2.1

5.7K 874 25
                                        

Seungwoo Pov

Aku mengantar Shia ke apartemennya, sepanjang perjalanan Shia hanya diam dan menghindari tataapanku. Apa aku terlalu blak-blakan yah semalam? Belum lagi tadi saat sarapan Dongpyo malah meminta Shia jadi bundanya. Shia pasti benar-benar terganggu.

"Hei, sudah sampai," kataku menyadarkannya.

Shia tampak terkejut sebelum akhirnya sadar bahwa ia memang sudah sampai di apartemennya. "Makasih."

"Cepatlah. Aku akan menunggu disini," kataku menepuk-nepuk kepalanya.

"Nggak di dalam?"

"Kamu mau aku nunggu di dalam?"

"Nggak usah deh! Lima menit selesai!" katanya buru-buru keluar dari mobilku, sementara aku sudah tidak dapat menahan tawaku karena melihat tingkahnya.

Disela waktu aku menunggu Shia, sempat terpikirkan olehku apa Seola akan marah padaku di atas sana karena nyatanya setelah 14 tahun kepergiannya, aku harus kembali mempertanyakan kesetiaan dan juga perasaanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disela waktu aku menunggu Shia, sempat terpikirkan olehku apa Seola akan marah padaku di atas sana karena nyatanya setelah 14 tahun kepergiannya, aku harus kembali mempertanyakan kesetiaan dan juga perasaanku. Aku pernah berjanji pada diriku sendiri untuk tetap setia hanya pada Seola dan membesarkan Dongpyo seorang diri, tapi nyatanya aku jatuh cinta pada seorang wanita yang dengan tanpa niat apapun dapat masuk kedalam kehidupanku begitu mudahnya. Aku sendiri tidak tahu kapan aku mulai selalu mencari sosoknya, entah sejak dia menemaniku ke funeral atau sejak Dongpyo terus menerus menempel padanya.

"Seola, jangan marah yah," gumamku.

"Aku kembali," ujar Shia yang tiba-tiba saja membuka pintu.

Walaupun Shia bilang lima menit, tetap saja pada akhirnya aku tetap menunggunya selama hampir 20 menit. Hari ini Shia tampak cantik dengan setelan perpaduan coklat dan putih yang melekat ditubuhnya itu. Dia tampak elegan dan sederhana disaat yang bersamaan.

 Dia tampak elegan dan sederhana disaat yang bersamaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu bilang lima menit," ujarku.

Shia mengerjap-erjap. "Emang lama banget?"

"Maunya lama apa nggak?"

"Kok malah nanya balik sih?" gerutunya.

Aku hanya terkekeh sebelum akhirnya menjalankan mobilku menuju ke tokoku. Di perjalanan kami tak banyak bicara, hanya membicarakan bahwa sebentar lagi musim gugur akan berganti dengan musim dingin atau mengenai event perpustakaan yang katanya digunakan untuk menyambut musim dingin.

Sampai di toko, Shia segera keluar dari mobilku dan menuju mobilnya tapi dihalangi Dongpyo sebelum dia memberikannya ciuman selamat jalan. Anak itu benar-benar.

Anehnya setelah mendapat ciuman selamat jalan dari Shia, Dongpyo terus senyum-senyum sendiri sepanjang jalan menuju sekolahnya, aku hanya berharap dia nggak disangka gila oleh teman-temannya nanti jika dia masih saja senyum-senyum seperti ini di sekolah.

"Segitu senangnya dicium Shia?" tanyaku.

"Iyalah! Habis dari dulu aku cuma dapat ciumnya dari ayah."

"Emang mau dari siapa dapat ciumnya kalo bukan ayah hm?"

"Dari bunda."

Aku diam setelahnya, menghindari topik mengenai Seola dengan Dongpyo. Akhir-akhir ini, Dongpyo sering kali memulai topik ini, topik yang mati-matian aku hindari dan usahakan agar Dongpyo melupakannya. Bukan tanpa asalan aku melakukannya, aku hanya nggak ingin Dongpyo jadi murung dan merasa bersalah karena membahas Seola, mengingat bahwa Dongpyo lah alasan mengapa Seola tidak lagi ada disisi kami selama ini.

Aku tak pernah menyalahkan Dongpyo atas hal ini karena keberadaan Dongpyo adalah hal yang aku ataupun Seola sama-sama nanti, hilangnya nyawa Seola bukanlah salah Dongpyo. Makanya lebih baik jika Dongpyo nggak tau.

"Ayah."

"Hm?"

"Nanti jemput noona yuk," ajaknya, seakan-akan tau kalau diamku adalah tanda bahwa aku nggak mau membahas Seola, sehingga dia mengalihkan pembicaraan.

"Bukannya Shia lembur?"

"Paksa pulang aja. Nih, aku udah chat noona nanti mau ke perpustakaan."

"Jangan ngawur," kataku, "tapi gapapa deh. Paksa pulang aja, kasihan tadi kantung matanya tebal banget."

"Oki!"

Dongpyo keluar dari mobil dengan riangnya dan menyapa teman-temannya. Diam-diam aku tersenyum melihat bagaimana dia sudah sebesar ini sekarang. Rasanya waktu berlalu terlalu cepat, sepertinya aku harus siap untuk ditinggal hidup sendirian nanti ketika Dongpyo dewasa.

Aku kembali lagi ke toko, membereskan toko dan menyiapkan coklat dagangan. Sayangnya pembeli pertama yang datang ke tokoku adalah orang yang nggak pernah aku harapkan kedatangannya. Kalian tentu tau siapa, dialah orang yang kuusir lusa lalu.

"Seingatku, kamu udah kuusir," kataku sarkas.

"Dan seingatku, kamu lupa kalo aku menyimpan ini," katanya menunjukkan sebuah kotak cukup besar yang entah apa isinya.

"Apa itu?" tanyaku.

"Dongpyo udah dewasa kan? Dia udah harus tau soal Seola kan?"
tanyanya.

"Jangan macam-macam," kataku tak suka.

"Begitu pun kamu, Han."

"Apa maksudmu?" tanyaku menatapnya tajam.

"Jauhi wanita itu. Dengan begitu aku nggak akan memberikan ini ke Dongpyo."

"Aku nggak mau."

"Kalo gitu rahasiamu soal kematian Seola bakalan terbongkar. Meninggal karena sakit? Nggak. Seola meninggal karena Dongpyo. Kayanya Dongpyo juga nggak tau wajah Seola yah."

"Bisa nggak sih kamu ngelupain ambisimu soal aku yang akan balik menyukaimu? Aku nggak akan suka kamu. Itu faktanya!"

"Aku nggak peduli kamu bakalan suka aku atau nggak. Kalo aku nggak bisa milikin kamu, maka wanita itu juga sama," ujar Wendy yang kemudian pergi dari toko, memanfaatkan para pembeli yang sudah mulai memasuki toko satu persatu.

Sepanjang hari ini aku terus khawatir, benar-benar khawatir apakah Wendy akan memberikan kotak besar yang entah apa isinya itu pada Dongpyo. Untungnya saat aku menjemputnya, Dongpyo masih tetap menyapaku seperti biasanya. Yah, untuk sementara ini aku masih bisa tenang.

Seperti biasa, Dongpyo terus bercerita mengenai harinya di sekolah, mengenai teman-temannya, dan lain-lainnya sampai aku berpikir apa tenggorokannya tidak kering karena berbicara terus.

"Ayah, ayah, nanti makan dulu yah habis jemput noonanya?"

"Iya. Mau makan apa emangnya?" tanyaku sambil memutar kemudi mobil berbelok ke perpustakaan.

"Enaknya apa? Sajian Tiongkok?"

"Boleh, boleh," ujarku lalu mematikan mesin mobil ketika sudah mendapatkan posisi parkir yang sesuai.

Dongpyo keluar dengan riangnya, sesekali dia melompat-lompat, membuatku tak tahan untuk tertawa akan tingkahnya. Dia sudah SMA, tapi tingkahnya masih saja seperti anak TK.

"Noona!!" sapa Dongpyo sambil melambaikan tangannya ketika melihat Shia yang baru saja keluar perpustakaan.

Melihatnya membawa tas miliknya, aku bertanya-tanya kenapa dia sudah pulang padahal harusnya dia lembur. Tepat setelah aku berpikir begitu, tubuh Shia ambruk ke depan dan hampir saja mencium jalanan jika saja aku dan Dongpyo tak segera berlari kearahnya. menangkapnya.

"Pyo, kita ke rumah sakit sekarang."

-tbc-

Daddyable | Han SeungwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang