Sambil mengeringkan rambutku, aku mengecek roomchatku dengan Seungwoo, sayangnya pris itu belum membacanya sama sekali, membuatku bertanya-tanya kemana dia sampai-sampai tidak membalas chatku. Dongpyo juga sama saja. Mereka itu kemana sih? Kayanya hari ini bukan ulang tahunku, soalnya ulang tahunku kan musim semi.
Sibuk dengan pikiran-pikiranku, bel apartemenku berbunyi. Segera saja aku bangkit dengan rambut yang setengah basah dan membuka pintu apartemenku. Coba tebak siapa yang kutemukan?
Iya, Seungwoo tengah berdiri dihadapanku, wajahnya sedih dan merajuk disaat yang bersamaan, membuatku merasa dia begitu lucu sekarang ini.
"Seungwoo, ken—" aku kaget ketika tubuh besarnya itu menubruk tubuhku, tangan kekarnya memeluk tubuhku. Seungwoo menyembunyikan wajahnya dicuruk leherku, membuatku geli sekaligus merinding akibat hembusan nafasnya yang mengenai permukaan kulitku. "Seungwoo?"
"Aku marahin Dongpyo."
"Kenapa?" tanyaku bingung. Jangan-jangan tokonya tutup tadi gara-gara dia sibuk marahin Dongpyo diatas?
"Dia nakal. Dia nggak nurut aku," ujarnya sambil menyembunyikan wajahnya lebih dalam lagi dicuruk leherku.
"Seungwoo, bisa lepas aku dulu? Aku mau tutup pintu."
"Nggak," katanya sambil menggeleng kepalanya, membuatku tergelitik karena nafas dan rambutnya.
"Tapi pintunya belum ditutup."
"Biarin."
"Seungwoo—"
"Nggak mau."
Ish, udah tua juga masih aja manja. Pantas aja Dongpyo manja, ternyata ayahnya juga sama aja.
Akhirnya mau tak mau aku harus berjalan mundur lalu memutar haluan tubuhku untuk menutup pintu dengan Seungwoo yang masih memeluk tubuhku. Setelahnya aku harus berjalan mundur juga untuk sampai ke ruang tamu karena Seungwoo benar-benar tidak mau melepaskanku.
"Seungwoo, lepas. Ayo duduk dulu," kataku.
Seungwoo tidak melepaskanku sama sekali dan malah berjalan maju, membuatku berjalan mundur hingga aku jatuh terduduk di sofa, begitu juga dengan dirinya. Masalahnya posisi kami benar-benar tidak nyaman.
"Seungwoo, lepas sebentar. Posisinya nggak nyaman," kataku.
Seungwoo menurutiku dan melepaskan pelukannya, dia membenarkan posisi duduknya, begitu juga denganku. lalu tanpa aba-aba, dia langsung memelukku lagi.
"Kamu nggak mau cerita?" tanyaku membelai rambutnya.
"Tadi udah cerita."
"Cuma gitu doang ceritanya?"
"Dongpyo mau ketemu Wendy, aku nggak kasih."
"Kenapa?"
"Nggak mau, nanti dia hasut Dongpyo biar nggak suka kamu."
Aku terkekeh. "Kenapa sih? Lagian Dongpyo kan udah gede, masa masih dihasut-hasut sih?"
"Pokoknya nggak boleh."
"Terus Dongpyo gimana sekarang?"
"Nggak tau, dia nggak ada di kamarnya. Aku telponin nggak aktif. Aku nggak tau mau cari dia dimana lagi, aku takut dia ke Wendy, aku takut dia kenapa-kenapa."
Aku menepuk-nepuk punggung Seungwoo lembut sambil sesekali mengelus rambutnya. Setiap kali aku mengelus rambutnya, Seungwoo selalu menggesekkan wajahnya yang tersembunyi dicuruk leherku, membuatku geli.
"Ya udah, ayo cari Dongpyo."
Seungwoo menggeleng. "Nggak mau."
"Loh? Bukannya kamu kesini buat minta aku bantuin cari Dongpyo?"
Seungwoo menggeleng lagi. "Bukan."
"Terus?"
"Cuma kepikiran aja dateng kesini terus meluk kamu."
"Apaan sih? Kamu kok malah gombal? Dongpyonya gimana jadinya?"
"Nggak tau," katanya mempererat pelukannya.
Ting tong
Bel apartemenku berbunyi, aku dan Seungwoo sama-sama menengok kearah pintu. Seungwoo paham situasinya dan melepaskan pelukannya, aku pun segera menuju pintu dan membukanya.
"Dongpyo?" tanyaku.
Dongpyo menghambur kepelukanku. "Aku berantem sama ayah."
Ya ampun, ayah dan anak sama saja. sama-sama suka meluk seenaknya.
"Kenapa?" tanyaku pura-pura tidak tahu.
"Aku nginep disini boleh yah, Noona?"
"Ya udah, kamu ma—"
"Shia, siapa?" Seungwoo menghampiriku. "Dongpyo?"
"Ayah?"
🍫
Akhirnya apartemenku menjadi saksi bisu dimana ayah dan anak ini berseteru. Dongpyo hanya diam mengaduk-aduk coklat panasnya, sementara Seungwoo masih diam memandangi Dongpyo yang jelas sekali tidak mau menatapnya.
"Kamu belum jelasin apa-apa ke ayah," ujar Seungwoo.
"Ayah juga belum nanya apa-apa ke aku."
"Han Dongpyo!"
Dongpyo langsung memelukku yang duduk di sampingnya. "Noona takut."
"Seungwoo," kataku. "Jangan gitu, Dongpyo kan pasti punya alasan sendiri."
Seungwoo menghela nafas. "Jangan manjain dia gitu, Shia. Nanti dia jadi kebiasaan."
"Tapi kamunya jangan galak dong."
"Han Dongpyo, jelasin ke ayah kenapa kamu kabur hm? kamu ngapain mau ketemu Aunty Wendy?"
Tapi Dongpyo malah mengeratkan pelukannya padaku. "Ayah mukanya serem."
"Dongpyo, jawab ayah sebelum ayah marah," ancam Seungwoo.
"Pyo," kataku. "Kamu kenapa kabur dari rumah? Kamu ketemu Aunty Wen?"
Dongpyo mengangguk dalam pelukanku. "Iya, ketemu Aunty Wen."
"Ngapain kamu ketemu dia?!"
"Seungwoo, pelan-pelan dong," kataku. "Pyo, kamu ketemu Aunty Wen ngapain?"
"Aunty Wen kasih album foto yang isinya foto bunda."
"Album foto?" tanya Seungwoo.
Dongpyo melepaskan pelukannya dan menatap seungwoo sambil cemberut dengan matanya yang berkaca-kaca. "Ayah nggak kasih tau gimana wajahnya bunda! Ayah nggak pernah mau rayain ulang tahun ayah karena ulang tahun ayah sama kaya bunda! Ayah nyingkirin semua hal tentang bunda! Sedangkan aku nggak tau apa-apa! Emang aku salah kalo nyari informasi tentang bunda?"
Dongpyo langsung berlari masuk ke kamarku, sementara Seungwoo buru-buru mengejarnya. Sayangnya Dongpyo sudah keburu mengunci pintu kamarku. Berapa kalipun, Seungwoo mengetuknya, Dongpyo tetap tidak membukanya.
Aku menghampiri Seungwoo. "Jangan dipaksa, udah biarin Dongpyo tenangin diri dulu."
Seungwoo menghela nafas dan kembali memelukku. "Aku salah yah? Aku gagal yah jadi ayah?"
"Nggak kok, kamu nggak gagal. Tapi kalau salah ... yah kamu salah. Karena gimana pun juga, Dongpyo punya pemikirannya sendiri, dia udah cukup dewasa untuk memilih, dia tau mana yang bener dan mana yang salah. Jangan terlalu kekang dia oke?"
"Shia, aku nggak tau harus gimana kalo nggak ada kamu."
-tbc-

KAMU SEDANG MEMBACA
Daddyable | Han Seungwoo
Fanfiction"Aku benci coklat, tapi aku nggak benci rasanya."