran kami sebagai mahasiswa tentunya.
Bersama toga hitam melekat di kepala, aku memeluk ayah dan bunda. Menyuarakan kebahagiaanku. Kami saling berdiam dalam haru. Aku benar-benar tidak akan melupakan jasa mereka dalam hidup. Mereka adalah yang terbaik, hari ini dan selamanya.
"Selamat sayang, bunda sangat bangga. Anak bunda hebat." Aku masih memeluk wanita yang telah mengandung selama sembilan bulan. Rasanya tidak bisa kuungkapkan dengan kata-kata, aku sungguh bahagia.
"Anak ayah memang yang terbaik. Tetap selalu seperti ini ya nak, ayah akan selalu mendukung keputusanmu." Tatapanku beralih, pada sosok yang kini tak lagi muda.
Aku berhambur ke pelukannya, tubuh itu tidak lagi setegap dulu. Namun, hatinya tetap sekuat karang di lautan. Bahkan keriput itu menjadi bukti perjuangannya sebagai kepala keluarga. Meskipun dengan banyak pekerjaan, ia tetap hadir di sini.
Tidak lupa aku menyalami orang tua Putri yang turut hadir, tante Nabila dan si kecil Zahira juga. Hari ini akan benar-benar jadi hari yang indah.
Meskipun hanya beberapa menit saja karena setelahnya baik ayah, bunda, dan orang tua dan keluarga Putri pamit lebih dulu. Menyisakan aku dan gadis itu yang memilih untuk tetap di tempat ini, sekedar bernostalgia.
"Selamat, cantikku. Kamu paling the best sedunia." Gadis itu masih memeluk erat, tidak memperdulikan orang-orang di sekitarnya.
Acara memang telah berakhir beberapa menit lalu. Namun, gadis itu masih enggan beranjak dari tempatnya. Mungkin karena ingin menghabiskan waktunya di tempat ini. Sebelum nanti benar-benar pergi.
"Alhamdulillah, aku juga gak nyangka. Makasih selalu ada bersamaku." Putri mengangguk cepat, melepaskan pelukannya dariku.
"Kamu juga the best, Put. Congratulation, bagiku kamu adalah yang terbaik." Aku dapat melihat perubahan pada gadis itu. Irisnya berkaca-kaca membuatku tidak bisa menahan haru.
Kami menghabiskan beberapa menit dengan kembali menyuarakan bahagia. Memeluk erat dalam keheningan. Kadang tidak semua rasa bisa diungkapkan bukan? Namun, dirasakan.
Setelahnya kami tertawa, entah karena apa. Lebih jelasnya mungkin karena mentertawakan tingkah masing-masing. Seperti akan terpisah jauh, padahal kami masih bisa bersama meski tidak lagi berada di dunia perkuliahan.
Putri mengambil piala yang ada di tangannku. Dengan cepat ia mengangkat ponselnya, dalam beberapa detik cahaya menyilaukan mataku. Kenangan baru telah terpotret dalam bingkai dan hatiku, sesuatu yang akan menjadi sebuah cerita di masa tua nanti.
Sejujurnya aku tidak pernah menyangka akan ada di posisi seperti ini. Menjadi salah satu dari tiga mahasiswa dengan nilai terbaik dan predikat cumlaude. Belum lagi jika melihat dalam beberapa bulan ini, telah banyak hari kulewati sia-sia hanya dengan memikirkan seseorang.
![](https://img.wattpad.com/cover/206552140-288-k454383.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Doaku, Cinta [Selesai]
Espiritual"Aku mau mengkhitbah Mala." Jatungku berdebar hebat mendengar kalimat menyesakkan itu. Ada sesuatu yang menyayat hati membuat rasanya semakin berdesir perih. Hanya dengan beberapa kata, hatiku hancur lebur. Aku yang mencintainya dalam diam harus men...