BAB 14

116 22 21
                                    

BAB 14
Pajak Jadian

***

Julian mengatupkan bibir. Dengan tubuh penuh keringat dan baju jersey warna biru yang telah basah, cowok itu menyalakan ponsel.

Memeriksa beberapa deret pesan yang datang dari nomor Alda.

WhatsApp

Alda: hari ini mau latihan theater lagi
Alda: kalo bisa jemput nanti kabarin ya
Alda: semangat latihannya ^-^

Julian tersenyum gemas. Jika sedang sendirian di dalam kamarnya, cowok itu pasti sudah melompat riang dan tertawa-tawa heboh seperti orang gila.

Masih terekam dengan jelas di kepala Julian bagaimana Alda mengangguk dan tersenyum malu pada ajakan Julian untuk berpacaran. Bahkan gadis itu tak segan meminta Julian melakukan swafoto berdua dan mengunggahnya di insta story.

Hal yang membuat Julian merasa diakui sebagai pacar. Sekaligus melambung karena diperlakukan berbeda oleh sang gadis pujaan.

Julian menggigit bibir, makin memundurkan diri dan bersandar pada kursi yang ada di tepi lapangan voli indoor itu.

Ia sudah terlihat larut dengan tangan sibuk mengetikkan balasan pesan dan bibir yang tak berhenti melengkungkan senyum. Tak peduli dengan suasana riuh dalam gelanggang olahraga yang sedikit terdengar mendengung.

Juga tak sadar akan kedatangan seorang cowok jangkung yang menatapnya lurus.

"He, Adam anjir. Baru dateng lo? Mau ngepel lapangan apa gimana?" Nino menjadi orang pertama yang menyadari kedatangan Adam.

Gibran yang sebelumnya sedang menunduk mencari botol minumnya di dalam tas, akhirnya ikut mengangkat kepala mendengar suara Nino. "Dam, jam di rumah lo mati apa gimana sih?" tanyanya tak kalah kesal.

"Anjir," umpat Ardan sambil menunjuk kecil. "Lagak lo kayak orang nggak bersalah gitu ya. Besok-besok nggak gue kasih gratis makan di kafe gue lagi deh."

Sementara Aksa hanya mengumpat, lalu melemparkan bola voli di tangannya ke arah Adam. Beruntungnya, Adam dapat dengan sigap menangkap bola itu sehingga kepalanya tak menjadi sasaran empuk.

Menanggapi pertanyaan beruntun bernada menyudutkan itu, Adam hanya menyengir garing. Menampilkan deretan giginya yang putih dan rapi seolah tak merasa ada yang salah dengan tindakannya.

"Adam Lovers berisik banget sih. Baru juga sehari nggak ketemu. Udah sekangen itu ya?" tanggap cowok jangkung itu tak mau serius.

Membuat empat orang tadi mengumpat dengan nada tinggi yang menyentak. Bahkan Ardan dan Nino sudah kompak ingin maju memukul tempurung kepala Adam agar cowok itu setidaknya sadar dan merasa bersalah.

Bayangkan saja. Pekan olahraga daerah, pertandingan penting yang menargetkan tim mereka untuk mendapatkan emas, akan berlangsung dalam hitungan bulan. Tapi Adam dengan santainya malah membolos latihan, padahal ia termasuk dalam tim inti.

Julian, yang sejak tadi diam dengan bibir mengatup, akhirnya melengos juga dan ikut serta menghakimi Adam. "Ke mana sih lo? Pelatih tadi nggak berhenti tanya. Hape juga sengaja lo matiin, kan?" tanyanya kemudian.

Adam mengerjap beberapa kali. Jika Julian sudah ikut buka suara dengan nada bicara seperti itu, Adam tidak bisa untuk tidak ikut serius. "Gue tadi ada urusan," balasnya tak mau spesifik.

Aksa mendecak. "Dam, lo tahu kan kalau kita nggak lagi main-main," tegasnya ikut menambahkan.

Adam mengerucutkan bibir, merasa makin terpojokkan. "Iya, gue tahu. Tapi gue nggak bisa cerita," sahutnya dengan wajah teralih. "Udah deh. Anggep aja gue lagi latihan jadi klan Uchiha atau apa gitu kek. Jangan paksa gue cerita deh."

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang