Selalu saja dan pasti, tidak akan ada orang yang baik-baik saja ketika ditinggal orang terkasih.
ting!
Suara bel pulang telah berbunyi. Semua kelas sudah merapikan buku maupun alat praktek mereka.
Tari sudah pamit pulang terlebih dahulu, sementara Yolanda baru saja di jemput dengan supirnya.
Masih banyak siswa dan siswi di taman, dan di parkiran motor, Gege berjalan keluar kelas.
"HE BIT*H!" maki Gisel yang juga baru saja keluar dari kelas.
Gisel merasa kesal dengan kejadian yang memalukan tadi di kantin. Ia bertekad untuk membalasnya setelah pulang. Dan kebetulan saja , Gisel melihat Yolanda sudah pulang, ini semakin membuat Gisel leluasa ke Gege.
Gisel mendekati Gege, mendorong Gege hingga tersungkur.
"APA? MAU MARAH? MAU NGADU SAMA YOLANDA?" Gisel mangambil botol air minum ditas yang ia pakai dan menyiramkannya ke Gege.
"INU BALASAN KARENA TADI YOLANDA NYIRAM MINUMAN KE GUE JUGA." suara cempreng Gisel menggelegar, mereka sekarang sudah jadi pusat perhatian.
"ATTENTION,ATTENTION,ATTENTION GUE MAU NGOMONG!" Gisel menepuk tangan, agar semua orang memperhatikannya.
"Anak ini," tunjuaknya ke Gege, "Anak haram!" ujar Gisel menatap Gege dengan benci.
Semua orang sudah berbisik bercerita tidak-tidak tentang Gege.
"Ngak!" bela Gege. Dia memang bukanlah anak haram.
Wildan yang baru saja dari gudang, ikut berhenti ditaman, Gisel mendekat ke Wildan. "Iyakan Wil? Gege anak yang haram?"
Wildan hanya diam, memperhatikan Gege.
Gisel tidak suka jika Wildan menatap Gege. "Wildan yang bilang, lo pembawa sial. Wildan benci sama lo, wildan ngak suka sama lo, lo anak haram. Lo ngak ada spesialnya Ge, sadar ngak loh?"
Gege yang daru tadi diam mendengarkan semua ucapan Gisel merasa tertusuk. Ia menatap Wildan dengan tatapan kecewa.
"Lo anak miskin, lo muka polos. Dan masih banyak lagi yang Wildan katakan ke gue tentang lo Ge. Lo pikir Wildan suka sama lo? MIMPI!"
"Iyakan Wildan?" Gisel merengek minta jawaban dari Wildan.
"Iya," satu kata yang keluar dari mulut Wildan mampu membuat hati Gege hancur.
"Apakah segitu rendahnya aku dimata kamu?" Gege memejamkan matanya sejenak. Air matanya terus berjatuhan.
Anak basupati yang lainnya yang baru saja datang dari gudang ikut mendengarkan ucapan Gisel.
Betapa terkejutnya mereka mendengar kata "iya" yang keluar dari mulut Wildan.
"Pengecut!" maki Azriel terhadap Wildan.
Aki menerobos kumpulan orang yang mengelilingi Gege, Wildan dan Gisel.
"STOP! Bocah gila lu pada yah. Bubar!" seru Alki.
"Dan lo Wildan. Lo..." Alki menggeleng-gelengkan wajahnya.
---
Gege masih berada di sekolah, meskipun sudah ditawari pulang oleh anak Basupati, kecuali Wildan. Gege tetap tidak mau. Sudah 2 jam Gege ditaman sekolah , duduk ditanah, sambil memeluk kakinya.
"Kenapa harus Naya?" tanyanya entah kepada siapa.
Gege menunduk menangis sejadi-jadinya. "Dunia ngak adil! Yang kuat semakin berkuasa, yang lemah semakin tak berdaya. Yang tersenyum semakin tertawa, dan yang bersedih semakin menangis."
"Nak," suara berat itu tiba-tiba menyapa Gege.
Dengan mata yang sudah bengkak, Gege mendongak. Ternyata pak Hardi.
"Bapak dulu pernah punya anak perempuan dan meninggal karena depresi. Dia egois, hanya memikirkan tentangnya saja, tanpa tau bagaimana perasaan bapak dan istri bapak ketika dia pergi."
"Nak, tidak akan ada yang merendahkan dirimu tanpa persetujuan dirimu." Pak Hardi mengelus punggung Gege.
"Itu yang Ayah kamu ucapkan ke bapak dulu, saat bapak merasa terpuruk. Kamu anaknya Acha dan Chandra kan? Muka kamu perpaduan mereka." pak Hardi terkekeh sendiri
"Dia sahabat bapak waktu sekolah dulu,"
"Jangan nangis dalam diam nak, semua sesakmu tidak ada artinya. Keluarkan, tunjukkan kedunia, bahwa kamu bisa melewatinya, sesakmu akan membuatmu dewasa. Jangan egois kyak anak bapak,"
Gege memeluk pak Hardi. "Pak, semuanya terlalu berat pak. Naya bukan orang kuat pak, Naya lemah. Naya ngak kuat," Gege bergetar
"Pulanhlah nak, minta kepada Tuhan apa yang terbaik untukmu."
Gege mengangguk dan pamit ke pak Hardi.
Gege pamit bukan untuk pulang kerumah. Tetapi untuk kepemakaman."Hai seng rumah, hai Ian," sapanya dengan mata berkaca-kaca.
Kali ini, ia bersiarah ke makan Arsen dan Rian. Bukan bundanya, meskipun mereka satu pemakaman tetapi tempatnya berjauhan."
"Bang, Naya udah gede. Naya ngak bahagia, kenapa sih semuanya harus pergi ninggalin Naya sama Ayah?"
Gege menoleh ke makan Rian. "Kamu juga, katanya cinta sama Naya tapi pergi. Kamu tau ngak, cinta itu butuh pembuktian bukan cuma omong kosong, obat penenang sebelum pergi meniggalkan luka,"
"Kenapasih? Kalian pergi?"
Seketika langit menjadi mendung, dan selang beberapa detik hujan turun ke bumi.
"Bang, kenapa ngak marahin Naya, nih Naya hujan-hujan," Gege memukul-mukul makan Arsen.
"Rian, kenapa ngak ngajakin aku lari, ini hujan loh," Gege juga memukul-mukul nakam Rian.
"KALIAN JAHAT. KALIAN NINGGALIN NAYA. KALIAN UDAH NGAK PEDULI SAMA NAYA. KALIAN.. KALIAN SENANG LIAT NAYA MENDERITA KAN KYAK MEREKA?" Gege memandang makam Arsen dan Rian bergantian.
"KENAPA? Kenapa kalian pergi? Gege butuh tempat sandaran." ujar Gege frustasi.
"Naya pergi, kalian ngak sayang Naya lagi.".
Hujan yang deras, Gege terobos. Tak peduli dengan buku-bukunya yang ada ditas. Tak peduli dinginnya air yang menyentuh kuliatnya, dinginnya angin yang menembus masuk ke pori-porinya.
Gege terus berjalan, memeluk tubuhnya dan menangis dibawah hujan.
"Eh itu Gege?" tanya Fariz yang sedang ngumpul dengan anak Basupati di sebuah cafe.
Wildan melihat ke arah yang dipandang Fariz, begitu juga dengan yang lain.
Wildan memukul meja dengan kencang, hingga semua yang berada di dalam cafe menatap ke arah meja Wildan. Tanpa pikir panjang Wildan berlari keluar, kearah Gege.
"Udah main rasa dia," guman Riziq yang mampu didengar anak Basupati yang lainnya.---
Jangan lupa vote dan komen.
Membahagiakan orang itu ngak salah loh.
Salam manis
Dari Gege.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan Genaya
Teen FictionJika penderitaan yang kau liat, bukankah aku sudah cukup menderita bersamamu? Bukankah penderitaanku adalah hal kebahagiaanmu? Lantas apalagi? Hatiku sudah kau genggam terlebih ragaku yang sudah menjadi milikmu. Terima kasih atas luka dan asa yang...