10. Khawatir

1K 58 5
                                    


Sakitmu, entah kenapa membuatku sakit juga. Jadi, jaga dirimu baik-baik.

---

Wildan memukul meja denga kencang, hingga semua yang berada di dalam cafe menatap ke arah meja Wildan. Tanpa pikir panjang Wildan berlari keluar ke arah Gege.

"Udah main hati dia," guman Riziq yang mampu di dengar anak Basupati yang lainnya.

Wildan manarik paksa tangan Gege untuk berteduh di pohon depan Cafe.

"He bego, lo gila yah? Ini hujan deras banget,lo mau mati?" tanya Wildan tersirat rasa khawatir didalamnya.

Gege mendongakak" IYA GUE PENGEN MATI!" terieknya didepan wajah Wildan.

Siletan mata Wildan dan mata Gege bertemu. Wildan dapat melihat dibola mata Gege bahwa Gege sangatlah rapuh.

Tiba-tiba Wildan menarik Gege membawa Gege kedalam pelukannya. Tidak peduli swetear yang ia gunakan basah.

Gege tidak menolak, ia butuh pelukan hangat ini meskipun hanya sesaat.

"Gue antar lo pulang," ujar Wildan sembarki melepaskan pelukannya.

Gege menggeleng."Ngak usah, makasih."

"Bisa ngak sih sekali aja lo nurut sama gue? Ngak mesti gue paksa ataupun ancam orang tua lo?"

Wildan segere membawa Gege ke parkiran dimana mobilnya tersimpan. Yah Wildan tadi sempat pulang kerumah untuk mengganti motornya dengan mobil.

10 menit berlalu, suasana diatas mobil sangatlah hening. Tidak ada suara pertanyaan maupun suara radio.

"Berhenti." Gege angkat suara

"Rumah lo mana?" Wildan melirik sekitarnya.
"Gue turun disini aja,"

"Gue antar lo sampai rumah Genaya,"

Gege menoleh ke arah Wildan. Jangtungnya bedetak lebih cepat. Sudah lama tidak ada yang memanggilnya dengan Genaya.

"Ngak usah, makasih yah. Maaf mobil lo basah." bukan tanpa sebab Gege menolak. Gege takut, Wildan akan menghina rumahnya yang kecil itu dan yang paling Gege takutkan ialah Ayahnya. Gege takut jika Wildan tau rumah Gege, Wildan bisa saja datang kerumahnya menjahati ayahnya saat Gege tidak bisa menuruti perintah dari Wildan.

"Ok, turun." Wildan menatap Gege dengan sinis

Gege hanya mengangguk. Gege masih setia menunggu Wildan memutar balik mobilnya meskipun masih gerimis. Gege tetap memperhatikan mobil Wildan hingga hilang dari pandangannya.

"Kamu sebanarnya baik, hanya saja kamu tidak membuka diri kearah kebaikan."Gege tersenyum dan segera mengambil langkah menuju rumahnya.

---

Begitu tiba dirumah, Wildan bergegas untuk mandi.

Mata Wildan melotot melihat Alki dan Bagas berdiri di depan pintu kamar Wildan.

"Gue udah bilang. Jangam masuk kamar gue."

Suara dingin itu mengagetkan Alki dan Bagas.

"Allahu akbar Alki masih jomblo," ujar Alki spontan.

"Santuy, gue sama Alki cuma mau manggil lo, soalnya dari tadi kami dengar mobil lo datang tapi ngak ke ruangan Basupati. Makanya kami mau manggil," jelas Bagas.

Wildan mengangguk. "Gue mandi dulu," jawabnya.

Alki dan Bagaspun segera pergi dari hadapan Wildan.

Wildan tidak suka jika seseorang masuk ke kamarnya baik itu sahabat maupun orang tuanya, kecuali embok Ayu yang masuk, itupun hanya membersihkan kamarnya dan menyimpan baju Wildan yang sudah dilipat.

Wildan berjalan ke ruangan Basupati. Disana mereka sudah memiringkan ponsel mereka, berbicara toxic atau tiba-tiba istigfar.

"Kyaknya lu udah ada rasa sama Gege yah Wil?" tanya Gara tanpa melihat ke arah Wildan.

"Ngak." ujarnya dingin

"Alah bohong lu bagong. Buktinya tadi tuh," kini Gibran akan bicara.

"Dianterin pula,khawtirkan?" Alki menabahkan.

Wildan membanting ponselnya ke meja. "Gue,lagi,berusaha,buat,dia,luluh." ujarnya dengan penuh penekanan disetiap katanya.

Meskipun begitu, kata-kata Alki barusan terngiang-ngiang dikepalanya. "Khawatir?" batinnya. Wildang menggeleng-gelengkan kepalanya. Tidak mungkin.

"Gue benci sama dia. Polos-polos neraka." Wildan mengambil kembali ponselnya yang sudah ia banting.

"Ck eh sinting. Gimana lu mau dapat tu anak. Lo astaga kasar, terus lo deketin dia setengah-setengah ditambah lu tetap aja nyiksa dia, malah bilang iya segala lagi tadi," Fariz gemas terhdapat Wildan. Rasanya pengen Fariz bungkus tumis dirumah.

"Terus gimana?" tanya Wildan polos.

"Gini nih, kalau ngak kenal cinta," Azriel menatap Wildan.

"Gue ngak cinta sama dia," tegas Wildan

"Yang bilang lo cinta sama dia siapa? Atau lo yang jatuh sama dia?" Azril tidak mau kalah

"Tanya gue, gue bakalan geleng-geleng. Ngak tau." Alki juga ingin memberi saran tapi, bagaimana bisa dirinya selama ini jomblo tak tau menahu tentang cinta.

"Lo baik-baikin bagong." Riziq membating ponselnya di sofa. "Argh, kalah. Gara-gara lo pada ribut gue ngak dengar step lawan nih." Riziq tidak gila seperti Wildan yang membanting ponselnya ke meja kaca,meskipun kesal ia hanya membanting  ponselnya ditempat yang empuk dan aman.

"Nih yah, lo baik-baikin, lo kasih nyaman terus dia suka deh sama loh. Bukannya baik-baikn sekali-sekali bikin sakit hati tiap kali, ngak bakalan mau sama lu bego," entah dari mana Riziq mendapat kata-kata itu, mungkin karena kesal dengan Wildan yang begitu polos dengan cinta. Riziq masih kesal ia udah kill 12 player, tinggal 1 lagi Riziq akan booyah.

"Lu marah-marah karena lu gagal booyah" Riz?" Aldo yang sedari tadi hanya diam mulai bersuara. "Halah game burik aja pake marah segala." Aldo meremehkan Riziq

"Dari pada lo game haram," balas Riziq

"Gue ngak main PUBG," bela Aldo

"Bacot. Gue pernah liat lo,"

"Oke,besok misi gue buat Gege luluh, terus tinggalin dia mulai berjalan." ujar Wildan penuh yakin.

---

Maaf yah,part ini ngak jelas, bingung.
Lagi pula aku ujian tapi pengen update :'(

Wildan GenayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang