BAB 28

91 16 9
                                    

BAB 28
Peluk

***

'Pulsa lo habis, La? Isi ulang dulu sana, nanti telepon gue lagi aja. Gue tunggu ya.'

Lala menggigit bibir bawah, membaca ulang balon pesan terakhir yang Adam kirimkan ke ponselnya. Sudah dua hari berlalu, tapi gadis itu belum memberikan jawaban.

Anehnya, Adam yang biasanya mengirimkan pesan beruntun ketika Lala terlambat membalas satu menit saja, kali ini juga membisu.

Cowok jangkung itu tiba-tiba menghilang. Lala sering melihat gerombolan anggota klub voli berkumpul di sudut kantin, atau sedang beramai-ramai menuju ke gedung olahraga. Tapi Lala tidak menemukan Adam di sana.

Lala merasa Adam sengaja menjauhinya. Entahlah, mungkin karena masalah yang belakangan menghantuinya. Mungkin karena akhirnya, Lala ditinggalkan sendirian.

Tapi Lala berpikir Adam telah tahu masalahnya, lalu memilih untuk menjauh demi menjaga reputasi pribadi cowok itu. Apalagi, Adam sudah kembali bertemu dengan si Rena-Rena itu, kan?

Lala mendengus sinis, lalu berdecak dan melempar ponselnya pelan agar sedikit menjauh dari jangkauan tangannya.

Sejujurnya, setiap hari terasa semakin menyesakkan. Desas-desus soal pertunjukan yang terancam batal, sampai dibubarkannya klub theater membuat Lala tak bisa tidur tenang.

Gadis itu selalu dilingkupi perasaan bersalah, tentu saja. Meski saat dipikirkan lagi, ia tak tahu harus merasa bersalah tentang apa.

Lala menidurkan kepalanya di atas meja, menjadikan lipatan lengannya sendiri sebagai bantal. Mulai melamun tak fokus dengan pandangan menerawang.

Sekarang adalah jam istirahat kedua.

Daripada duduk diam di kelas atau ikut berdesakan di kantin, Lala lebih memilih untuk ke perpustakaan. Duduk di bawah air conditioner yang dingin sambil menghirup aroma khas buku.

Gadis itu hampir larut dalam kantuk jika saja seseorang tidak tiba-tiba menarik kursi tepat di sebelahnya dan duduk di sana.

Lala mengedip sekali, segera menegapkan tubuh dengan mata membulat yang juga berbinar senang.

Meski ketika melihat Julian menopang dagu dan menatapnya lurus, entah mengapa, garis wajah bersemangat Lala langsung menurun.

Tunggu, memangnya siapa yang Lala harapkan?

"Jadi sekarang lo mendadak rajin." Julian membalik asal tumpukan buku yang entah milik siapa di samping sikunya, lalu manggut-manggut sambil menatap Lala seolah sedang menilai. "Kok nggak cocok ya?"

Lala merapatkan bibir, berusaha tersenyum paksa sambil menggeleng kecil. "Apaan sih. Jayus," balasnya yang hanya dibalas cengiran oleh Julian.

Gadis itu menghela napas, pura-pura membuka-buka halaman buku di atas meja. Entah mengapa makin merasa canggung merasakan Julian yang masih menatapnya lurus.

"La," panggil Julian tiba-tiba memecah hening.

Lala menggumam saja, tak menolehkan kepala tapi memasang gestur siap mendengarkan.

Julian mengatupkan bibir, entah mengapa jadi merasa ragu. "Lo...." Cowok itu menarik napas. "Udah makan?" tanyanya asal bicara.

Padahal sebenarnya, bukan itu yang ingin Julian katakan.

Lala mengerjap, lalu menggeleng saja. "Nggak. Belum," jawabnya jujur.

Julian melebarkan mata. "He? Belum makan?" Cowok itu memajukan diri sampai membuat Lala termundur kaget. "Kenapa? Dari pagi belum makan?"

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang