40. Janjian

295 20 0
                                    

Seorang cowok sedang memainkan gitarnya sambil melamun di taman rumahnya. Awalnya ia bernyanyi-nyanyi namun lama-kelamaan ia mulai jenuh. Sesuatu mendadak memenuhi otaknya. Kini ia kembali teringat gadis bernama Syifa Agatha. Seseorang yang biasanya membuatnya selalu jatuh cinta dan nyaman kini berbeda. Seseorang yang biasanya bisa mencairkan suasana kini membisu. Semuanya berubah. Ia sulit menemukan senyum dari gadis itu semenjak masuk ke RS. Apalagi suara gadis itu. Ia rindu semuanya dari gadis itu. Ocehannya, cerewetnya, lengkingannya, cerianya, lucunya dan semuanya. Bahkan ia masih mengingat saat pertama kali ia pindah sekolah dan pertama kalinya mendengar sebuah lengkingan dari seorang gadis cantik yang kini menjadi kekasihnya.

Angga tersenyum sendu mengingat semua itu. Seperti saat surprise ultah Syifa di jogja. Ia sangat rindu!

Sampai-sampai ia tak sadar bahwa abangnya, Rey memperhatikan nya dari tadi. Sesekali Rey tersenyum jail kepada adiknya. Rey berjalan

"Woyy!" pekik Rey sambil menepuk kan kedua tangan di depan wajah Angga.

"Asem ya, lo! Ngagetin gue aja!" kesal Angga menyandarkan gitarnya.

"Kerjaan lo akhir-akhir ini tuh, ngelamuuunn mulu. Kenapa sih?"

"Ya lo, kan, tau bang,"

"Apa sih? Syifa?"

"Hmm"

"Ngga'," Rey menjeda kalimatnya sebentar. Ia menghadap Angga sambil menepuk bahu adiknya sekali. "Lo itu harus kuat dan sabar. Lo dirumah suka ngelamun, galau-galau mulu, nggak kasian sama Syifa?"
"Dia itu butuh dukungan lo. Jangan sedih kayak gini. Ntar Syifa tau gimana kalo lo sedih? Syifa pasti lebih sedih. Misal, kalo lo sekarang tiba-tiba muncul di mimpi Syifa gimana? Ayolah jangan sedih. Gue juga ngerasain hal yang sama. Gue juga sedih, liat Syifa sakit begitu ditambah lo galau-galau mulu setiap hari. Lo kudu semangat, Bro! Doain dia terus supaya cepet sembuh,"

Rey memperhatikan Angga yang tak menjawab ucapannya. Adiknya ini menunduk, sedih.

"O iya. By the way, hari ini kalian anniv, kan?? Mau ngerayain nggak nih?"

"Rencananya sih gitu. Tapi masih nunggu kabar dari tante Martha,"

"Syifa udah baikan, kan?"

"Kemarin, sih, gitu. Waktu gue jenguk sama papah mamah kemarin, dia udah mendingan. Udah bisa duduk. Awalnya dia kan masih lemes banget badannya,"

"Coba deh, lo tanya tante Martha,"

Baru saja mau ambil ponsel, tiba-tiba ponsel Angga berdering.

"Siapa tu?"

"Tante Martha,"

"Widihh, semoga lo berdua jodoh!" Rey tersenyum puas. Kini Angga menerima panggilan itu.

"Halo, iya Tante. Ada apa?"

"..."

"Wah, Alhamdulillah dong Tantee,"

"..."

"Insya Allah, Tante. Rencananya mau kesana sama temen-temen kok,"

"..."

"Mungkin nanti sore tante. Nggak ganggu Syifa kan?"

"..."

"Ohh, iya tante. Makasih yaa tante.."

Telfon terputus.

"Gimana?" tanya Rey to the point. Karena tadi dia ikut menyimak obrolan Angga, tapi tidak dengar suara tante Martha.

