SOULMATE.

25 6 0
                                    

Happy Reading😙

                        

"Lo nggak usah buru-buru man,masih ada satu bulan. Tapi inget,lo harus jalanin apa yang udah gue perintah oke boy?"

Orang yang sedang di telfon mendengus." Lo nggak udah banyak bacot! Kita liat aja nanti."

Lalu sambungan terputus. Apapun caranya ia harus menyelasaikan masalah ini secepatnya.

                        

●°SOULMATE°●

"Dari mana saja kamu Mahesa? Jam segini baru pulang! Nggak punya jam kamu?"

Mahesa berdecih lalu melirik sinis. Ia sama sekali tak menghirau kan suara yang mengintrupsi langkahnya. Ia tetap berjalan menaiki tangga.

"Mahesa! Papi belum selesai ngomong,hei!" Sang Ayah berteriak kepada sang anak. "Kalo kamu tetep nggak mau dengerin  Papi,terpaksa Papi bakal cabut semua fasilitas yang Papi beri sama kamu."

Mahesa menghentikan langkahnya di langkah ketiga,lalu menoleh tersenyum sinis. "Terserah. Mahesa nggak butuh itu. Bahkan Papi mau usir Mahesa juga nggak masalah."

"Kenapa kamu jadi seperti ini! Papi nggak pernah ngajarin kamu buat pulang selarut ini. "

Haha lucu. Bahkan Mahesa ragu dengan kata mengajarkan. Pernahkah?
Dia tersenyum sinis.

"Kapan yah Papi ngajarin Mahesa?  Bahkan Papi nggak pernah ada waktu buat ngajarin Mahesa? Lupa? Maklum sih udah bau tanah."

Sang Ayah mendelik tajam pada sang anak. Kenapa anaknya bisa jadi berandal seperti ini? Ia rela pulang meninggalkan pekerjaannya hanya untuk mencurahkan rasa rindunya pada sang anak. Namun apa yang dia dapat?

"Oh iya btw. Jalangnya mana nih? Kok nggak di bawa? Lagi layanin Cowok lain yah? Kasian." Mahesa menampakan raut sedih lalu menggeleng kan kepalanya pelan.

"Jaga bicara kamu Mahesa! Dia calon Mami kamu!" Kilatan amarah terpancar dari wajah Sang Ayah. Tangan nya terkepal. Tak menyangka anak nya bisa sekurang ajar ini." Papi bakalan nikah satu bulan lagi." Lirihnya.

Ada rasa sedikit terkejut dalam diri Mahesa sekaligus kecewa. Bahkan Papi nya baru mengatakan hal sepenting ini pada dirinya. Seharusnya Papi nya harus meminta persetujuan darinya. Mahesa tersenyum kecut,namun samar.

"Wow,turut berduka atas pilihan Papi." Mahesa menampakan ekspresi seolah olah terkejut dengan menutup mulutnya denga satu tangan."Yaudah sih yaa,lagian kalo Mahesa larang Papi bakal tetep nikah kan? Jadi nggak usah repot-repot ngasih tau Mahesa,toh Mahesa juga nggak bakal peduli." Lalu melangkah kan kaki nya menuju kamar.

Sang ayah berdiri mematung kemudian tersenyum kecut. Ada apa dengan anaknya? Benar-benar orang tua tidak berguna. Bahkan keadaan anaknya saja ia tidak tau.

Disisi lain.

Seorang gadis sedang duduk di antara ramainya kafe malam itu. Duduk di pinggir jendela adalah pilihan gadis itu. Adelia memfokuskan pandangannya pada jalan raya yang tampak sedang basah yang di sebabkan oleh rintik hujan.

Adelia menghirup nafas dalam-dalam. Ia suka bau hujan,baginya aroma hujan sangat menenangkan. Membuat hatinya sedikit tenang. Setelah membeli beberapa buku Adelia memutuskan mampir ke sebuah kafe terdekat untuk menyegarkan fikiran nya sekaligus menghindar dari guyuran hujan.

Adelia menyeruput macalate nya pelan-pelan sembari menhirup aroma maca yang sangat menenangkan. Kemudian bunyi lonceng kafe terdengar di area indra pendengaran gadis itu. Refleks Adelia menoleh hendak melihat siapa pengunjung yang datang. Terlihat seseorang dengan pakaian sedikit basah akibat guyuran gerimis berlari kecil menuju kasir.

Adelia tampak seperti mengenali orang itu. Ah,dia tau,itu si muka datar. Namun kini Angkasa tampak berbeda mungkin karna tidak memakai seragam sekolah. Terlihat lebih tampan pikirnya. Tanpa pikir panjang Adelia mengangkat tinggi satu tangannya lalu meyerukan nama Angkasa.

Cowok itu menoleh. Lalu menatap Adelia sejenak setelah itu langsung melengos. Adelia mengerutkan kening. Apa Angkasa tak mengenalinya? Atau lupa? Namun Adelia tak menhiraukan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam otaknya. Adelia kembali menyerukan nama Angkasa,kali ini lebih keras. Namun Angkasa masih enggan untuk mendekat. Adelia mendengus.

Terlihat Cowok itu meyapukan pandangannya pada sekeliling kafe yang sangat ramai,lalu mendesah pelan. Adelia yang melihat itu pun langsung ikut menyapukan pandangannya. Sedetik kemudian ia tersenyum manis.

Benar saja,semua kursi sudah di isi oleh semua pengunjung kafe. Dengan senyum manisnya Adelia kembali memanggil Angkasa. "Angkasa! Sini!"

Angkasa kembali mendesah pelan. Apa boleh buat? Mau tidak mau ia harus duduk dengan Adelia,jika tidak ia harus rela basah terkena air hujan.
Kakinya melangkah mendekat ke arah gadis itu. Sementara Adelia masih setia menampakan senyum manisnya.  Angkasa duduk tepat di hadapan Adelia.

"Hai Angkasa! Kenapa tadi di panggil nggak jawab?" Tanya Adelia heran.

Angkasa melirik gadis di depannya. "Nggak denger." Balas nya dengan ekspresi datar.

Adelia mengerutkan kedua alisnya bingung. Perasaan tadi manggilnya udah kenceng deh. Batinya. Namun gadis itu langsung menggelapkan kepalanya. Adelia mengalihkan pandangannya kepada pesanan Angkasa. Kemudian beralih menatap Cowok di depan-nya.

"Wah,pesanan kita sama! Jangan-jangan jodoh nih." Adelia malah cengengesan."Oh iya,btw gue mau nanya nih boleh nggak? Pasti boleh lah ya?" Padahal Angkasa ingin menjawab tidak.

"Gue penasaran. Kenapa lo kemana-mana pasti sendiri,emang nggak ada temen?" Tanya nya.

Angkasa menatap Adelia datar. "Emang ada yang mau temenan sama orang miskin?" Adelia mengerutkan kedua alisnya.

"Masa sih nggak ada temen?" Angkasa mengangkat bahunya acuh.

Adelia tersenyum manis." Kalo gitu gue mau jadi temen lo!"

Angkasa menoleh terkejut. Apa-apa an ini? Ia sengaja berkata seperti itu agar gadis itu tidak mendekatinya lagi tapi kenapa malah salah sasaran. Sial.
Angkasa mencoba untuk bersikap tenang,masih dengan wajah datar Angkasa berucap." Kenapa lo mau temenan sama gue?"

Adelia kembali tersenyum." Karna gue mau."

Angkasa berdecih. Alasan macam apa itu? Benar-benar tidak masuk akal. Angkasa tidak peduli apa yang di katakan gadis itu,ia masih setia menyeruput minumannya.

"Awal pertemanan kita,alangkah baiknya di awali dengan tukaran nomor HP dulu. Boleh minjem HP lo?"  Tanya Adelia. Tanya terangkat hendak menerima ponsel dari Angkasa.

"Emang gue mau temenan sama lo?" Ucapan Angkasa berhasil membuat Adelia cemberut. Bibirnya mengerucut.

"Harus mau! Titik!" Katanya tak terbantahkan.

Angkasa menyeringai." Gue orang miskin. Rumah gue kecil,kumuh. Nggak pantes buat tempat main lo."

Adelia mengerutkan kening. Terus apa masalahnya? Ia tak peduli sebesar apa rumah temannya atau semewah apa rumah temannya,yang ia pentingkan yaitu rasa solidaritas dalam pertemanan. Sudah itu saja. Angkasa kembali berucap,membuat gadis itu kembali terfokus padanya.

"Dan satu lagi. Gue nggak punya duit buat bayarin lo makanan enak. Paling-paling krupuk. Itu juga makanan sehari-hari gue."

Bagus Angkasa. Dengan ini dia pasti bakal percaya dan nggak akan pernah mau temenan sama lo,jangan kan temen deket-deket sama lo mungkin nggak akan pernah lagi. Batin-nya. Namun perkataan tak terduga dari Adelia seketika membuat Angkasa melebarkan matanya. Terkejut.

"Nggak papa kok. Gue kan mau temenan sama lo,bukan mau minta makan. Santai aja." Adelia tekekeh melihat ekspresi Angkasa. Kemudian kembali berucap." Lagian lo juga lagi di kafe mahal loh." Ucapan Adelia kembali membuat Angkasa mati kutu.

Sial.

May_Lee.

SOULMATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang