Jangan ragu, karena penyesalan selalu menunggu.
---
Suasana menjadi canggung bagi Gege. Meskipun Wildan tidur diruang tamu dan Gege manangis terisak dalam kamarnya.
Gege dapat mendengar, ayahnya sudah datang. Gege juga mendengar ayahnya mengtuk pintu kamarnya, tetapi Gege hanya diam. Berusaha meredakan tangisannya agar besok pagi matanya tidak bengkak meskipun besok minggu. Tapi, Gege sudah berniat untuk mencari pekerjaan.
Malam sudah berlalu. Kicauan burung yang merdu mengusik indra pendengaran Gege. Gege berniat untuk shalat kemudian mandi.
Dengan malas Gege keluar dari kamarnya, "Ayah?" kaget Gege yang melihat ayahnya sedang mengompres kepala Wildan yang sedang tertidur.
"Sttt, shalat dulu. Terus mandi, abis itu buat sarapan." ujar Chandra dan mendapat anggukam dari Gege.
Sementara itu Wildan terbangun dari tidurnya. "Eh, om?" ujar Wildan dengan suara serak,kepalanya sangat pusing.
"Tidur saja Nak, kamu demam tinggi." ujar Chandra
"Ngak Om, saya pulang aja. Maaf merepotkan," Wildan hendak berdiri namun ditahan oleh Chandra.
"Tidak merepotkan. Om senang, Om jadi liat Arsen di diri kamu," mimik wajah Chandra sangatlah serius.
"Om, kenapa baik sama saya? Om baru kenal sama saya,"
Chandra tersenyum."Ngak harus kenalan baru kita membantukan? Kenapa semalam kesini? Kenapa tidak pulang? Ngak dicariin sama keluarga kamu?"
Wildan tersenyum pedih."Orang tua saya, ngak pernah peduli sama saya Om. Mereka ngejar dunia dan materi. Keluarga saya suka memaksakan kehendannya kepada saya, suka tidak suka, harus suka Om,"
"Om tau, Om tidak biaa ikut campur masalah keluargamu. Tapi, kamu sebagai anak harus mengingatkan mereka. Harus terus membuat mereka sadar, bahkan kamu ada dan ingin diliat." Chandra berdiri, lalu menepuk bahu Wildan. "Om berangkat dulu, kamu disini saja, Naya akan merawatmu."
Chandra benar-benar pergi, meninggalkan Gege dan Wildan berdua didalam rumah.
Beberapa menit kemudian, Gege keluar dengan pakaian yang rapi. Gege tahu, ayahnya pasti sudah berangkat kerja. Gege juga tahu pati ayahnya menyuruh untuk merawat Wildan.
"Makan," ujar Gege dingin menyimpan mangkuk yang berisi bubur dan gelas.
"Maafin gue Ge," ujar Wildan begitu saja. Meskipun ia mabuk, tetapi ia dapat mengingat kelakuan kejinya semalam. Dikepalanya terngiang-ngiang kelembutan dan rasa anggur di bibir Gege.
"Emang lo bisa kembaliin semuanya?" tanya Gege
Wildan menggeleng lemah. "Ge, gue refleks Ge. Semalam gue mabok, gue...gue ngak bisa kendaliin pikiran gue saat liat lo," ujar Wildan dengan sedikit berteriak.
Hening beberapa detik.
"Gue suka sama lo," jujur Wildan.
"Gue ngak suka sama lo," Gege juga mengutarakan rasanya.
"Kenapa? Gue jahat? Atau lo belum bisa lupain Rian?"
"Ngak dua-duanya. Gue benci sama lo Wil, gue benci," rasanya Gege ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk meluapkan segelanya. Tangisnya sudah tidak bisa ia tahan. Air matanya lolos begitu saja.
Wildan mendekati Gege, dan langsung memeluknya. "Gue ngak bisa terus menahan rasa ini." Wildan menghirup aroma rambut Gege yang rasa mint. "Lo beda, gue jatuh cinta bukan karena harta, tahta san cantik lo," Wildan melepaskan pekukannya. Ia meraih tangan Gege,"Tapi, karena ini," Wildan menempelkan tangan Gege di dada Gege. "Hati lo,"
"Gue ngak bisa balas perasaan lo," ujar Gege berusaha tidak menatap wajah Wildan.
"Gue tau Ge. Izinin gue berusaha dapatin hati lo," Wildan menggenggam erat tangan Gege.
"Pulang Wil,"
"Ge,"
"Pulang,"
Dengan berat hati, Wildan mengambil jaketnya dan mengangkay kakinya dari rumah Gege.
---
Mood Gege sudah jelek, rencananya hari minggu kali ini, Gege akan mencari pekerjaan, tetapi seharian penuh Gege hanya berdiam diri di dalam kamar.
Pikirannya bercabang, antara kejadian semalam, orang tuanya, Arsen dan juga Rian.
Hingga Pagi tiba, pikiran Gege masih terus bercabang.
Disekolah, Gege hanya diam tidak seperti biasanya.
"Kenapasih lo Ge?" tanya Tari yang risih melihat Gege seperti memikirkan sesuatu.
"Eh tuh, Wildan liatin lo Ge," Yolanda meyenggol lutut Gege,
Saat ini, Gege, Tari dan Yolanda sedang duduk diteras kelas, sedangkan Wildan naik ke kelasnya.
Setelah naik ke kelas menyimpan tas,Wildan langsung ke gudang. Meskipun tujuan utamanya adalah melihat Gege.
"Eh bos udah datang kawan," sambut Alki
Seperti biasa, Wildan tidak akan mereponnya.
"Gelisah amat bwang, kenapa?" Aldo duduk didekat Wildan.
"Gue mencium bau-bau galau," tambah Faris.
"Gege?" tebak Azriel.
"Ngak usah sebut-sebut nama dia," Wildan menatap tajam Azriel.
"Kenapa? Lo takut jatuh terlalu dalam sama dia?" balas Azriel
"Ngak," bohong Wildan. Karena nyatanya Wildan sudah tertarik dengan Gege, tertarik akan semua dunia Gege, Wildan tidak bisa menolak rasa yang hadir itu.
"Oke, gue pegang omongan lo. Sudah dua minggu atau bahkan tiga minggu lo deketin dia. Ingat, buat dia nyaman lalu tinggalkan." Fariz mengingatkan Wildan kembali akan janjinya.
"Gue sama yang lain berbaik hati, ngasih lo tambahan waktu. Kalau lo udah jatuh hati, ngomong sama kami. Kan party-party lagi," tambah Fariz.
"Lo tau gue suka tantangankan?" Wildan memandang teman-temannya satuper satu.
"Iya tau, tapi hati ngak yang tau," ujar Gara
"Pagi ini benci, bisa jadi sebentar sore cinta." Bagas juga tidak mau ketinggalan memberi nasehat ke ketuanya itu.
"Dan paling penting, jangan ragu. Karena penyesalan selalu menunggu." Riziq pun begitu.
Wildan dibuat bersalah dengan semua keadaan ini. Sejujurnya, hati Wildan sudah berharap ke Gege tetapi, egonya masih bertahan di kepalanya.
---
Gituya kalau orang yang mementingkan reputasi.
Bang Wildannnnnnnn:')Jangan lupa tinggalin jejak.

KAMU SEDANG MEMBACA
Wildan Genaya
Fiksi RemajaJika penderitaan yang kau liat, bukankah aku sudah cukup menderita bersamamu? Bukankah penderitaanku adalah hal kebahagiaanmu? Lantas apalagi? Hatiku sudah kau genggam terlebih ragaku yang sudah menjadi milikmu. Terima kasih atas luka dan asa yang...