18. mencoba

826 52 5
                                    


Selalu saja debaran ini muncul tiap bersamamu. Aku sudah jatuh terlalu dalam bersama cintamu.

---

Dengan langkah yang berat, Gege berjalan kerumahnya. Ia tidak punya uang untuk naik angkot. Sesampainya dirumah, Gege membersihkan diri lalu kemudian masuk kekamarnya. Hari ini, kemarin dan malam itu sangat berat bagi Gege. Perlahan matanya mulai terpejam.

Sapuan yang lembut dikepala Gege, membuatnya terbangun meskipun dengan mata yang berat. "Hai? Apa kabar Nayaku?" senyumnya semakin menggembang.

Ah, senyum yang sangat Gege rindukan. "Kamu beneran ada?" tanya Gege setengah sadar.

"Tadi disuruh, sekarang malah bingung. Aku tau, itu dosa tapi kamu juga ngak ingin kan? Cobalah menerima dia, siapa tau dia serius? Lupain aku, kita ngak bisa bersama. Yang pasti, jangan lupain aku setelah kebahagianmu telah datang." ujar Rian. Yah Rian, sosok lelaki yang Gege cintai.

Gege menggeleng. Bagaimana mungkin Rian mengatakan itu dengan tersenyum. "Ngak dengan dia Ian," bantah Gege

"Semua orang terakhir baik, masalah yang membuat mereka menjadi jahat."  Rian masih saja tersenyum.

"Coba, kamu silahkan dia masuk di pintu hati kamu, terus ngobrol dengan dia. Kamu ngak bisa nyaman sama seseorang kalau kamu masih stuk sama aku yang udah beda dunia."
"Aku sayang sama kamu, makanya aku suruh kamu buat temuin cinta kamu setelah aku. Karena aku sadar, kita ngak bisa bersama."

"Bunda, sama Arsen juga pasti gelisah melihat kamu yang terpuruk. Ayo Nay, buktikan kalau kamu kuat, ngak usah untuk dunia, untuk kami saja. "

Gege menghela gusar. Baru saja hendak berbicara, sosok Rian sudah hilang dihadapannya.

"Rian," panggil Gege.

"Rian..." Gege masih mencari Rian.

"RIAN!" teriaknya yang membuat Gege bangun dari mimpinya.

"Mimpi? Apa ini pertanda?"

Gege melirik jam tangan yang melingkar manis ditangan kirinya. "Astagfirullah, jam delapan malam. Ayah udah pulang belum yah? Kalau pulang, Astaga Ge," Gege bergegas keluar kamar. Gege takut, jika ayahnya pulang malam ini, pasti ayahnya kelaparan dan Gege belum memasak.

Begitu keluar dari kamar, Gege dapat melihat ayahnya tertawa begitu lepas dengan seseorang yang sebenarnya Gege tidak ingin liat. Wildan.

"Eh udah bangun anak Ayah," sapa Chandra

"Ayo, makan. Nih Wildan bawa makanan, padahal udah Ayah tolak, malah dibacaain hadist lagi. Jadi Ayah ambil deh, rezeki." Chandra berdiri.

"Makan Ge, Ayah mau berangkat kerja. Udah kenyang jadi semangat kerja. Ayah pulang jam sepuluh malam. Mulai sekarang, Ayah usahain pulang lebih cepat," Chandra susah memakai jaketnya.

"Jaga rumah. Wildan jagain Gege duluyah. Assalamualaikum," dua detik kemudian Chandra sudah menjauh dari rumahnya.

"Walaikumsalam,"jawab mereka kompak. Bedanya Gege dengan suara pelan, sementara Wildan tampak semangat membalas salam Chandra.

"Khm," Wildan berdehem. Mencoba mengahdapi suasana yang canggung diantara mereka berdua.

"Makan Ge," Wildan membukakan nasi bungkus dengan sate untuk Gege.

Gege duduk dihadapan Wildan. "Ngak usah repot-repot Wil."

"Ngak ngerepotin." jawab Wildan cepat.

"Besok ngak usah gini. Ngak usah cari muka."

"Untuk nunjukin gue serius sama lo susah banget yah. Gue juga sih yang salah terlalu jahat sana lo dulu, dan lagi pula lo masih ada rasa sama Rian kan?"

Gege mulai memakan nasi dan sate yang Wildan sediakan untuknya. "Rian," Gege tersenyum setelah mengucapkan nama Rian.

Gege moncoba untuk menerima semuanya. Berdamai dengan orang yang ingin berdamai. Mencoba menyambut masa depan dengan hati yang lapang.

"Sebaik apasih Rian? Sampai udah bertahun-tahun lo masih stay sama dia? Ganteng banget yah orangnya? Seganteng hatinya yah?" Wildan terus menerka-nerka.

"Baik banget." jawab Gege cepat. "Pokoknya satu hari aja ngak cukup buat ceritain kebaikannya. Kalau ganteng ya sudah pasti dong, luar dalam pula," Gege membanggakan Rian didepan Wildan.

Meskipun ada rasa sesak di hati Wildan, Wildan tetap berusaha tersenyum. "Berarti gua yang paling ganteng seantero sekolah, masih kalah dong sama gantengnya dia?"

"Ngak juga. Lo ada miripnya sama Rian." ujar Gege setelah makanan dimulutnya tertelan.

Wildan membisu. Hatinya menjadi berdebar tidak menentu. "Oh ya?" tanya Wildan antusias.

Gege mangangguk. "Hm, hidung lo sama rahang lo sama. Mata lo kalau natap gue juga sama, sama tatapan Rian," jawab Gege jujur.

Wildan langsung menepuk meja, membuat Gege terkejut. "Allahu akbar Wildan.... Untung ngak keselek."

Wildan terkekeh. "Jelaslah, tatapan gue sama dia sama. Kan sama-sama jatuh cinta sama lo,"

"Mulai ngawur." jawab Gege judes

"Makasih yah Ge. Udah bikin hidup gue hidup lagi, ngak ngebosanin. Makasih juga udah maafin  gue, " senyum tulus Wildan muncul begitu saja.

"Gue gini gara-gara Rian juga. Tadi datang ke mimpi gue, terus bilang coba ngobrol baik-baik sama lo, karena ngak ada orang terlahir jahat." Gege kini telah menyelesaikan makannya.

Ada sedikit sambal kacang di sudut bibirnya. Wildan dengan cepat melap sudut bibir lo. "Lo lucu," ujarnya setelah melap sudut bibir Gege. Gege hanya mematung, badannya serasa menjadi batu, susah digerakkan.

Perlahan Wildan mengelus bibir tipis Gege. "Maafin gue malam itu Ge. Gue pastiin cuma gue yang akan rasain bibir lo ini. "

"Jangan tengang gitu dong, buat gue mau cium lo aja," canda Wildan dan langsung mendapat tatapan tajam dari Gege.

"Udah Wil. Pulang. Udah malam. Nanti dicariin," Gege sebisa mungkin menghindari kontak mata dengan Wildan.

"Ngak mungkin dicariin Ge. Orang tua gue mana peduli,"

"Yaudah pulang. Main sama teman ke atau pulang kerumah lo tidur. "

"Gimana gue mau pulang coba? Kalau rumah gue ada didepan gue?"

Gege mencibir Wildan.

"Makin betah gue disini," ujar Wildan saat melihat tingkah Gege.

---

Hiya hiya hiya.

Bang Wildan bikin gemas aah:')

Wildan GenayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang