chap 6 - tragedy (비극)

912 157 11
                                    

TRAGEDY (비극)

-

September 5.

Taehyun memasukkan beberapa buku ke dalam tasnya. Dia memang sengaja mengosongkan lokernya, selain karena terlihat lebih berantakan karena beberapa kertas di sana. Taehyun juga ingin segera saja pergi dari tempat ini. Sebenarnya, sekolah ini bagaikan penjara. Tiap hari, Taehyun merasa kebenciannya makin di ambang batas. Jika saja Taehyun dapat mengatakan langsung kepada Ibunya soal bagaimana tidak ramahnya orang-orang di sini, atau bagaimana mereka menatap Taehyun dengan tatapan meremehkan, mungkin Taehyun akan dapatkan kesempatan untuk pergi.

"Hei," Taehyun terkesiap mendapati seseorang menepuk bahunya pelan. Beomgyu tersenyum miring. "Kau sibuk?"

Taehyun sontak menutup pintunya kemudian memandang bingung. "Ada apa?"

"Ah, bukan hal besar.." Beomgyu menatap sekitar kemudian menatap Taehyun lagi, lurus. "Di belakang sekolah, ada kedai ramyun yang lezat. Aku baru mengunjunginya dua hari yang lalu, mau mampir denganku?"

Taehyun sontak saja mengerjap untuk beberapa saat. Jadi mereka teman sekarang? Pertanyaan itu langsung mencuat begitu saja di otaknya. Taehyun merasa kehilangan suara karena masih syok untuk beberapa saat, membuat Beomgyu menggaruk tengkuknya kikuk. "Well, kurasa kau tidak suka ramyun, baiklah, bagaimana dengan ..."

"Oke, aku akan menunggumu di gerbang belakang."

Senyuman Beomgyu langsung terbit dalam waktu cepat. "Setuju." Ia pun menepuk bahu Taehyun lagi dan melenggang pergi setelah mengetatkan ranselnya. Taehyun terus memperhatikan sosok tersebut dan ikut tersenyum.

*

Oktober. 8

Taehyun berdiri di tengah lapangan yang sepi tersebut. Seusai mendatangi rumah duka, dia benar-benar tidak tahu perlu ke mana lagi. Sekolah tengah diliburkan karena masih ada perbaikan yang serius. Taehyun menerobos gerbang untuk memandangi bagaimana sisa-sisa puing kebakaran. Dia membawa satu bunga lily pucat di tangannya kemudian merasa matanya memanas.

"Taehyun-ssi, kita teman kan?"

Taehyun mengembuskan napas berat. Masih hangat di ingatannya bagaimana Beomgyu tertawa lepas sewaktu mereka makan ramyun bersama, bagaimana mereka berbagi tawa, atau bagaimana Beomgyu berlarian dengannya untuk kabur dari kelas Olahraga yang menyusahkan tersebut. Taehyun bahkan ingat Beomgyu yang tersenyum kepadanya dan dengan binar hangat menawarinya untuk pulang bersama sekalian mereka berbagi cerita.

"Kau pergi lebih dahulu, Beogmyu-ssi. Curang sekali," ujarnya getir. Taehyun menunduk turun, kepada lapangan yang masih penuh debu pekat, kepada ingatannya di waktu kejadian tersebut. "Aku sudah panggil namamu." Taehyun mengusap air matanya kasar kemudian menaruh lily tadi sebelum ada petugas sekolah yang melihat. Taehyun tidak datang di hari berkabung yang dilaksanakan Jumat kemarin, karena, dia masih sulit untuk mencerna seluruh kejadian yang menimpanya. Atau bagaimana Beomgyu dinyatakan meninggal dalam peristiwa tersebut dan namanya tertoreh di beberapa laman media, surat kabar, bahkan pembicaraan dari mulut ke mulut.

Anak yang malang.

Dengan langkah gontai, Taehyun keluar dari area sekolah. Langit tidak begitu bersahabat, entah mengapa, Taehyun tetap berjalan enggan untuk menghentikan taksi atau menunggu bus. Setengah hampa, setengah kosong, hatinya benar-benar timpang di tempatnya. Berpakaian hitam, Taehyun ingat bagaimana wajah kedua orang tua Beomgyu yang luar biasa terpukul itu. Anak mereka satu-satunya. Yang aneh adalah Taehyun tidak tahu di mana sosok Pak Choi berada atau bagaimana sepatutnya sosok itu hadir untuk sekadar menguatkan kedua orang tua Beomgyu. Apakah ada hal yang lebih penting daripada acara berkabung itu? Taehyun pun tidak paham.

"Perbaikan akan berlangsung dalam beberapa hari, Tuan. Kemungkinan aktivitas sekolah akan terganggu, tapi kami tetap akan melakukan yang terbaik," lapor salah satu petugas dan Taehyun menghentikan langkah.

Pak Kim mengangguk kemudian berbicara dengan rekan di sebelahnya. "Kita akan tetap melaksanakan mengajar, bagaimana pun juga, akan ada hari untuk berkabung demi menghormati keluarga korban ..." Pak Kim menoleh dan tertegun mendapati Taehyun sedang memperhatikan. Sosok itu menepuk rekannya kemudian melangkah ke dekat Taehyun. "Kau .. di sini? Apa yang kau lakukan, sekolah masih libur—"

"Anda melihat Pak Choi?"

"Uh? Mengapa kau bertanya kepadaku?" Pak Kim mengedarkan pandangan. "Tidak, dia tidak di sekolah. Di rumah duka, bukan?"

Taehyun menggeleng. "Aku tidak melihatnya. Aku sudah di sana beberapa hari terakhir ini untuk membantu," ujarnya. "Apakah dia tidak memberi kabar?" Pak Kim hanya emnggeleng pelan. Taehyun pun membungkuk. "Baik, saya pamit .."

"Tunggu, Taehyun-ssi."

"Ya?"

"Apa tidak ada pesan yang Beomgyu sampaikan kepadamu. Soal apapun?" tanyanya hati-hati. Dari ekspresinya terlihat bahwa dia setengah menyesal menanyakan hal tersebut. "Maaf menyinggung hal itu, hanya saja, Beomgyu dekat hanya denganmu. Aku terus memperhatikank laina. Mungkin saja—"

"Kalau dia tahu hal ini akan terjadi, dia pasti tidak akan sampai menuliskan surat sebegitu putus asanya seperti yang kau pikirkan. Beomgyu pasti akan pergi menyelamatkan dirinya terlebih dahulu daripada memikirkan hal-hal yang semacam itu," tegasnya."

"Ak ... aku hanya ..."

Taehyun membungkuk lagi. Siapa yang tahu peristiwa kebakaran akan terjadi hingga setengah gila menuliskan surat perpisahan? Taehyun mendecih kemudian berjalan cepat, akhirnya, menghentikan taksi yang lewat. Tidak ada yang waras.

[]

MAGIC  (마법) | txtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang