BAB 15
Moodboster***
Lala kembali berguling asal di atas tempat tidurnya. Mungkin jika kasurnya adalah pemanggang yang panas, Lala sudah matang secara merata karena sejak tadi terus membalikkan tubuh sambil sesekali berdecak.
Di tangannya, gadis itu memegang lembar naskah dengan coretan stabilo menyala warna hijau muda yang menandakan dialog bagiannya. Seharusnya Lala sibuk menghafal, tapi kini, ia justru kembali melamun tak fokus.
Jika malam kemarin Lala melamunkan Adam sambil senyam-senyum tidak jelas, maka malam ini, Lala memikirkan Julian.
Julian dan kabar berpacarannya dengan Alda. Julian yang bahkan sampai detik ini belum menghubungi Lala sama sekali. Julian yang sepertinya ... mulai menjauhi Lala.
Lala mendengkus. Gadis itu menurunkan lembar naskah yang tadi menutupi wajahnya, lalu mengamati langit-langit kamar dengan pandangan menerawang.
Entah dimulai sejak kapan. Tapi semakin dipikirkan, Lala makin merasa Julian memberi jarak pembatas. Mungkin tanpa sengajaㅡmengingat kesibukan cowok itu dan klub bola volinya, mungkin juga dengan sengaja.
Lala menarik napas. Ketika mendengar suara pintu kamarnya yang terbuka, gadis mungil itu sontak menolehlan kepala.
Seorang wanita berusia di akhir 30 tahunan muncul dari di ambang pintu, nampak menyengir kecil sambil membawa sebuah nampan dengan beberapa lembar roti dan selai coklat.
Lala melebarkan mata, segera beranjak duduk. "Mama?" sapanya kemudian. "Ngapain bawa roti?"
Wanita yang dipanggil Mama oleh Lala itu mengangkat bahu, tidak langsung menjawab dan terlebih dahulu melangkah masuk. "Kamu nggak turun makan malam tadi," sebutnya sembari meletakkan nampan yang ia bawa ke nakas samping tempat tidur.
Lala mengangguk saja, agak meringis karena merasa merepotkan. "A ... iya. Tapi keasyikan baca naskah," balasnya, menunjuk kecil lembaran kertas tak jauh darinya.
Mama meliriki itu, lalu melengos pelan. "Sampai lupa makan gitu, La," katanya seraya mengoleskan selai ke lembar roti. "Emang pertunjukan kamu penting. Tapi kan kalau sampai sakit juga sama aja. Persiapan kamu malah nggak ada artinya."
Lala mengerucutkan bibir, tak terima disalahkan. Meski berikutnya, gadis itu sudah berganti fokus mengamati sang mama menyiapkan roti. "Kok malam-malam gini makan roti sih, Ma?" tanyanya kemudian.
Mama mendelik kecil. "Salah siapa nggak ikut makan. Tadi padahal Mama masak nasi goreng, tapi udah habis dimakan Ayah," katanya yang membuat Lala membulatkan mata.
"Wah, Ayah kalau makan nggak inget anak ya," komentar Lala yang hanya dibalas tawa singkat oleh sang mama. Gadis mungil itu mendengkus, lalu makin mendekatkan diri pada Mama sampai mendusel kecil. "Ma, banyakin selainya dong."
Mama mengerutkan kening. "Kebanyakan makan manis nggak baik, La." Wanita itu menelangkupkan lembar roti yang telah diolesi selai, lalu menyodorkannya pada sang anak. "Nih. Spesial pakai cinta."
Lala menatap geli. Ia segera menerima roti dari Mamanya dan memakan satu gigitan besar hingga mulutnya penuh dan pipinya membulat sempurna.
"Kenapa deh? Makanan manis kan enak. Bikin seneng juga," celetuk Lala pada akhirnya berkomentar.
Mama menarik napas, kembali fokus meracik lembar roti berikutnya. "Iya enak. Tapi kalau kebanyakan juga nggak sehat."
Lala mendengkus. Meski rasa pada roti di tangannya tidak bisa dibilang kurang manis, tetap saja gadis itu ingin lebih banyak sakarin dalam setiap makanannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
أدب المراهقينLala terjebak friendzone dengan Julian, sahabat sekaligus tetangga rumahnya. Lala yang tidak seberani itu untuk mengungkapkan, malah sering menjadi perantara untuk Julian berkenalan dengan teman-temannya yang menyimpan rasa pada cowok itu. Kemudian...