chap 10 - fire (불타오르네)

749 146 16
                                    

CHAPTER 10

FIRE (불타오르네)

|

Oktober 1

Mungkin ini agak gila, tapi Yeonjun benar-benar gemas. Dia ingin memanjat di pagar sekolah setelah ini. Apalagi seragam baru yang dipaksakan untuk tubuhnya, maupun sepasang sepatu hitam yang sudah dihadiahkan dengan ganjil. Apakah ini bentuk penyonggokkan terselubung? Agak Yeonjun teap bersekolah? Crap. Payah.

Menjaga booth terdengar bagai mimpi aneh yang akan membuat Yeonjun gusar setengah mati. Bibirnya terasa masam dengan lidah pahit, dia butuh sebatang rokok di tiap pagi. Setidaknya, asap-asap tersebut bisa membuatnya lebih sadar dan terjaga.

"Kalau kau bolos lagi, aku akan memotong kakimu!"

Yeonjun hanya mendecih kasar mengingat kejadian tadi pagi. Ia yang pergi tanpa sarapan kemudian membanting pintu rumahnya. Dia menyipitkan matanya karena matahari yang mulai terlihat. Pagi itu, menyampirkan satu tali ranselnya di bahu, dia mulai berjalan ke dekat halte. Sejak kemarin, mood-nya benar-benar anjlok. Sekarang dia tidak terpikirkan apapun selain ingin kabur jauh-jauh dari rumah—ah, tidak, itu bukan rumah. Neraka.

Setibanya, di sekolah pun ada banyak sekali siswa. Semuanya asing, jadi Yeonjun tidak banyak melakukan apapun dan mendekati booth yang masih kosong. Menurut kabar, dia akan berjaga bersama si mengesalkan berwajah tengil itu; Choi Beomgyu. Yeonjun berdecak sengit, setelah duduk penuh kebosanan, kemudian lebih memilih untuk keluar dari bangunan sekolah karena mulai dipadati banyak orang. Kemudian, dia pun menepi ke bangunan tidak jauh dari sekolah. Dia merogoh ranselnya, menemukan pemantik dan rokok siap dijepit di celah bibirnya yang sempit.

*

*

Oktober 1

Beomgyu mengatur napas. Di hadapan cermin, dia merapikan rambut dan seragamnya. Sebagian murid senang dengan hari ini karena tidak ada pembelajaran layaknya biasanya. Berbeda dengannya, yang merasa resah tanpa sebab. Taehyun sudah jelas-jelas mengatakan akan menggantikan posisinya di booth. Tapi, itu seperti melempar tanggung jawab begitu saja. Beomgyu benci dengan fakta ia patut dikasihani.

"Kau tidak sarapan, Beomgyu-ya?" tegur Ibu sewaktu Beomgyu sudah keluar dari kamar kemudian bergegas mengenakan sepatunya. Dia terduduk dan menggeleng. "Kalau begitu bawalah bekal."

"Aku tidak akan lama, Eomma."

Ibu mengerutkan dahinya. "Apakah acaranya hanya sampai siang?" Namun, Beomgyu tidak menyahut. Ketika Ayahnya memanggilnya, Beomgyu sudah berjalan keluar pintu rumah mereka dan menegakkan bahunya. Sejak semalam, Beomgyu tidak tidur, dia merasa bahwa hari ini akan ada kejutan tidak terkira. Dia melewati mobil Ayahnya, menyaksikan bibirnya pucat maupun matanya yang berkantung hitam. Sebagian anak nampak khawatir akan penampilan mereka; Beomgyu sudah bersyukur dia masih dapat bernapas dan pergi ke tempat itu. Padahal, jiwanya sudah babak belur tanpa bentuk dari waktu ke waktu.

Tidak ada yang memahami itu.

Beomgyu sempat teringat buku pemberian Hueningkai. Aneh juga, karena dia justru terjaga karena buku tersebut semalam suntuk padahal membuka buku pelajaran saja butuh segenap energi dan tekad yang bulat. Kau pikir itu nyata? Magic Island?

*

*

Oktober 1

Sirine tersebut berdengung mengumandangkan celaka, celaka, celaka. Taehyung kalang kabut bersama dengan yang lain, bahkan dia khawatir akan terjerembab kemudian berakhir terinjak-injak. Ada pengumuman di pengeras suara namun terhalau dengan bunyi sirine sedangkan asap mulai mengepul pekat tanpa celah. Taehyung terbatuk keras, hampir kehilangan napasnya kemudain berusaha untuk membelah pekat demi pekat asap yang mengelilingi.

"Choi Beomgyu!"

Pungung tegap itu justru menjauh bersama dengan suara yang makin membengkakkan gendang telinganya. Taehyung menjerit dengan tenggorokan yang terjepit oleh panas. "Beomgyu! Kau mau ke mana?" Ia merasa matanya panas karena debu dan beberapa percikan nyala api di sekelilingnya. Taehyun hampir yakin dia akan pingsan karena paru-parunya bernapas kepayahan sedangkan tangannya menggapai dengan putus asa.

"Taehyun, aku menghargaimu. Sangat. Tapi masalahnya adalah bukan kau maupun orang lain. Masalahnya adalah diriku sendiri."

"Apa yang kau rencakan sekarang?"

Taehyun tersaruk-saruk, berusaha mengumpulkan sisa kekuatan meskipun tubuhnya sudah terjalar oleh hawa panas yang makin kuat. Ia merasa air matanya mengalir tanpa dapat dicegah. Seseorang menabraknya kemudian merangkulnya yang kepayahan.

"Ya! Sadarlah!"

"Beomgyu ..."

Soobin menggeleng keras. "Kau tidak bisa membunuh dirimu sendiri! Apa yang kau katakan?!" Akhirnya, dia menaruh tangan Taehyun di sekitarnya, berusaha untuk memapah sosok tersebut meskipun mereka semua sudah terkepung dengan bara serta atap-atap yang runtuh dengan mengerikan dan mendadak.

*

*

Oktober 1

Hueningkai mengenggam tangan Beomgyu kemudian melirik dengan wajahnya yang kaku. "Kau serius ingin melakukannya? Kau tidak takut kehilangan banyak hal?" tanyanya dengan parau. Dia menatap sekitar kala api-api tersebut makin berkobar.

Beomgyu tersenyum miring. "Apa yang aku miliki memang?"

"Teman-temanmu! Sekolah! Kau punya orangtua yang menyayangimu—"

"Aku tidak merasa bahagia karenanya. Dan ... kau tidak perlu khawatir, ini bukan salah siapa-siapa. Ingat Magic Island? Aku hanya ingin pergi."

"Beomgyu hyung!"

Sosok tersebut sudah mendorong pintu api tersebut, kemudian tenggelam dalam kobaran api yang lebih besar. Hueningkai hendak mengapainya, cukup putus asa, namun ketika ia merasakan udara panas yang melepuhkan kulitnya dan membuatnya menahan lukanya, dia benar-benar tercenung dan menahan jeritannya. Dilihatnya, satu sosok lain sudah kepayahan di pojok ruangan tanpa bisa bernapas maupun menoleh kepadanya.

"Tolong aku ..." kata Yeonjun dari kejauhan. Hueningkai sejenak ragu apa yang harus dia pilih. Beomgyu atau ... Yeonjun?

Ketakutan terbesarku bukan saat seseorang meninggalkan kehidupan. Ketakutanku justru ketika kehidupan meninggalkan seseorang. Dalam mata mereka yang segelap malam, aku tidak dapat mendeteksi di mana harapan itu lagi.

Aku kehilangan.

[]

MAGIC  (마법) | txtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang