Menatap cerahnya fajar, membagi keindahan dengan awan yang berlapis orange. Dunia telah memberikan pesan di pagi hari, bahwa seluruh penghuni bumi pertiwi memiliki sebuah hak, yaitu hak untuk bahagia.
Jemari gemulai sosok pinky yang sedang menari diatas tuts sebuah piano dan memunculkan sebuah bunyi melodi yang begitu menawan. Burung-burung diatas sana mulai ikut menari terbawa suasana iringan nada tersebut.
Angin lembut membawa emosi yang penuh gairah, menyentuh lengan sang pianis dan memberikan energi yang ringan. Melodinya mengiringi lukisan pagi di ufuk timur, memberikan efek sempurna akan sebuah mahakarya milik Tuhan. Indah sangat dipandang, kehadirannya sangat dinanti, dengan gradasi warna orange, begitu membuat karya fajar menjadi sempurna.
Gadis dengan setelan gaun berwarna biru langit, berlapis bulu halus dibagian kerah lehernya. Sekarang ia tersenyum, menambah pantulan energi dari kedua telapak tangan dan menggerakkan jemarinya melambai kesana kemari, membawa melodi halus itu menggema, menari dan melapisi seluruh mansion.
Sudah sangat lama aku tak seperti ini. Batinnya
Kenangan indah yang selalu ia tulis dalam memori kehidupan, tak akan pernah ia hanguskan dengan api berwujud apapun itu. Selain sangat berharga, hal tersebut adalah warisan yang suatu hari nanti akan ia serahkan kepada keturunannya.
Kecepatan jemarinya dalam memainkan alat musik tersebut sangat membuat orang awam pusing melihatnya, semakin jatuh tempo akhir maka akan semakin cepat. Tak ayal jika badannya ikut serta dalam tiap nada-nada yang diperhitungkan hingga akhir.
"Sakura?"
Ia menoleh lalu tersenyum. "Kaa-san."
Mebuki sangat gembira melihat putri bungsunya yang telah sekian lama dinanti dan akhirnya datang kembali di singgasananya.
"Kau sangat cantik, nak."
"Kaa-san juga semakin cantik."
Mebuki menarik Sakura kedalam pelukannya."Semua kecantikan kaa-san telah diwariskan pada putrinya."
"Aku sangat merindukanmu, sayang."
"Kaa-san menangis?"
Sakura mendongak menatap sang ibu yang kini tengah menitikkan air matanya. Butiran kristal yang kini menghujani pipi sang malaikat dalam hidup, adalah titik keharuan. Iya, betapa bahagianya sang ibu dapat memeluk Sakura kembali dan mendengar ia memainkan piano kesayangannya waktu kecil.
Sakura melepas pelukan ibunya, ia kemudian menengadah menatap kedua mata sendu yamg mengalir butiran kristal disana. Dengan sigap, Sakura berdiri dan menghapus air mata itu.
"Jangan menangis, air mata kaa-san sangat berharga untukku." Ucap Sakura sembari kembali memeluk sang ibu.
"Maafkan kaa-san sayang. Selama ini kau mungkin telah menderita diluar sana."
Sakura melepas pelukannya dan memegang kedua bahu Mebuki sembari menatapnya lekat, dan tak lupa dengan senyuman manis miliknya.
"Kaa-san, semua ini adalah keinginanku jadi kaa-san tak perlu meminta maaf ketika aku hidup mandiri diluar sana."
"Kau memang putriku."
"Jika bukan putrinya kaa-san, lalu siapa lagi?"
Mebuki terkekeh. "Ah, kau ini."
Sakura tersenyum, lalu setelahnya ikut tertawa kecil bersama sang ibu.
"Sepertinya ada yang sedang gembira disini, dan melupakan aku."
Mendengar ada suara yang ikut memasuki situasi, mereka serempak menoleh ke sumber suara.
Disana ada Sasori yang tengah memakai kemeja berwarna abu-abu dengan dasi yang agak gelap, dipadukan dengan celana berwarna serupa. Ia berjalan mendekati ibu dan adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Are You???
FanfictionTak semua orang didunia ini menyukai popularitas, dan lagi orang-orang itu mempunyai prinsip kuat yang ia pegang sendiri. Lalu? bagaimana dengan seorang gadis cantik yang tak sengaja bertemu dengan seseorang yang juga membenci hal itu? Ia hidu...