35. Memastikan baik-baik saja

376 31 0
                                    

Hari ini Syifa tidak masuk. Ia diberikan istirahat oleh dokter selama tiga hari. Gadis ini sekarang sedang duduk santai ditaman rumah sambil menikmati cemilan dan teh hangat buatan mamahnya. Ia juga asyik membaca novel yang belum ia selesaikan partnya.

Beberapa lama kemudian ia beres-beres untuk kembali ke kamar. Entah mengapa rasanya sudah mengantuk. Padahal masih jam 9 pagi. Atau mungkin ini efek obat tadi yang efek sampingnya membuat mengantuk.

Saat ia hendak beranjak dari tempat duduknya, ia terkejut dengan tangannya yang tiba-tiba memar. "Perasaan gue nggak bentur apa-apa kok memar, sih? Aneh deh," ia pun beranjak, namun tiba-tiba badannya terasa lemas sekali. Seketika ia terduduk. Memegangi kepalanya yang terasa sedikit pusing dan matanya berkunag-kunang.

Namun ia berusaha bangkit dan berjalan menuju kamar. Ia berjalan dengan meraba tembok dengan sekuat tenaga menahan rasa lemasnya. Sewaktu ia sampai di bibir pintu, Martha yang kebetulan lewat kamar Syifa pun langsung membantu Syifa berjalan menuju kasur.

"Kamu kenapa Syifa?" Tanya Martha begitu Syifa sudah tiduran di kasur. Syifa yang berusaha menetralkan nafasnya, berusaha menjawab namun Martha kembali bertanya. "Ini kenapa tangan kamu memar kayak gini? Kamu abis bentur apa?"

Nyatanya Syifa tak mampu bersuara. Ia hanya mengangguk lemah. Melihat anaknya sepeti itu, Martha memberikan segelas air putih kepada Syifa yang sudah ada di nakas Syifa.

"Ya udah, kamu istirahat aja ya sayang. Pasti nanti sembuh," Syifa mengangguk lalu memejam kan matanya. Tak menunggu lama Syifa pun terlelap.

Martha lalu beranjak dari duduk nya. Ia berjalan menuju pintu lalu menoleh kearah anak gadisnya yang terlelap. Tak terasa air matanya mengalir membasahi wajahnya. Ia teringat ucapan dokter semalam.

"Jika hari ketiga Syifa masih demam, disertai mengalami gejala-gejala yang sudah saya jelaskan tadi, sebaiknya ibu bawa Syifa kerumah sakit ya bu. Akan kita tangani lebih lanjut. Kita takut ada hal yang tidak diinginkan nanti,"

"Tapi Syifa pasti sembuh kan dok?"

"Kami berusaha semaksimal mungkin bu. Semuanya Tuhan yang tau. Kita berdoa saja sama Tuhan, semoga Syifa segera sembuh,"

"Kamu pasti sembuh sayang," lirih Martha menatap wajah Syifa dengan isakan yang ia tahan. Lalu ia menutup kamar Syifa.

🌾🌾🌾

Bel istirahat berbunyi nyaring. Seperti biasa, murid-murid berhamburan untuk sampai duluan ke kantin. Dengan hitungan detik, bangku kelas 12 IPS 3 langsung kosong. Namun rupanya hari ini tidak kosong 100%. Angga dan Elina masih bertahan dikelas. Mungkin mereka memang tidak lapar. Elina yang baru saja selesai menyalin catatan milik teman nya, menyapukan pandangan kepenjuru kelas dan mendapati seorang cowok yang duduk baris nomer dua dari belakang. Angga terlihat sedang melamunkan sesuatu. Sampai-sampai cowok itu tidak sadar ada yang memperhatikannya.

Elina pun yang duduknya baris kedua dari depan langsung beranjak dan menghampiri cowok itu. "Woy, Ngga'!"

"Apa sih, El! Ngagetin aja!" Kesal Angga.

Elina terkekeh. "Lo mikirin apa sih sampek nggak nyadar kalo gue perhatiin tadi,"

"Bukan urusan lo,"

"Idih ketus amat,"

Melihat Angga tak merespon, Elina kembali bersuara. "Mikirin Syifa ya? Udah nggak usah mikirin sampek segitunya. Syifa pasti sembuh kok," Elina menepuk-nepuk bagi Angga seraya tersenyum.

"Bukan itu nya, El,"

"Terus?"

"Gue ngerasa ada sesuatu yang disembunyiin dari nyokab nya Syifa,"

Surat Untukmu [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang