Berjanjilah jangan pernah pergi. Dan aku berjanji tidak akan pernah berubah.
---
Tiga hari setelah kejadian Gege di kurung di gubuk, Wildan semakin menjadi was-was dan semakin memperhatikan Gege meskipun Gege menolak untuk terlalu dekat dengan Wildan.
"Aku mau ajakin kamu ke suatu tempat," ujar Wildan berjalan disamping Gege.
"Aku kerja Wil," jawab Gege.
"Aku udah izin sama pemilik cafe," ujar Wildan dengan santainya.
Gege membulatkan matanya. "Kamu bilang apa?" tanya Gege.
"Ada keperluan mendesak. Dia tau aku cucunya Brata dan Adinata," jawab Wildan.
"Sombong," maki Gege
"Fakta."
"Allah ngak suka orang yang sombong dan membanggakan diri," Gege menasehati.
"Iya, udah jangan bikin aku tambah gemas dan ingin nikahi kamu," ujar Wildan ngasal dan mendapat cubitan dari Gege.
"Iya maaf," Wildan mengacak rambut Gege. "Yok, pulang udah ngak deras nih hujan," Wildan menuntun Gege untuk naik di motor kesayangannya itu.
"Untung rok kamu ngak kependekan," kekeh Wildan.
Wildan membawa Gege pulang kerumah Gege, disana ada Chandra yang sedang membaca koran dengan secangkir kopi. "Aku ganti baju dulu," ujar Gege dan mendapat anggukan dari Wildan.
"Lama ngak ketemu yah Wil," ujar Chandra yang sudah meletakkan korannya.
"Iya Yah, baru sempat lagi," jawabnya.
"Sibuk banget yah?"
"Iya, sibuk jagain Gege," kekeh Wildan.
"Makasih udah mau jagain Naya," Chandra tersenyum.
"Dengan senang hati, Wildan mau minta izin sama Ayah," ujar Wildan serius.
"Apa?"
"Wildan izin buat macarin Gege. Wildan janji buat Gege bahagia," Wildan tampak serius mengatakannya.
"Ayah ngeizinkan. Ayah serahkan sama Gege, tapi satu pesan Ayah. Jangan pernah berubah, tetap jagain dia, sayangin dia dan jangan pernah pergi. "
"Janji," Wildan tersenyum kepada Chandra.
"Janji apa?" tanya Gege setelah keluar dari kamar.
"Kepo," jawab Ayah.
"Yaudah Wildan pamit dulu, Assalamualaikum Ayah,"
"Walaikumsalam," jawab Chandra.
---
Langit yang tadinya mendung, kini cerah. Seperti hati Wildan yang begitu cerah. Gege hanya diam dan sesekali tersenyum melihat pohon-pohon yang begitu indah. Eh, pohon-pohon? Gege baru sadar, "Kita kemana?" tanya Gege.
"Kesuatu tempat," jawabnya dingin.
Dan tidak ada lagi pembicaraan diatas motor sampai mereka sampai.
Indah.
Itulah kata yang muncul di kepala Gege. Pemandangan kota yang terpancar diatas bukit sangatlah indah sore ini, Gege menerka-nerka, bagaimana jika malam hari? Pasti lebih indah.
"Suka?"
Gege mengangguk antusias, "Iya suka,"
"Aku juga suka, kalau kamu senyum," ujar Wildan mengajak Gege duduk di batu yang berbentuk kursi itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan Genaya
Teen FictionJika penderitaan yang kau liat, bukankah aku sudah cukup menderita bersamamu? Bukankah penderitaanku adalah hal kebahagiaanmu? Lantas apalagi? Hatiku sudah kau genggam terlebih ragaku yang sudah menjadi milikmu. Terima kasih atas luka dan asa yang...