1.5

5.2K 875 45
                                    

Selama hampir dua minggu ini aku terus lembur, bahkan hari Sabtu yang selalu kugunakan untuk mengunjungi bunda dan hari Minggu yang selalu kugunakan untuk berhibernasi, kini tidak ada lagi. Aku benar-benar sibuk.

Saking sibuknya aku sampai lupa keberadaan Dongpyo yang selama dua minggu ini terus mengirimiku chat tapi tak pernah kubalas. Parahnya lagi dia selalu datang ke perpustakaan, sayangnya dia tak pernah sempat bertemu denganku yang sangat sibuk ini.

Sekarang setelah dua minggu lamanya aku mengabaikannya, aku bertemu dengannya dihari Sabtu ini saat hendak memasuki perpustakaan. Dia melipat kedua tangannya didepan dada lalu mengerucutkan bibirnya, menatapku dengan sebal.

Jika Dongpyo tidak sedang marah, aku akan menghujani cubitan gemas dikedua pipinya, sayangnya aku tidak bisa melakukannya sekarang ini.

"Pyo," kataku.

"Aku marah!" balasnya.

"Iya, noona tau kok kamu marah..." ringisku.

"Kenapa nggak balas chatku? Terus kenapa sih noona nggak angkat telpon?! Sebel!"

"Noona pernah bilang kan kalo perpustakaan lagi mau adain event—"

"Noona nggak pernah bilang!"

Aku mengerjap-erjap. Masa sih aku tak pernah bilang?

Ah. Benar.
Aku kan mengatakannya pada Seungwoo, bukan Dongpyo.

"Pyo, noona bisa traktir kamu makan siang, bagaimana? Noona masih banyak pekerjaan," kataku berusaha memberinya pengertian.

Alih-alih membalas ucapanku, Dongpyo malah menghambur ke pelukanku. Aku pun tak punya pilihan selain membalas pelukannya dan mengusap surai hitam miliknya.

"Apa kamu diomelin ayahmu?" tanyaku yang tentu saja paham bahwa Dongpyo tengah merajuk sekarang, rasanya tidak mungkin kalau hanya karena aku tidak membalas pesannya, pasti ada sesuatu yang lain.

"Aku nggak suka."

"Nggak suka apa?"

"Pokoknya nggak suka di rumah."

"Tapi kamu udah telpon ayahmu mau kemari kan?"

"Nggak mau kasih tau ayah."

"Pyo—"

"Nggak mau."

"Ya udah, gapapa kalo kamu nggak mau. Masuk aja yuk," ajakku.

Aku membawa Dongpyo ke ruang staff, para staff mulai heboh mempertanyakan dimana aku menemukan Dongpyo yang dikiranya masih anak SMP hilang.

"Namaku Han Dongpyo. Lalu aku ini sudah SMA, dan aku tidak hilang. Aku diajak Shia noona kesini," ujar Dongpyo memperkenalkan diri.

"Han Dongpyo?" ujar Ong. "Namanya terdengar tidak asing."

"Iya, aku seperti familiar dengan namanya," sahut Eunbi.

"Ah!" Jihyo memekik, membuatku yang mejanya memang ada disebelahnya terperajat karena kaget. "Anaknya Chocolatier Han!"

Aku menengok ke arah Jihyo, berpikir keras darimana Jihyo tau hal itu. Lagipula memangnya Dongpyo ini terkenal? Apa aku melewatkan sesuatu?

"Benar, benar," sahut staff lainnya.

"Apa kamu anaknya Chocolatier Han?"

"Pantas saja wajahnya juga nggak asing."

"Apa benar kamu anaknya?"

"Ya ampun, anaknya lucu sekali."

Para staff mulai heboh dan Dongpyo tampak tidak masalah dengan dirinya yang mendadak populer disini, dia menjawab satu persatu pertanyaan serta mengucapkan terima kasih pada setiap pujian yang dilontarkan untuknya.

"Gimana bisa kamu kenal anaknya Chocolatier Han?" tanya Jihyo.

"Aku sering melihatmu diikuti olehnya. Apa kamu dekat dengannya?" tanya Eunbi.

Jihyo mendekatkan kursinya padaku dan berbisik. "Kamu ada apa-apa yah sama Chocolatier Han?"

Aku segera mendorongnya menjauh. "Apaan sih? Lagian aku nggak tau kalo Dongpyo ini anaknya Chocolatier Han, kami dekat karena aku mengajarinya matematika."

"Iya, kami kenal karena noona ngajarin aku matematika hehehe," tambah Dongpyo.

"Ayo semuanya kembali bekerja. Kita punya satu bulan setengah lagi untuk menyiapkan semuanya!" ujarku berusaha memotong semua spekulasi yang mulai dibuat orang-orang.

🍫

"Kenapa harus pulang? Kan yang lain masih lembur."

"Masa noona nahan kamu semalaman di perpustakaan? Ayahmu juga udah khawatir," balasku sambil mengendarai mobilku.

Tentu saja aku memulangkan Dongpyo tepat saat perpustakaan tutup, pukul sembilan malam. Walaupun Dongpyo tidak mau memberitahu Seungwoo, aku tetap menelpon pria itu dan saat aku menelponnya, mengatakan bahwa Dongpyo ada bersamaku, dia terdengar begitu lega.

Ya, walaupun aku akhirnya bisa mengantarkan Dongpyo pulang, aku tetap tak enak hati pada yang lain karena mereka harus lembur lagi.

"Tadi mah lamaan aja gapapa," sahut Dongpyo.

"Kenapa? Kamu beneran diomelin ayahmu terus kabur dari rumah?"

"Poin pertama salah. Poin kedua bener."

"Kenapa kabur dari rumah?"

"Aku nggak suka di rumah."

"Kenapa?" tanyaku tapi Dongpyo tidak mau menjawabnya.

Sepanjang perjalanan Dongpyo terus diam dan tidak bicara apa-apa, aku juga tidak mempermasalahkannya karena tidak semua hal harus kuketahui bukan?

Sayangnya sampai di depan rumahnya pun, Dongpyo tidak menunjukkan tanda bahwa ia ingin turun dari mobilku dan masuk ke rumah. Dia masih diam dan tidak bergeming sama sekali.

"Pyo?"

"Aku nggak boleh nginep di apartemen noona aja?"

"Nggak boleh," jawabku tegas. "Kamu harus jadi anak baik. Kalau kamu ada salah sama ayahmu, kamu harus minta maaf oke?"

"Ayah yang ada salah sama aku, bukan aku yang ada salah sama ayah."

"Han Dongpyo," kataku.

Dongpyo merenggut dan memegang erat seatbeltnya. Dia mulai merajuk lagi.

"Noona temenin deh ngomong sama ayahmu yah?"

Dongpyo langsung melepaskan seatbeltnya dan turun, aku pun mengikutinya. Sejak turun dari mobilku, Dongpyo terus memeluk lenganku dengan protektif, seakan ia benar-benar mencari perlindungan.

Nyatanya saat aku dan Dongpyo baru masuk beberapa langkah ke dalam toko, aku harus terpaku ditempatku berpijak sekarang, begitu juga dengan Dongpyo yang tampaknya jauh lebih kaget ketimbang aku.

Karena dihadapanku dan Dongpyo, Seungwoo tengah berciuman dengan seorang wanita yang entah siapa.

-tbc-

Daddyable | Han SeungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang