Semua orang bisa berencana apapun, tetapi tidak dengan perihal rasa.
Perkara hati, bukanlah hal yang mudah.---
Acara makan malam sudah selesai, tetapi anak Basupati baru saja tiba dikediaman Wildan. Mereka langsung mengambil meja dan memanggil pelayan untuk menyediakan mereka makanan.
Wildan dan Gege menghampiri anak Basupati, jangan lupa Wildan merangkul pinggang Gege dengan posesif.
"Wets, Bapak negara dan Ibu negara nih kawan," ujar Alki dengan kekehannya.
"Makin lengket aja, pepet terooos," ujar Bagas juga dengan terkekeh.
Tepat saat Wildan melepaskan tangannya di pinggang Gege, tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang.
"Yee, nenek lampir datang," ujar Fariz memutar bola mata malas.
"Kenapa ngak nungguin aku?" kata Gisel manja.
"Lepasin," Wildan melepaskan tangan Gisel diperutnya.
"Buta ya Nona? Ngak liat Wildan lagi jalan sama pacarnya?" ujar Azriel dingin. Ia tidak ingin makan malam diacaranya Wildan terkesan buruk karena wanita cacing itu.
"Udalah. Gitu kalau emang udah ngak punya rasa malu," tambah Aldo yang juga kesal dengan kedatangan Gisel.
Gisel mengacak pinggang, "Heh, sadar. Cewek miskin itu yang berusaha menggoda Wildan." bela Gisel untuk dirinya sendiri.
"Bukan dia yang menggoda. Tapi gue yang menggodanya," Wildan kembali merangkul pinggang Gege.
"Wildan, lepasin tangan kamu dari cewek itu," Gisel tidak suka melihatnya.
"Dia ngak berusaha buat gue jatuh cinta. Tetapi tetap, gue jatuh cinta sama dia." Wildan semakin membuat mata Gisel berkaca-kaca.
"Lo tau, setiap detik cinta gue ke dia bertambah satu ons, lo bisa bayangin sehari cinta gue tambah berat dan besar ke dia." Wildan mencium kening Gege.
"Dan ngak ada celah buat orang lain. Apalagi cewek kyak lo," ujar Wildan membuat Gisel tidak bergeming.
"Aku aduin kamu ke nenek," putus Gisel yang tadi diam tidak bergeming.
"Silahkan. Dan gue pastikan, lo semakin jauh dari gue," ujar Wildan dingin dengan tatapan tajam.
"Horeeee!!!" sorak anak Basupati.
Gisel yang merasa di permalukan, pergi begitu saja.
"Kamu berlebihan Wil," ujar Gege menatap Wildan.
"Ciee udah aku kamu nih?" goda Gara
"Kan bos udah kecemcem banget sama Bu negara," ujar Gibran
Wildan mengabaikan ucapan itu. "Ngak apa-apa, tenang saja."
"Aku ke toilet dulu," pamitnya.
Gege berjalan kearah toilet, diluar di pekarangan Wildan memang terpampang kayu dengan tulisan toilet san arahnya. Sehingga dengan mudah Gege dapat menemukan toiletnya.
Gisel mengikuti Gege ke toilet. Sebelum Gege memegang gangang pintu,Gisel menarik paksa tangan Gege membuat Gege mengahadap ke Gisel.
Plak!
"Puas lo?" teriak Gisel dengan kencang. Tidak ada yang bisa mendengarnya, suasana diluar sangatlah bising.
Plak!
"Bisa ngak lo mati aja? Ha? Biar ngak gangguin hidup gue lagi?" Gisel geram dengan perempuan dihadapannya ini.
"Bit*h. Lo cuma ngejar duitnya Wildan kan?"
"Gue atau keluarga lo?" Gege balik bertanya.
"Lo ngak jawab. Berarti iya. Oh iya, makasih tamparannya yah, karena tamparan ini semakin membuat gue sadar, kalau cewek Iblis kyak lo ngak pantas buat Wildan yang sebenarnya berhati Malaikat." Gege mengatakannya dengan penuh penekanan.
"Tenang aja, gue ngak bakalan ngadu kok sama Wildan. Gue bukan cewek manja," ujar Gege kemudian masuk kedalam toilet.
"What the fu*ck." ujar Gisel tidak percaya dengan apa yang Gege katakan barusan.
Cukup lama Gege menenangkan pikirannya di dalam toilet. Membasuh wajahnya dengan air, tidak peduli dengan makeupnya. "Ini resiko Ge," Gege kembali membasuh wajahnya dengan air.
"Apapun yang lo harapkan dan itu besar, risikonya juga pasti tinggi," Gege meyakinkan dirinya sendiri.
"Lo udah pilih, untuk membiarkan Wildan masuk kedalam kehidupan lo, dan lo juga udah nanam perasaan ke dia, lo harus kuat Ge," ujarnya, setelah mengeringkan wajahnya menggunakan tissue. Gege keluar dari toilet.
Baru beberapa langkah setelah Gege keluar dari toilet. Nenek Wildan menghampirinya bersama dengan perempuan kepercayaannya untuk mendorong kursi rodanya. "Liat, pesta megah ini, dihadiri orang-orang yang mampu, dan tempatmu bukan disini," ujarnya sarkas.
"Kau cantik, ku yakin akan ada laki-laki lain yang mau denganmu, tingkalkan Wildan." sambungnya."Jika tidak?" tanya Gege dengan berani.
Gege mengutuk dirinya dalam hati. "Mati kau Ge kenapa malah bertanya. " batin Gege
"Tunggu tanggal mainnya," jawab nenek ketus.
"Nek, aku emang keluarga tidak mampu, hartaku cuma Ayahku. Tapi bukan salahku, ketika aku jatuh cinta pada cucu nenek. Aku tidak ingin Nek, sungguh." Gege menghampiri nenek Larasati.
"Aku mencintai dia yang telah pergi Nek, dia yang telah pergi untuk selamanya," mendengar cerita Gege, nenek Larasati mengingat kisah cintanya sebelum bertemu dengan kakek Brata. Seseorang yang ia cintai pergi untuk selama-lamanya.
"Wildan selalu saja memaksa untuk masuk kedalam kehidupanku. Membuat aku berharap pada asa yang jelas tidak bisa kugapai. Aku telah jatuh cinta padanya nek, meskipun aku selalu menolak, tapi perihal rasa aku tidak bisa mengendalikannya. Perihal rasa bukanlah perkara yang mudah." Gege menghela nafas, menghapus bekas air matanya. Entah kenapa, Gege berani bercerita dengan nenek Larasati. Gege hanya berfikir, bukan dia yang mengendalikan perasaannya. Bukankah tidak ada salahnya mencintai Wildan? Meskipun mereka sangatlah berbeda.
"Aku duluan Nek," Gege meninggalkan nenek Larasati dan perempuan kepercayaannya itu.
Perempuan kepercayaan nenek Larasati tau, bahwa nenek sempat meneteskan air matanya mendengar Gege bercerita. Tetapi, ia tidak ingin bertanya. Takut, nenek akan marah.
"Kenapa lama sekali? Ada yang menyakitimu?" sambut Wildan yang melihat Gege datang menghampirinya.
"Aseklole!" riziq berseru.
"Aku baik-baik saja," jawab Gege.
Wildan tersenyum lembut kearah Gege.
"Cuma Gege yang bisa ciptain senyum manis Wildan itu," ujar Aldo dengan santai.
"Namanya juga Gege, god game, pro dia mah," Gara berujar dengan bangganya.
"Kurasa ku sedang di mabuk cinta. Nikmatnya kini ku di mabuk cinta, di mabuk cinta..." Alki bernyanyu dengan gaya recehnya.
"Receh banget lu badak afrika," ujar Fariz melempar sepotong kue ke muka Alki.
"Ngak apa-apa. Otak boleh receh, tapi attitude harus dollar," Gege ikut berbicara.
Prok! Prok! Prok!
Gege mendapat tepuk tangan dari anak Basupati termasuk Wildan. "Gue ngak salah pilih kan? " tanya Wildan dengan bangga ke anak Basupati.
---
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan Genaya
Teen FictionJika penderitaan yang kau liat, bukankah aku sudah cukup menderita bersamamu? Bukankah penderitaanku adalah hal kebahagiaanmu? Lantas apalagi? Hatiku sudah kau genggam terlebih ragaku yang sudah menjadi milikmu. Terima kasih atas luka dan asa yang...