"Syifa udah dipindah ke kamar biasa," Angga lebih lega sekarang.

"Alhamdulillah! Yaudah kesono dong!" Rey ikut senang.

"Iya ntar sore sama temen-temen. Ini mau ngehubungin Manda dulu,"

Belum jadi Angga mencari kontak Manda, Vitta datang tiba-tiba. Perempuan paruh baya itu datang sambil berbicara pelan-pelan.

"Mamah denger, Syifa udah dipindah ke kamar biasa, ya? Beneran?" Angga menangguk senyum. Keluarga Angga sudah tau bahwa Syifa sakit dan dirawat. Mereka tau setelah Angga menceritakan semuanya saat malam itu ia tidak ikut makan malam bersama. Awalnya ia hanya bercerita kepada ibunya karena pada saat itu Vitta masuk ke kamarnya dan bertanya mengapa tidak ikut makan malam. Disaat itulah Angga bercerita.

"Alhamdulillah! O iya, boleh dijenguk nggak?"

"Boleh, sih, Mah. Kata tante Martha, Syifa pengen dijenguk. Makanya ntar sore Angga sama temen-temen mau jenguk dia,"

"Mamah boleh ikut nggak?"

"Boleh. Ajak papa sekalian,"

"Gue?" Rey nimbrung.

"Kenapa enggak?" Rey pun tersenyum.

"Yaudah, kabarin temen-temen lo," ucap Rey.

🌾🌾🌾

Jam menunjukan pukul 3.30 sore. Angga sudah selesai bersiap-siap. Kini ia menunggu kedatangan teman-temannya kerumah. Mereka janjian untuk kumpul dirumah Angga. Jadi mereka akan berangkat bersama dengan mobil Angga.

Tak butuh waktu lama, akhirnya teman-temannya pun datang.

"Gimana nih, udah pada siap, kan? Kalo udah kita langsung aja,"

"Eh, nggak mampir dulu, nih?" Vitta tiba-tiba keluar.

"Nanti kalo Habi jenguk Syifa aja, ya tante. Soalnya kita-kita ini kangen Syifa. Udah lama banget nggak ketemu dia," jawab Amanda sopan.

"Ohh gitu. Iya deh nggak papa,"

"Kalo gitu kita pamit dulu, ya, Mah,*

"Iya hati-hati, ya,"

"Mamah jadi kesana, kan?"

"Jadi kok. Ini nungguin papah mandi,"

"Ohh oke,"

"Kita duluan ya, Tante," ucap Arnold yang diikuti lambaian tangan teman-temannya.

Merekapun segera melaju ke Rumah Sakit. Kali ini Angga tidak menyetir sendiri lagi. Ia bersama supirnya. Karena kebetulan mobil papahnya juga mau di pakai.

Ditengah perjalanan mereka seolah sudah tidak sabar lagi bertemu dengan Syifa. Sampai-sampai Amanda membawa sebuah kotak medium yang dibungkus kertas kado. Elina membawa box kecil. Sampai Arnold ikutan membawa kotak ukuran medium juga. Entah apa isinya.

"Kalian tuh, bawa apaan, sih? Gede amat bawaannya," Angga memperhatikan bawaan mereka.

"Rahasia. Ini tu, rencana kita bertiga. Ye nggak?" Arnold menjawab yang diangguki Elina dan Amanda.

"Hmm. Iya-iya rahasia,"

"Emang lo nggak bawa apaan gitu? Lo sama Syifa kan anniv hari ini," Manda melirik ke segala sudut mobil.

"Kalaupun iya gue sama Syifa anniversary, emang harus banget gue perlihatin?"

"Ya seenggaknya kan kasih tau dikit ke kita apa kisi-kisinya,"

"Kayak ulangan aja segala pakek kisi-kisi,"

"Apaan cepet!"

"Rahasia,"

Manda memutar bola mata malas.

🌾🌾🌾



To be continued.

Surat Untukmu [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang