Aksara dunia yang mewakilkan perasaan alam, mengetik dengan perlahan bersama iringan alunan merdu nan menyejukkan udara. Pelangi yang perlahan pudar, memberikan sebuah pesan bahwa kebahagiaan memang diuji dengan kehilangan, namun seiring dengan itu langit biru akan kembali hidup menaungi alam semesta dengan agung.
Tidak selamanya kehidupan akan monoton, kehancuran pasti akan berganti dengan kelahiran sesuatu yang baru begitu pula dengan kesedihan, manusia di bumi semuanya memiliki hak untuk berbahagia, lalu jika ada yang mengatakan dirinya tidak pernah bahagia bahkan sedikitpun, mungkin ia telah dibutakan oleh hasrat kegelapan dan angan yang terlalu mendalam hingga kehilangan akal sehat.
Setidaknya dengan berpikir luas, segala hal yang rumit akan begitu dengan mudah teratasi. Bahkan jika harus kalah skor terlebih dahulu, itu semua memanglah harus dijalani. Mengalah diawal lalu dia akan meraih kemenangannya.
Semuanya berlaku pula untuk Seven Gold, jajaran keluarga bangsawan tingkat atas ini bukan hanya soal harta. Namun mereka sudah ada bahkan sebelum berjaya dan bergelimang harta dunia seperti sekarang ini. Juga, banyak orang yang terus bersalah paham akan arti dari Seven Gold yang sebenarnya, mereka bukan hanya saudara namun juga terikat sangat kuat secara turun temurun, bahkan jika ada seseorang yang akan mengambil alih tidak akan semudah membalikkan telapak tangan.
Saat ini saham keluarga Sabaku telah menurun pesat, bahkan media Konoha telah mengabarkan bahwa nama Sabaku telah dicoret dari data Seven Gold. Media di zaman sekarang ini memanglah sangat membantu, namun juga terkadang karena suatu informasi yang dilebih-lebihkan, media menjadi sesuatu hal yang sangat mengerikan. Menuduh seseorang tak bersalah juga kerap terjadi. Ricuh, kegaduhan bahkan kesalahpahaman antar kedua belah pihak juga kerap terjadi. Karena hal itulah, Seven Gold selalu memberikan tata krama yang ketat kepada seluruh anggota keluarganya, agar tak mudah terpengaruhi oleh penyimpangan media yang semakin hancur.
Memikirkannya saja memang sungguh rumit. Hal itu tak lepas dari segala hal yang kini berada di dalam memori sosok pemuda di tepi pantai yang tengah merenung dan melamun. Dia nampak layu, tak memiliki tenaga lebih bahkan hanya untuk sekedar berteriak kencang yang bisa membuatnya lega sekarang ini.
"Apa aku salah lihat, kau sedang berkaca-kaca?"
Dia menoleh menghapus titik airmatanya yang sedikit mengalir disana.
Udara yang tiba-tiba menerpa dan menyapa dengan lembutnya, menarik butiran kristal keluar dari rumahnya.
"Tolong jangan beritahu tou-sama."
Gadis cantik disamping yang terus mengelus pundaknya itu terlihat tersenyum manis mengerti akan apa yang diucapkan lawan bicaranya.
"Oni-sama tak perlu mengkahwatirkan itu, manusia berhak untuk bersedih akan suatu hal dan juga berhak untuk bahagia pula."
"Hinata, kau sudah dewasa ternyata."
"Tapi aku tetap adik kecilmu."
Sosok pemuda yang tak lain adalah Hyuuga Neji tersebut, kini tersenyum sembari mengacak pucuk rambut adiknya.
"Dasar kau ini, anak manja."
Hinata terkikik dan memeluk erat kakaknya, lama tak berjumpa memang membuat rasa kerinduan memuncak. Hingga saat ini, ia baru bisa bertatap muka dan bercanda bersama lagi. Entah kapan hal itu terakhir kali dilakukannya, bahkan ingatannya menolak untuk sekedar memberi tahu.
Mereka sudah sejak fajar menitik berdiri ditepi pantai, menanti sang mentari menampakkan senyum indahnya dari ufuk timur.
"Kau akan segera bertunangan dengan Uzumaki?" Tanya Neji memecah keheningan.
Hinata menoleh dan menatap wajah Neji dari samping, kakaknya nampak sangat serius dalam pembicaraannya, bahkan ia sedari tadi tak mengalihkan pandangannya dari bayangan lurus di depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Are You???
FanfictionTak semua orang didunia ini menyukai popularitas, dan lagi orang-orang itu mempunyai prinsip kuat yang ia pegang sendiri. Lalu? bagaimana dengan seorang gadis cantik yang tak sengaja bertemu dengan seseorang yang juga membenci hal itu? Ia hidu...