Red Rose

1.8K 140 28
                                    

Angin...
Hembusannya mencoba mengendalikan pikiran dengan ilusi. Kenyamanannya membuatnya amnesia akan dunia yang telah dialami. Mencoba kembali mengurung diri, namun gagal. Licik, memang benar adanya. Tanpanya tak muncul sebuah inspirasi.

Kini semuanya entah berubah menjadi kosong. Tak ada yang mengisi apapun didalamnya, disana ada singa yang buas dan akan kapan saja menerkam siapapun yang berani menginjakkan kaki di dunianya.

Ada tatapan kosong jauh disana. Menerobos kelamnya dunia dan tak menghiraukan jejak kakinya yang telah menghilang, dan entah bagaimana ia pulang.

"Aku tak bisa, aku- mengapa selemah ini?"

"Bahkan menggerakkan pena saja tak mampu."

Ada hal kecil yang menggerogotinya sedikit demi sedikit. Yang mungkin saja akan semakin membuatnya merasa susah. Dan itu sekarang bukanlah menjadi kecil lagi, melainkan sangat besar.

"Ini bukan masalah, tetapi poin."gumamnya lagi.

Pria tampan berambut merah yang kini berkutat dengan kertas dan pena nya itu seolah merasa dirinya berada diambang jurang kebebasan. Jika ia terjatuh maka habislah sudah, namun jika dia bertahan, kebebasan itu akan selalu mengikutinya. Akan tetapi bukan itu yang kini diharapkan dalam pikirnya. Ia, Haruno Sasori sedang mengkhawatirkan adik kesayangannya itu. Siapa lagi kalau bukan, Sakura.

Kini dirinya tengah berada di kantor perusahaannya. Di ruangan pribadinya lebih tepatnya. Menghapus kicauan ilusi yang tiba-tiba saja melintas di hadapannya, membuang seluruh kegelapan yang menghalanginya untuk berpikir jernih. Ia berdiri dari singgasana nya, berjalan pelan menuju jendela, menatap awan yang masih saja menempel pada langit biru.

"Sebentar lagi senja." Sasori tersenyum, ia kembali berkutat pada pikirannya sembari terus menatap alam luar.

"Sakura sangat menyukai hal itu. Aku ingin dia kembali tersenyum, sebagaimana senja mengajaknya berbahagia."

Jauh, begitu jarak yang dilemparkan melalui tatapannya kedepan. Seolah ada dunia baru disana yang seharusnya ditempatinya.

"Dunia ini kadang membuat racauan kata tak adil itu keluar-" Sasori meringis, "-tapi mungkin itu hanya pendapatku saja."

Keindahan adalah sudut pandang lain dari sebuah kehancuran, namun ia memiliki nilai penting dan warna yang terang hingga sisi gelapnya tertutupi dengan sempurna.

Segala hal yang ditumpahkan pada dunia akan mengalir begitu saja menuju muara. Dan disetiap perjalanannya pasti akan menemukan bebatuan hitam yang tercecer disekitar perairan maupun didalamnya. Seperti itulah, benar seperti itu bagaimana semua berjalan sesuai isi cerita dari skenario Tuhan.

" Mungkin aku harus segera menemui kaa-san dan berkumpul bersama keluarga lainnya." ucap Sasori sembari menutup jendela lamunan miliknya.

🕸🕸🕸

"Apa maksudmu dengan ini semua, mau menghancurkan masa depan putramu?!" ucap Itachi sembari menatap tajam kedua mata elang didepannya itu.

Ayahnya tidak menjawab, ia hanya diam dan mungkin tak ingin bersuara saat ini. Hingga puncak kemarahan Itachi membludak dan menendang kaki kiri ayahnya, mengunci kedua tangan di sisi belakang hingga ia bertekuk lutut di tangannya.

"Tou-san, kau berjanji untuk menjawab semua pertanyaanku, lalu mengapa kau hanya diam? Keluarga kita selalu mengajarkan konsisten bukan?"

Hening beberapa saat, hingga Fugaku memutuskan untuk berbicara.

"Apa yang kau tau, Itachi?"

Who Are You???Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang