Maka sesungguhnya bersama kesulitan, ada kemudahan.
-Al Insyirah---
Pikiran Gege masih bercabang, karena guru yang mengajarnya tak kunjung masuk, Gege izin ke perpustakaan untuk membaca.
Sesampainya di perpustakaan, Gege langsung mencari buku dideratan buku cerita.
"Hai," sapa seseorang dari belakang Gege.
"Hai," Gege menoleh ke belakang.
"Masih ingat gue ngak?" tanyanya
"Lupa, tapi ingat pernah ketemu di pemakaman," jawab Gege jujur.
"Astaga, gue Rey," lelaki itu menepuk keningnya.
"Hehehe maaf,"
"Suka baca juga?" tanya Rey.
"Iya. Lo?"
"Iya. Jodoh kali kita yah?"
Gege terkekeh. "Cowok yah, gombalannya diutamain,"
Akhirnya mereka mencari tempat duduk yang pas dan mengobrol panjang lebar mengenai hobi mereka, yaitu membaca.
Sudah sejam mereka berada diperpus. Gege merasa legah, bisa membuang stress yang menggumpal dikepalanya soal kejadian malam itu.
"Enak yah ngombrol sama lo, humble." Rey suka melihat Gege yang tersenyum.
"Lo juga, emang gitu sih. Kalau ngobrol sama teman yang satu hobi, pasti nyaman."
"Cuma teman doang nih? Ngak lebih?" goda Rey.
"Apaansih Rey," Gege hanya menanggapinua sebagai lawakan.
"Kenapa? Lo suka sama Wildan?"
Rasanya Gege ingin berteriak kepada dunia, bahwa ia tidak ingin mendengar nama Wildan disebut di dekatnya.
"Ngaklah,"
"Berarti ada jalan dong buat gue?"
"Rey, ngak usah bahas masalah gituan,"
"Susah, gue udah terlanjur suka sama lo,"
"Ngawur lo,"
"Iya ngawur, saking sukanya gue sama lo."
Gege menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gue duluan yah,"
"Gue juga udah mau kekelas,"
Mereka berjalan berdua, mereka menjadi pusat perhatian dengan siswa yang bermain bola basket. Di depan parkiran siswa, Wildan tiba-tiba datang menarik tangan Gege.
"Ikut gue," ujar Wildan begitu dingin.
"Ngak," tolak Gege.
"Ge," suara Wildan begitu pelan.
"Dia ngak mau, budek?" kini Rey mulai menghalangi Wildan.
"Ngak usah urus campur," wajah Wildan terlihat begitu emosi.
Gege yang menyadari itu, menyentuh tangan Rey, lalu mengangguk.
Ah. Wildan jadi frustrasi melihat kontak yang Gege lakukan dengan Rey.
Wildan membawa Gege ke lapangan bola volli, untung saja sepi tidak ada orang yang sedang praktek. Jadi Wildan tidak perlu takut membahas kejadian malam itu.
"Ge, maafin gue."
"Gue udah maafin, jadi ngak usah cari-cari gue,"
"Ngak bisa. Lo seperti magnet, selalu menarik gue untuk mendekat ke lo,"
Gege tersenyum meremehkan. "Wil? Lo ingat ngak sih? Lo pernah bilang sama gue, gue miskin ngak level sama lo. Dan gue juga ingat yang lo bilang, sama gue sebelum lo nyuruh gue membersihkan wc, lo bilang gue cuma cewek murah yang ngak pantas dapat perlakuan baik, gue ngak pantas berada di dekat lo kyak sekarang ini, cuma jarak satu meter," Gege mengingatkan semua perkataan Wildan yang Wildan lontarkan beberapa minggu lalu, saat Wildan masih segan-segannya membuat Gege menderita.
"Jangan ingatin itu lagi Ge,"
"Omong kosong. Lo ngomong doang Wil,ngak ngerasain. Gimana rasanya di perlakukan ngak enak didepan banyak orang, dipermaluin depan banyak orang," Gege menggeleng. "Udah Wil, jauhi gue. Udah impas kan?"
Gege pergi begitu saja, tanpa mempedulikan Wildan lagi. "Arrgh," teriak Wildan dan memukul besi tiang net bola volli. "Bego, bego, bego," racaunya dengan memukul kepala.
Baru saja Gege ingin berjalan ke kelasnya, tetapi Gege ditarik oleh Gisel ke gedung Teknik Kecantikan, di kelas Gisel.
Tanpa aba-aba Gisel mendorong Gege ke dinding, sementara Gladys menutup pintu kelas.
"Gue udah bilang jauhi Wildan." Gisel mencengkeram bahu Gege sangat kuat. "Mau lo jungkir balik juga, lo ngak sepadan dengan dia," lanjutnya.
"Gue ngak deketin dia Sel, lo liat sendiri, siapa yang sering deketin gue, siapa yang sering kerumah gue," sesekali Gege meringis karena cengkeram Gisel sangat kuat.
Matanya melotot, nyaris keluar. Gisel tidak percaya dengan ucapan Gege. "Wildan kerumah lo? Hahahahah mimpi," remeh Gisel
Gisel melayangkan satu tamparan ke pipi Gege. "Tanda merah di pipi lo, ngak cukup buat sakit hati gue Ge,"
Tanpa Gisel kira, Gege juga melayangkan tamparan di pipi Gisel. "Rasa sakit hati dan fisik gue ngak akan cukup dengan satu tamparan Sel. Mesti lo mati baru seimbang." Gege sudah tidak bisa menahan amarahnya. Gege akan tunjukkan ke Rian, bahwa ia akan kuat meski tanpa Rian lagi. Gege akan buktikan dia tidak gatal ke cowok lain. Hatinya masih milik Rian.
"Kalian pikir kalian kaya kalian bisa semena-mena?" teriak Gege menggelegar.
"Diatas langis masih ada langit. Diatas lo Gisel, masih ada Yolanda. Lo takut sama dia kan?"
"Lo pikir dengan lo nyiksa gue, Wildan akan cinta sama lo? Ngak! Emang pada dasarnya lo yang gatel sama dia," Gege menatap mereka satu persatu dengan tajam kemudian keluar dari kalas.
---
Pemakaman. Disinilah sekarang Gege menangis, menumpah segala kesedihannya.
"Rian, maafin aku." Gege duduk memeluk makam Rian. "Kejadian itu sangat tiba-tiba. Tolong, kasih aku saran, gimana? Dulu kamu suka kasih saran sama aku kan? Ayok dong, kasih lagi lewat mimpi aja ngak apa-apa Ian," Gege terus berbicara didepan makam Rian. Setelah merasa puas, Gege menghampiri makan Arsen.
"Kak, Naya ngak kemakam Bunda. Malu sama takut," matanya sudah sembab dan sudah sangat layu.
Gege menceritakan segalanya ke Arsen, yang seharusnya Gege ceritakan ke bundanya. Tapi, untuk saat ini Gege tidak ingin ke makan bundanya dulu.
---
Part kali ini kyaknya amburadul gitu yah? Ngak banyak adegan Wildan sama Genaya. Part-selanjutnya pasti lebih banyak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan Genaya
Teen FictionJika penderitaan yang kau liat, bukankah aku sudah cukup menderita bersamamu? Bukankah penderitaanku adalah hal kebahagiaanmu? Lantas apalagi? Hatiku sudah kau genggam terlebih ragaku yang sudah menjadi milikmu. Terima kasih atas luka dan asa yang...