Created by MaharaniNF
Saat di Rumah Sakit, Dinda ditelpon oleh tantenya dan diajak ke Supermarket untuk beli sembako yang sudah habis.
Drrrttt drrrttt drrrttt
"Din, HP lo geter terus tuh." ucap Arka.
Dinda mengambil HP-nya yang ada di atas nakas samping brankar Gio.
"Sebentar ya." Dinda pamit ke Gio dan mengangkat telpon tantenya.
"Assalamualaikum, tante."
"Waalaikumsalam, Din. Kamu masih di rumah sakit?"
"Iya, tan."
"Sampai jam berapa?"
"Kurang tau, tan. Temen-temen masih mau di sini."
"Pulang duluan, ya. Tante mau belanja. Sembako di rumah mau habis nih."
"Oh iya, tan. Dinda pamit dulu. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." tutup Tante.
Dinda pun menghampiri teman-temannya, "Dinda pulang duluan yaa. Udah ditunggu tante di depan." Pamitnya.
"Yahh, truss Gio gimana dong? Kan kasian ditinggal Tuan Putrinya." goda Shella.
"Apaan sih?! Gue juga udah gede kali." bela Gio.
"Hahaha Bocil. Masih kecil lo tuh kalo di depan Dinda." sambung Arka.
"Apaan sih lo?! Bukannya belain." ucap Gio sinis. Mendengar itu, yang lain pun tertawa.
"Udah ya. Saya pulang duluan. Kasihan tante udah nungguin." ucap Dinda di sela tawanya.
"Yaudah, hati-hati." Hanya Gio sendiri yang menjawab. Ketiga orang itu pun menatap satu sama lain da langsung menatap Gio dengan tatapan mengejek.
"Ciyeeeeeee...." Sorakan mereka memenuhi ruangan itu.
"Astaga salah lagi. Dah lah, sana Din pulang aja."
"Iya. Assalamualaikum." Dinda pamit sembari menahan tawanya.
"Waalaikumsalam."
Lucu juga, tapi kasihan juga sih dia jadi bahan candaan yang lain. Batin Dinda di sepanjang koridor Rumah Sakit.
***
Tepat Dinda sampai depan pintu keluar, ia melihat mobil tantenya sudah berdiam manis di depan Apotek samping Rumah Sakit. Langsung saja ia menghampiri mobil itu.
"Hai, tante."
"Eh, Dinda. Masuk aja yuk. Keburu sore." Dinda pun masuk lalu mobil tantenya melaju meninggalkan pelataran Rumah Sakit. Hanya suara radio dan suara kendaraan lain yang mengisi keheningan.
"Gio masih sakit, ya?" ucap tante membuka suara.
"Iya, tan." jawab Dinda.
"Tadi tante mau ikut jenguk, tapi keburu sore juga. Yaudah salam buat Gio aja ya, Din."
"Iya, tan. Besok Dinda salamin kalo ketemu lagi." Dibalas anggukan oleh tantenya. Mobil kembali hening sampai tante membunyikan klaksonnya tiba-tiba.
Tiiinnnnnn.
"Astaghfirullahalazim. Kenapa tante?" kaget Dinda yang baru sadar.
"Itu ada kucing oren lewat. Langsung loncat ke kap mesin, Din." ucap tante sembari mengatur nafasnya.
"Supermarketnya udah di depan, tan." Dibalas anggukan oleh tantenya.
Selesainya berbelanja sembilan bahan pokok dan keperluan lainnya, Tante mengajak Dinda mampir mengganjal perutnya di warung makan depan Supermarket.
Mereka memesan dua bakso, satu es jeruk untuk Dinda dan satu jeruk tawar hangat untuk tantenya.
Saat pertengahan menikmati makanan mereka, tiba tiba HP tante bergetar di dalam tas.
"Sebentar ya." Tante pamit menjawab telpon.
"Assalamu'alaikum?" sapa orang dari sebrang sambungan.
"Waalaikumsalam, Pak. Apa ada kesalahan?"
"Coba kamu ke sini dulu. Ini bagaimana? Saya kurang paham."
"Iya, Pak. Saya segera ke sana."
"Secepatnya."
"Baik." Telpon pun diputuskan secara sepihak.
"Dinda, maaf kita harus pulang sekarang. Tante ada urusan lagi di Kantor."
"Oh, yaudah tante duluan aja gapapa. Nanti Dinda cari ojol."
"Bener gapapa tante tinggal?"
"Bener. Sekalian Dinda mau cari fotokopian dulu di depan. Tante hati-hati."
"Yaudah, tante duluan. Kamu juga hati-hati." Dinda mengamati punggung tantenya yang menghilang masuk ke dalam mobil, setelahnya Dinda pun meninggalkan tempat makan itu.
Tes.
Satu tetesan air dari langit mengenai pelipis Dinda .
"Duh, hujan." Dinda bergumam saat menengadahkan kepalanya menghadap langit. Satu persatu tetesan menyusul dan ia langsung menuju halte depan tempat makan itu.
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
[2]Gio's Life✔
Teen FictionGio, laki-laki yang super dingin dan menyeramkan. Ia tak memiliki teman karena tak satu pun ada yang berani mendekatinya. Datanglah gadis desa bernama Dinda, apakah ia akan bertemu dengan Gio dan membuatnya berubah?