chap 22 - star festival (별의 축제)

345 78 2
                                    

CHAPTER 22

STAR FESTIVAL

(별의 축제)

|

Januari 5

Soobin pikir, ibunya bercanda sewaktu mengatakan bahwa mereka akan habiskan waktu libur dengan melihat festival. Pasalnya, ibunya adalah tipikal ibu yang senang dengan suasana kondusif dan bersahabat. Mereka terbiasa menghabiskan waktu di restoran kapal pesiar ataupun ayahnya yang senang bermain golf dan di sana, ada restoran tidak kalah keren. "Mengapa, Eomma?"

"Ingin yang baru saja. Toh, ini sudah dipesankan oleh sekretarisku. Dia yang merekomendasikan, kau pasti suka juga," jawab wanita bersanggul tersebut.

"Mungkin?"

Soobin agak skeptis sebenarnya. Selain karena akan ada banyak orang, pasti mereka harus rela panas-panasan dan berkeringat. Soobin sebal jika keadaannya seperti itu, dan akan ada banyak keramaian yang dia lihat, justru tidak membuatnya tertarik. Membosankan. Kuno. Kaku. Aneh. Soobin memasok lebih banyak kata negatif ke dalam pikirannya karena ide nyentrik itu.

Mobil mereka keluar dari area gerbang luas rumah mereka. Soobin duduk di belakang memandangi jalanan, sedangkan dengan ujung ekor mata, Soobin memperhatikan kedua orang tuanya. Mungkin beberapa anak berharap bahwa mereka hidup berkecukupan dan dilimpahi banyak harta. Hanya saja, Soobin merasa itu semua kosong—kebahagiaan yang timbul dari harta tersebut tidak lantas membuatnya puas. Ah, mungkin dia kurang bersyukur? Tetap saja, Soobin merasa ada jarang sebesar jurang gelap di tengah dia dan kedua orang tuanya. Kadang, Soobin ingin melarikan diri. Tidak lagi ini terlahir dari keluarga Choi yang kaya raya dan punya rumah megah. Cukup jadi Soobin saja.

Pernah dia memperhatikan satu murid di sekolahnya yang hidup berkecukupan, tapi dia terlihat baik-baik saja. Pulang dan pergi diantarkan oleh ayahnya yang supir taksi, kemudian mereka sempat mampir ke kedai tidak jauh dari sekolah. Sementara, Soobin hanya sendirian dan dijemput supir. Kadang di tempat les pun dia tidak punya teman yang dekat, kadang juga bersama murid unggul lain, dia merasa terangsingkan.

Ibu menoleh kecil. "Kita hampir sampai," katanya dengan girang.

Soobin mengangguk ala kadarnya. Setibanya, mereka di wilayah yang padat—orang-orang justru turun ke jalan dan membawa hiasan besar juga berjalan beriringan, ibu dan ayah Soobin pun menyuruh mereka untuk turun. Ayah memperhatikannya layaknya tahu apa yang Soobin pikirkan. "Nikmatilah waktu ini, kita kan tidak tahu kapan lagi kita bisa berkumpul bersama," ia lantas merangkul tubuh istrinya dan mengekori yang lain, bersama barisan orang-orang yang membawa lentera. Katanya, nanti malam di dekat sungai besar di sana, akan ada pelepasan lentera.

"Ayo, beli tiga!" pekik ibunya di dekat penjual yang sudah dikerumuni banyak orang. Sementara ayah dan ibu memilih-milih berbagai bentuk lentera, Soobin sudah mengalihkan pandangannya; menatap wajah-wajah yang bergembira, anak kecil dengan es krim, hiasan-hiasan berwarna-warni, pawai marching band yang punya alat musik bersuara keras.

Ayah selesai memilih lentera. Miliknya kotak, sedangkan ibu mirip naga kecil dan Soobin mendapatkan yang kotak namun lebih kecil. Ayah menyodorkannya kepada Soobin. "Buatlah permintaan bersama nanti."

Soobin menerimanya tanpa menjawab. Aku ingin menghilang saja. Dia menelan kata-katanya, masih ragu sewaktu mendapati lentera ringan itu di tangan dan membawa bersamanya.

*

*

Maret 3

MAGIC  (마법) | txtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang