Kurasa, diriku tidak mampu lagi menahan gejolak rasa itu. Dan sekarang, ku bebaskan diriku, terbang mengejarmu.
---
Ah! Bisa gila bila Gege masih berlama-lama disini bersama Wildan. "Masih sinting lo yah,"ujar Gege memaki Wildan.
"Ada banyak perubahan. Selain gue suka sama lo, ternyata pipi lo suka merah didepan gue,"
"Stress," maki Gege lagi
"Ditambah, lo udah mulai ngata-ngatain gue makin suka gue sama lo." Wildan menahan Gege yang hendak berdiri. "Makian lo bukan buat gue sakit hati, tapi bikin gue tamah gemas dan pengeng nikahin lo," Wildan tersenyum geli dengan ucapannya.
Gege menggeleng-geleng. "Mana Wildan yang sombong, angkuk, cuek , dingin dan sejenisnya,"
"Udah ditelan sama cinta," Wildan kembali terenyum geli karena ucapannya.
Gege lagi-lagi menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tiba-tiba Gege menepuk keningnya. "Astagfirullah," ujarnya dengan panik. Ia baru ingat, ayahnya dirumah sedang sakit.
Wildan menjadi bingung dengan sikap Gege yang terkejut dan berlari keluar gudang itu. Wildan yang penasaran mengikuti Gege dari belakang.
Jauh sudah kaki Wildan melangkah mengikuti Gege akhirnya sampai di rumah yang kecil, dan sedikit tua.
"Assalamualaikum,"
"Walaikumsalam," jawab Gege dengan santainya membuka pintu.
"Lo?" Gege terkejut melihat kedatangan Wildan.
"Kalau ada tamu, disuruh masuk Nay," ujar seseorang yang keluar dari dapur dengan menggunakan sarung.
Wildan sangat yakin, itu pasti ayahnya Gege.
"Assalamualaikum Om, saya Wildan calon pacarnya Gege," ujarnya dengan sopan.
Mata Gege melotot.
"Walaikumsalam, baru calon yah," Chandra terkekeh dan menyuruh Wildan untuk duduk.
Wildan menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Sementara itu, Gege sudah masuk ke dapur untuk memasak makan malam.
"Ini pertama kali loh, Naya bawa teman cowoknya, dari dulu paling cuma Tari yang kesini, sama Rian," Chandra kembali mengingat-ngingat tingkah laku Gege, Tari dan Rian dulu waktu masih SMP.
"Oh ya?" jawan Wildan antusias.
"Iya, semenjak Arsen sama Rian pergi, hidup Naya udah ngak seceria lagi, dia juga trauma liat orang yang dikasari, dia dulu itu bandel dan berani sekarang jadi lemah lembut. Apalagi saat Bundanya pergi, lentera hidupnya samakin redup." cerita Chandra panjang lebar.
Dengan gugup Wildan berusaha bertanya, "Bu... Bundanya Gege udah meninggal?" tanyanya seakan lehernya di cekik.
"Iya, satu tahun lalu. Berat sekali rasanya." Chandra menyapu wajahnya dengan gusar.
"Ke... Kenapa Gege di panggil Naya? Si... Siapa Arsen dan Rian," sungguh Wildan sangat penasaran dengan hidup Gege.
"Karena namanya memang Naya. Arsen adalah kakaknya, Rian adalah sahabatnya sekaligus cinta pertamanya. Mereka meninggal setelah dihajar preman mabuk, dan saat itu Naya melihatnya, Arsen dan Rian berusaha kabur tapi naas, mereka ketabrak mobil. Mereka sempat dilarikan kerumah sakit, Naya sempat ngomong sama mereka berdua sebelum mereka meninggal." Chandra sudah meneteskan air matanya, betapa ia merindukan keluarganya, ia juga memikirkan betapa kejamnya Tuhan mengambil orang terkasihnya.
"Satu tahun Naya menjadi pemurung, setiap hari kemakam Arsen dan Rian. Ia selalu menangis tidak karuan, menyesal karena ia belum sempat membalas perasaan Rian," lanjut Chanra.
"Maaf om, saya ngak bermasuk untuk membuat om mengingat kembali apa yang sudah terjadi." baru kali ini Wildan merasa bersalah atas pertanyaannya.
Chandra terkekeh, "Melihat Naya udah kyak sekarang saja, sudah membuat om bahagia. Tapi, akhir-akhir ini Naya kyaknya sedang dalam masalah. Om tau, semenjak kepergian Acha, Arsen dan Rian, Naya sering kali dibully, apalagi melihat kondisi ekonomi Naya,"
"Saya janji om, saya akan jagain Gege." ujar Wildan dengan serius.
Gege yang baru keluar merasa heren, kenapa kedua laki-laki dihadapannua ini memasang wajah yang bersedih. "Makan malamnya udah siap,"
Chandra mengangguk. "Wil, kamu makan malam disini saja. Makanan Naya enakloh, tapi shalat berjamaah dulu."
"Ngak usah om, saya udah pengen pulang kok," ujar Wildan.
"Ngak baik nolak makanan loh, udah cepat ambil air wudhu,"
Akhirnya Wildan ikut dengan perkataan Chandra. Wildan mengikuti Chandra untuk pergi berwudhu. Ini pertama kali Wildan melakukan shalat setelah beberapa tahun terakhir.
Dalam hati Wildan tak henti-hentinya mencari Gege, "Dia ngak shalat?" batinnya.
Chandra sudah memasuki ruang tamu sekaligus ruang keluarganya. Disana sudah terlihat Gege yang duduk rapi dengan wajah yang bersinar.
---
Setelah meminta doa, Gege menyalimi Ayahnya, dan menyalimi Wildan juga.
Hati Wildan bergejolak tak karuan.
"Astagfirullah, sorry." ujar Gege dengan cepat. "Gue kira Kak Arsen," sambungnya.
Wildan hanya mengangguk.
"Wil, pintar main catur ngak?" tanya Chandra yang sudah duduk di sofa.
"Pintar om," jawabnya
"Yaudah main,"
Chanra mengambil catur didalam kemari bawah tv.
"Gimana sekolah kamu?" tanya Chandra di sela-sela main mereka.
Wildan tercengang, rasanya ia ingin mendengar perkataan itu keluar dari Rama ayahnya.
"Yagitu"
"Nakal yah? Atau punya geng?"
"Namanya juga anak muda om," Wildan tertawa.
Mereka bermain catur, sambil menceritakan kisah-kisah mereka disekolah. Entah Chandra yang menceritakan masa SMAnya ataupun Wildan yang menceritakan kelakuan anak Basupati. Sesekali mereka tertawa, bahkan terbahak mendengar ucapan konyol dari mereka sendiri.
"Skak," seru Wildan.
"Yah, ngak bisa gerak lagi nih om. Nyerah deh," tutur Chandra membuat Wildan bersorak.
"Besok-besok main kesini lagi, anggap saja rumah keluarga baru," Chadra menepuk bahu Wildan. "Om masuk dulu, pengen tidur. Besok kerja soalnya,"
"Oh iya om, istirahat aja,"
"Naya, sini," Gege keluar dari kamarnya.
"Ngobrol dong sama temannya, Ayah pengen tidur besok harus kerja lagi,"
---
"Ayah lo, baik juga," Wildan membuka suara.
"Iya, kan lo doang yang selalu jahat sama dia," Gege menjawab begitu tenang."Maaf Ge, udah lewat juga."
"Iya udah lewat bagi lo, tapi membekas di gue,"
Wildan mengalihkan pembicaraan, "Iya Naya,"
Gege menoleh ke arah Wildan, "Jangan panggil gue Naya,"
"Kenapa? Itu nama lo kan?"
"Ngak. Nama gue Gege. Yang boleh manggil gue Naya hanya Bunda, Ayah, Arsen dan Rian." tegas Gege.
"Iya iya, nanti juga gue manggil lo sayang,"
"Apa?"
"Lo cantik, selalu cantik di sini," tunjuk Wildan di dada. "Gue pulang duluyah, jangan rindu entar gue kesini lagi kok, kerumah keluarga baru gue,"
---
Gaje yah? Hmdd.
Jangan lupa vote dan comen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan Genaya
Fiksi RemajaJika penderitaan yang kau liat, bukankah aku sudah cukup menderita bersamamu? Bukankah penderitaanku adalah hal kebahagiaanmu? Lantas apalagi? Hatiku sudah kau genggam terlebih ragaku yang sudah menjadi milikmu. Terima kasih atas luka dan asa yang...