15. Tragedi

897 49 2
                                    

Kamu sudah bersarang diotakku. Aku harap, kamu tidak bersarang juga di hatiku.

---

Seperti biasa, saat Gege bangun, pasti Ayahnya sudah berangkat kerja. Gege tersenyum pilu, "Tenang aja yah, Gege bakalan cari pekerjaan," setelah itu Gege bergemas mandi, dan bersiap-siap kesekolah.

Dengan semangat Gege membuka pintu, "Lo? Kok disini?" Gege terkejut melihat Wildan dan motor besarnya terparkir cantik didepan rumah Gege.

"Buruan naik, bentar lagi hujan."

Gege menggeleng. "Ngak usah," Gege sudah berjalan meninggalkan Wildan.

"Mesti gue paksa?"

"Wil, kalau gue kesekolah bareng lo, bakalan jadi perbincangan lagi disekolah. Lo itu raja di sekolah, gue cuma babu. Ngak cocok naik motor bareng, atau lo mau bikin gue kena amukan Gisel lagi?"

Ah, Wildan lupa akan Gisel. Melihat Gege yang sudah keluar dari lorong, menuju ke halte, Wildan langsung turun dari motor mengejar Gege.

Wildan merasa pening, beginikah rasanya naik angkot? Desak-desakan dan duduk menyamping?

Gege yang melihat Wildan memijit pelipisnya segera menghentikan angkot, setelah membayar, Gege manarik Wildan keluar.

"Kalau ngak biasa kenapa dipaksain?"

"Biar biasa sama kehidupan lo,"

"Udalah Wil, gue udah maafin lo. Jadi ngak usah sok-sok baik."

Pusing dikepalanya sebenarnya masih sangat terasa, tetapi Wildan berusaha berdiri di sisi Gege. "Keliatan banget yah gue cuma sok baik karena ada maunya?"

"Ngak gitu, gue udah maafin lo, jadi..." ucapan Gege menggantung, Wildan menariknya kedalam pelukannya.

"Sebentar saja. Kepala gue pusing, dan lo obatnya."

---

Entah siapa yang menghindar, Gege atau Wildan. Yang jelas seharian di sekolah, Wildan dan Gege tidak pernah bertemu. Bahkan setelah pulangpun, motor Wildan sudah tidak ada di depan rumah Gege.

Sementara disisi lain, Wildan baru saja memarkirkan motor kesayangannya itu.
"Wildan dari mana kamu?" sapaan Wildan saat membuka pintu.

"Anda ingat rumah juga?" ujar Wildan dengan ketus.

Wajah ayahnya, Tama sudah memerah tetapi mulai memadam ketika seorang gadis keluar dari arah ruang keluarga.

"Wildan, aku kangen sama kamu," gadis itu memeluk Wildan manja.

"Lepasin," ujar Wildan dengan tegas.

"Ngak. Kamu kenapasih?"

"Gisel." gerem Wildan. Yah gadis itu adalah Gisel Adelia, gadis yang sudah mendapat restu  dari keluarga  Albarta Jaya dan keluarga Adinata.

"Tiga hari lagi, pesta ulang tahun perusahaan om Tama bakalan dimulai, Kakek-kakek dan Nenek-nenek kamu bakalan datang," tutur Gisel kepada Wildan.
"Terus?" Wildan sudah jengah.

"Wil, kita udah direstuin. Tinggal tunggu lulus baru kita tuna..."

Wildan terbahak. Membuat Gisel menghentikan ucapannya. "Mimpi," setelah mangantakan itu Wildan keluar.

Rasanya Wildan ingin menendang satu persatu kepala keluarganya. Agar tidak selalu memaksakan kehendaknya kepada Wildan.

Motor Wildan membawanya kearah diskotik. Sudah lama Wildan tidak kesini. "Hai bro, pesan minum berapa botol?" tanya Dion temannya dalam diskotik ini.

"Ck, buruan." Wildan tidak sabar meminum minuman memabukkan itu. Agar semua pikirannya lenyap begitu saja, meskipun hanya sementara.

Wildan menghabiskan dua belas gelas. Kepalanya sudah berputar, Wildan berusaha untuk berjalan meskipun cara berjalannya kini sudah linglung.

Wildan menaiki motor kesayangannya itu, membawanya menuju kearah rumah Gege.

*Tok! Tok! Tok?*

Mendengar suara ketukan dari luar, Gege segera membukanya, mengira Ayahnya sudah pulang.

"L...Lo?" Gege menjadi gugup. Takut dengan Wildan yang ada dihadapannya. Matanya memerah, rambutnya acak-acakan.

Wildan langsung masuk, meskipun tanpa dipersilahkan. "Lo kenapa?" tanya Gege was-was.

"Brisik. Gue pusing." jawanya dengan enteng.
Gege menelan salivnya susah payah.

Karena banyak gaya, Wildan yang tidur disofa, terjatuh  dan kepalanya terbentur di pinggir meja.

"Wil, lo mabok?" tanya Gege takut.

Wildan hanya memperhatikan Gege. Gege ikut duduk disamping Wildan yang juga baru saja duduk di sofa. "Kepala lo, luka." Gege dengan refleks memegang luka di kening Wildan.

Wildan menatap Gege, Gege takut dengan suasana seperti ini. Perlahan wajah wildan mendekat, dengan kekuatannya Gege mendorong tubuh Wildan.

"Jangan macem-macem," teriak Gege takut.
Wildan meraih tangan Gege agar duduk kembali, Wildan mencengkram bahu Gege sangat kuat, membuat Gege meringis kesakitan. Wajah mereka sudah saling berdekatan, hidung mereka sudah bersentuhan. Nafas Wildan sangat terasa diwajah Gege. Membuat Gege merinding dan hanya bisa menangis dalam diam. Wildan mendaratkan bibirnya ke bibir Gege.

Cup!

Ciuman mereka hanya sebentar saja, bukan ciuman nafsu. Memang hanya sekilas dan membuat Gege menjadi pusing memikirkan first kiss nya yang direbut begitu saja. Ada banyak sekali pikiran yang menempel di kepalanya. Salah satunya adalah 'Bibirku sudah ternodai.'

Setelah mencium Gege, Wildan memeluknya erat, sangat erat. "Lo milik gue Ge," ujarnya dengan suara parau.

---

Ngawur gini, gara-gara sering baca novel remaja terus kiss-kiss gitu, hmdd.

Jangan lupa tinggalin jejak. Elah, gitu doang kok pelit.

Wildan GenayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang