Wildan merasa tidak enak, ada apa dengan Gege? Ah, Wildan mengacak rambutnya dengan kasar. Setelah mengucapkan akan bertemu di taman jam tiga sore, Gege langsung mematikan sambungan telponnya.
Wildan sudah siap, baru saja hendak memuka pintu, pintu sudah terbuka dan menampakkan wajah neneknya yang menjengkelkan, siapa lagi kalau bukan nenek Larasati. "Mau kemana kamu?" tanya nenek.
"Keluar," ujar Wildan dingin. Wildan melewati neneknya begitu saja.
"Melangkah satu langkah lagi kamu, gadis yang miskin itu akan tau akibatnya," ancam nenek.
Wildan mengepalkan tangan, nafasnya memburu. Wildan membalikkan badannya. "Kenapasih Nek? Jangan pernah coba-coba nenek sakitin dia," ujar Wildan berusaha sopan dengan wanita lampir di depannya ini.
"Kamu tuh yah, bikin nenek malu. Punya cucu selerenya rendahan, gak kamu, ngak Cakra sam ..."
"Aku ngak peduli. Nenek terlalu jauh ikut campur masalah pribadi cucu-cucu Nenek. Ngak ada yang suka dikekang." Wildan melihat ke arah jam tangannya. Oh tidak, dia telat.
Wildan pergi tanpa permisi, membuat nenek semakin emosi dengan wanita murahan seperti pacar cucu-cucunya itu.
Di tempat lain, Gege duduk dengan air mata yang terus berjantuhan. Dua puluh menit Gege menunggu Wildan yang tak kunjung datang. "Kamu berhasil buat aku menderita Wil," ujar Gege berusaha menahan sesak di dadanya.
"Maaf aku telat," ujar Wildan yang baru datang dengan nafas yang terengah-engah.
Wildan duduk di samping Gege, mengangkat dagu gadisnya yang sedari tadi hanya menunduk. "Aku minta maaf Ge," ujar Wildan begitu pelan. "Jangan nangis." Wildan membawa Gege dalam pelukannya.
Dada Gege bergetar, menolak untuk melepaskan tetapi, ini tidak benar. Gege melepaskan pelukan Wildan Dan menatap Wildan begitu tajam.
"Puas?" tanya Gege dengan air mata yang bercucuran di pipinya.
"Puas?" tanya Wildan balik.
"Puas kamu nyakitin aku? Puas kamu jadiin Aku bahan taruhan? Puas buat aku hancur? Ga gini caranya Wil." Gege menggelengkan kepalanya.
Wildan yang mendengarnya begitu terkejut. Seketika pikiran Wildan blank. Tidak! Ini tidak boleh berakhir.
"Kenapa diam? Ga bisa jawab?"
Wildan menghela nafas panjang. "Aku bisa jelasin Ge, ini ga benar, ini sal..."
"Aku salah Wil, jatuh cinta sama kamu. Fakboy, pintar banget mainin perasaan perempuan," Gege menatap Wildan dengan sendu. "Kita putus!"
Wildan terkejut. "Ngak! Lo gila ya?!" bentak Wildan tanpa sadar.
"Belum puas? Kamu udah memang Wil. Kamu tau, aku membela nama kamu disaat orang lain bilang kalau kamu ngak cocok buat aku. Ini balasan kamu?" Gege tertawa hambar. " Aku lupa, aku orang miskin yang sampai kapanpun ngak akan bisa setara sama kamu,"
"Ge, Kita ceritakan ini baik-baik. Ada apa?" Pertanyaan bodoh keluar begitu saja dari mulut Wildan.
Plak!
"Masih nanya? Kamu jadiin Aku barang taruhan Wil, kamu mau buat aku hancur. Itukan perjanjian sinting kamu dengan anak Basupati? Terus kamu nanya ada apa?" Sungguh rasanya Gege ingin membakar hidup-hidup cowok di depannya ini.
Gege dengan penampilan acaknya kini duduk kembali. "Udah cukup Wil,"
"Gak Ge! Aku cinta sama kamu, Itu perjan..."
"Stop Wil! Gak usah pura-pura lagi. Aku capek Wil, capek. Benar kata Gisel," Gege menjeda ucapannya melihat reaksi Wildan yang seperti menahan amarah. Tangannya terkepal hingga urat-urat di lehernya begitu jelas.
"Kita ngak cocok. Aku ngak bisa sama kamu lagi,"
"Gue ngak bermaksud gitu Ge," ujar Wildan berusaha ingin menjelaskan.
"Gak bermaksud kamu bilang?" tanya Gege menatap Wildan dengan nyalang.
Wildan mengangguk penuh harap.
Gege tidak habis pikir, tidak bermaksud menyakitinya? Jelas- jelas ini terencana.
"Gue ga ada niatan buat nyakitin lo terus menerus Ge, gue sayang sama lo." Wildan memandang Gege lurus.
"Aku mau, malam ini kita putus!"
Wildan menggeleng. "Ngak, gue bilang ngak yah ngak Ge," kekeh Wildan.
"Berapa dalam lagi kamu mau nyakitin aku Wil?" Gege tidak habis pikir.
"Kita pacaran, karena persetujuan dua pihak. Kita putus, juga harus butuh persetujuan dua pihak." Wildan meraih tangan Gege yang kemudian ditepis dengan kasar.
"Kita belum putus Ge. Sampai kapanpun gue ngak bakalan putusin lo," ujar Wildan meninggalkan Gege sendirian di taman.
Wildan berusaha menenangkan dirinya. Ia tidak boleh gegabah, ia harus mempertahankan Gege bagaimanapun caranya.
Wildan mulai menjalankan motornya, ia harus bertemu anak Basupati yang lainnya.
"Kenapa mukanya bang kusut bener," sambut Alki untuk Wildan.
"Cerita bro, kita ngak bakal tau keadaan lo, kalau Lo ngak ngomong," jelas Gibran.
"Genaya udah tau semuanya,"ujar Wildan dengan lesuh.
Semua anak Basupati kaget bukan main. "Tau bagaimana dulu?" Fariz bertanya dengan santai tetapi hatinya bergoyang.
"Tantangan itu," jawab Wildan dengan pelang.
"Ebusetttt dah," Alki langsung menutup mulutnya yang tidak bisa diajak kompromi itu.
"Kok bisa? Lo udah jelasin belum, kan lo udah sayang beneran sama dia," Tenggara menimpali
"Dia kecewa," Wildan sudah nampak tidak bersemangat sekali.
"Faris kan punya rekamannya waktu itu," ujar Riziq
"Hp gue rusak, kan gue abis joki gagal. Tanya aja Azriel," ujar Fariz dan semua Matana menuju ke Azriel.
"Iya, rusak," ujarnya dingin
"Benerin secepatnya," ujar Wildan.
"Siap boss!" Hormat Fariz.
"Iya kalau bisa dibenerin," celetuk Alki dan mendapat tatapan tajam dari Wildan. "Canda bos, emang ngak pake memori?" tanyanya
"Ngak," ujar Fariz
---
MINAL AIDIN WALFAIZIN, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN.
Cekelez aku ngak bisa bikin orang tuh nangis baca cerita aku.
Jangan lupa ya kawan kawan vote dan komen.Kalian tuh semua penyemangat penulis.
Semoga kalian betah membaca cerita ini. Dan ajak teman-teman kalian baca cerita WILDAN GENAYA
Aku sayang sama kalian:')
Follow Instagram
@gebbimersa_Siapa tau ada yang mau ditanya-tanya. Curhat juga boleh.
Salam sayang dari Gege.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan Genaya
Teen FictionJika penderitaan yang kau liat, bukankah aku sudah cukup menderita bersamamu? Bukankah penderitaanku adalah hal kebahagiaanmu? Lantas apalagi? Hatiku sudah kau genggam terlebih ragaku yang sudah menjadi milikmu. Terima kasih atas luka dan asa yang...