chap 25 - trapped in the magic (마법 속에 갇히고파)

311 66 4
                                    

CHAPTER 25

TRAPPED IN THE MAGIC

(마법 속에 갇히고파)

|

시간아 멈춰줘
Time, please stop

세계의 경계선 그 틈에
In that gap of the world's borders

너와 나를 남기고파
I want to leave u & I behind

개와 늑대의 그 시간에
At the time of the dog & the wolf

마법 속에 갇히고파
I want to be trapped in the magic

- Blue Hour, TXT

Nov 13.
Blue Hour Time

Mungkin Tuhan akhirnya bermurah hati.

Taehyun masih setengah ragu. Dia pun berjongkok lalu mengulurkan tangannya. Sekali dua kali sampai ketiga kali memaksakan diri, akhirnya, dia menggapai bahu setengah miring tersebut. "Beomgyu, bangun .." bisiknya gemetaran. Tentu saja, gemetaran. Bayangkan, sosok ini sudah hangus ditelan api sebulan lalu, bahkan namanya terus menjadi pemberitaan utama di sekitar sini. Tidak hanya itu, keluarga besar Beomgyu sangat terpukul dan mungkin masih bersedih karena kehilangan sosok berharga mereka. "Beomgyu."

Soobin ikut memperhatikan, begitupun Kai yang begitu tegang di tempatnya. Pasalnya, mereka jadi sama meragukan penglihatan mereka—Beomgyu dalam keadaan seperti yang mereka ingat dan masih sesegar di ingatan mereka. Bukan sosok yang jasadnya telah jadi abu.

"Hm .." Beomgyu mengangkat kepalanya, agak berat. Sejenak, dia berusaha memfokuskan pandangannya meskipun ketiga bayangan besar itu masih mengabur. Pemuda itu butuh seperkian detik untuk bangkit terduduk, memengangi tangan dan sisi bahunya yang agak pegal. "Taehyun?"

"Kau kembali." Taehyun gagal mengekspresikan dirinya. Dia langsung saja mendekap sosok itu dan menggigit bibirnya dalam. Jika ini mimpi, setidaknya biarkan dia merengkuh tubuh kecil itu kemudian membawanya dalam pelukan penuh rindu.

"Aku .." Beomgyu melotot, kemudian memandang dua wajah yang turut bergabung untuk mendekapnya. Dalam keremangan itu, Beomgyu samar-samar mendengar isakan rendah dari sisi Hueningkai dan juga Soobin. Sementara, Taehyun sudah mencengkeram kuat belakang punggungnya.

Permintaanku. Kereta. Jalur kosong. Waktu ..

Beomgyu cepat menarik dirinya. "Maaf, tapi tidak ada waktu .. aku mungkin akan lenyap lagi. Jadi, dengarkan baik-baik. Aku akan berusaha memanggil kalian dari seberang sana dan kalian harus bantu aku, oke? Aku akan pulang, aku jamin itu." Beomgyu menatap Taehyun. "Kau selalu percaya kepadaku kan? Kau bisa memandu mereka." Dia beralih kepada Soobin. "Kau, kau bisa mendengarkanku jadi dengarkan baik-baik dan ikuti apa yang aku intrusikan dan Kai .." Wajahnya tertoleh cepat ke sosok yang masih menahan dirinya untuk tidak mendekap Beomgyu. "Kau yang bisa membantuku juga. Kau sudah menemuiku di sana, tapi kau tidak bisa menolongku. Kumohon, jangan bersedih. Kita akan berkumpul lagi. Aku pastikan itu."

"Bagaimana bisa?'

"Aku percaya kalian," gumamnya dan tersenyum separuh. Beomgyu melirik sekitarnya. Bahkan dia masih mengingat jelas dan merasakan dorongan untuk segera pulang demi melihat orangtuanya lagi. Hanya saja, mungkin tidak cukup waktu. Setelah ini, dia mungkin akan bertahan di Magic Island dan berharap mereka membantunya dengan tepat.

Teahyun memandang wajah Beomgyu. "Aku selalu percaya kau tidak terbunuh."

"Bagus."

"Di mana kau selama ini?"

"Tempat yang jauh—itu bisa berarti tempat bagus ataupun buruk. Tapi, tidak ada yang seperti kalian." Beomgyu mendesak dirinya untuk tidak menitikkan air mata. Perasaannya benar-benar berkecamuk dan dia benci waktu yang terbelah di tengah mereka, menciptakan dua dunia ini bersinggungan dan dia akan terseret lagi ke kehampaan ataupun kesendirian yang mengerikan. "Aku rindu kalian. Mungkin tidak cukup waktu, mungkin ada peristiwa lain dan berjalan tidak sesuai, tapi .. kumohon, jangan lupakan aku ya? Aku selalu mendoakan kalian agar hidup baik dan makan enak." Beomgyu tersenyum mengejek. "Dan aku berharap Taehyun juga bertambah tinggi."

"Kau .. jahat .. kau tahu betapa .." Taehyun meringis. "Kami tersiksa karena semua ini." Perlahan detik demi detik begitu cepat berlalu. Jam dinding bagaikan berjalan lebih dari cepat dari biasanya. Figur Beomgyu nampak memudar dalam beberapa waktu.

"Dengarkan aku. Jangan lupakan aku. Aku akan kembali." Beomgyu bergumam dan meninggalkan senyumannya. Mungkin, dia akan tersiksa karena pertemuan ini, wajah-wajah orang-orang, kenangan bahkan mereka yang masih berseragam. Tidak ada yang tahu sampai kapan dia akan "dikasihani" semesta dan tidak ada yang tahu apa yang "menjadi bayaran" karena permintaan sepenuh hati ini—mungkin juga dia berhasil kembali tapi teman-temannya sudah beranjak dewasa bahkan sudah berkeluarga. Sedangkan Beomgyu? Terjebak di bianglala kehidupan yang sama, di puncak tertinggi, kehilangan oksigen, sendirian dan stagnan.

Dan mati.

Taehyun ambruk di posisinya, langsung saja didekap oleh Soobin yang sigap agar tubuhnya tidak menabrak sisi tempat tersebut. Taehyun menangis menahan suaranya, menyaksikan detik tercuri dari mereka dan Beomgyu menjadi bayangan yang hilang karena angin.

"Kau dengar? Kita hanya perlu membantunya. Aku juga yakin Beomgyu Hyungie akan kembali." Kai menengahi, menyaksikan dua orang tersebut sudah bersedih hanya menambah beban di hati. Kai tidak mau merasakan hatinya memberat akan kesedihan. Dia bangkit kemudian memandangi sekitar. "Sebaiknya kita kembali."

*

*

Akhirnya, mereka menginap di rumah Taehyun. Karena waktu sudah sangat malam dan akan merepotkan jika mereka pulang dalam keadaan berantakan dan wajah lusuh. Sementara itu, beruntung juga ibu Taehyun masih menghadiri rapat sampai pukul sembilan. Yah, setidaknya, mereka punya waktu untuk merenung atau bahkan menangis sekali lagi.

Soobin sudah mandi, meminjam pakaian Taehyun yang agak kekecilan tapi cukup nyaman. Begitupun Kai, yang sudah mendapatkan sepasang piyama biru berbahan sejuk. Sementara itu, si pemilik rumah hanya terduduk di sofa, melamun keluar pintu kaca di bagian samping rumahnya.

"Taehyun-ah, jangan bersedih begitu. Toh Beomgyu juga tidak ingin kita bersedih. Setidaknya, kita tahu kan dia masih hidup." Soobin agak canggung untuk terduduk di sisi Taehyung. Meskipun Soobin waktu itu membenci Taehyun, dia sadar bukan karena Taehyun lemah tapi justru karena Taehyun mengintimadasi sehingga jiwa prsaingannya bergejolak. Sekarang, pengarh Taehyun masih berimbas untuknya—sosok itu punya aura mengancam yang menciutkan siapapun. Termasuk sekarang.

"Tentu."

Kai turut bergabung. "Kau tahu? Aku tetap bersyukur karena tadi kita sempat bertemu Beomgyu Hyungie dan dia justru terlihat menyemangi kita. Itu berarti juga dugaanmu benar, Beomgyu Hyungie memang masih hidup. Di saat tidak ada yang percaya, kau sangat percaya."

Taehyun mengangguk samar. Dia hendak beranjak kemudian meraih minum di dapur. Setelahnya, dia kembali melamun beberapa saat. Magis. Seumur-umur Taehyun tidak pernah punya ikatan magis seperti ini, bahkan dengan ibunya pun terasa sebatas karena mereka ini keluarga dan bukan karena keinginannya sendiri. Dia dan ibu atau dengan keluarga besarnya sama-sama tidak begitu dekat, cenderung hanya bersikap formalitas karena mereka "satu keluar"a" dan akan sangat canggung kalau tidak dekat. Yang Taehyun pikir agak disayangkan. Keluarga bukannya dekat karena punya ikatan batin satu sama lain?

Taehyun baru merasakannya bersama dengan Beomgyu, sekarang dengan Soobin dan Hueningkai yang "tidak sengaja" terjebak dengannya di sini. Sesaat Taehyun kembali, dua sosok itu terus memandanginya dengan tatapan lembut. Taehyun pun tergolek lagi, duduk dengan nyaman bersama mereka. "Terima kasih karena berada di sini."

"Ini gunanya teman, Tae." Soobin tersenyum tipis. Kai pun turut menyandar di sisi bahu Taehyun kemudian menepuk-penuk punggung tangan Taehyun yang berada di depan perut Taehyun. Kau tidak pernah sendirian.

[]

MAGIC  (마법) | txtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang