BAB 22

122 20 38
                                    

BAB 22
Putus

***

"Jadi gimana, Dok?"

Lala mendecak, langsung menabok gemas punggung Julian yang duduk menegap di sebelahnya. Membuat cowok bule itu mengaduh nyaring dan menoleh cepat penuh protes ke arah Lala.

"Sakit," keluhnya yang hanya dibalas cibiran dan pelototan mengancam oleh Lala.

"Diem dulu, kenapa sih? Itu dokternya lagi mau duduk, udah lo tanyain kayak gitu," sahut Lala setengah berbisik, berusaha agar suaranya tak begitu terdengar.

Julian mengatupkan bibir. Tapi ia tak mengindahkan peringatan Lala dan makin memajukan kursi merapat ke meja yang menjadi pembatasnya dengan sang dokter.

Rama, dokter muda yang juga merupakan teman dari Dhitoㅡpelatih voli Julian, hanya tersenyum maklum melihat kelakuan polos dua anak muda di hadapannya. Meski ia berikutnya berdeham, mulai mengamati hasil rontgen pada pergelangan kaki kanan Julian.

"Anu, Dokter." Julian kembali membuka suara, membuat Lala lagi-lagi melebarkan mata penuh ancaman.

Tapi Rama justru tersenyum ramah menyambut. "Kenapa, Julian?" tanyanya dengan nada mengayomi.

Julian sejenak menelan teguk. "Kalau hasilnya jelek, saya keluar aja deh, Dok." Cowok itu lalu menunjuk Lala. "Dokter kasih tahu temen saya aja nggak apa-apa."

Lala melengos kecil, kadang merasa malu sekaligus lelah dengan sikap penakut Julian yang kadang berada di luar batas. Terutama pada hal-hal yang menyangkut kesehatan.

Mungkin karena pengaruh trauma juga, bagaimana dulu Julian melihat dengan mata kepala sendiri ketika sang ayah berjuang melawan penyakit mematikan.

Rama tertawa pelan mendengar permintaan Julian. "Nggak kok. Kaki kamu nggak parah," katanya berusaha menenangkan. "Cuma kesleo ini."

Julian mengerjap. "Beneran, Dok?" tanyanya mencoba memastikan.

Rama tersenyum saja. Sejurus kemudian menunjukkan hasil rontgen ke hadapan Lala dan Julian yang langsung saling merapat.

"Otot kamu cuma sedikit membengkak di daerah ini. Mungkin karena tekanan berlebihan atau gerakan menumpu yang mendadak," jelas Rama sambil menunjuk daerah yang ia maksudkan menggunakan ujung pena. "Kamu bilang habis jatuh dari motor, kan?"

Julian mengangguk. "Tapi ... kenapa sakit banget ya, Dok?" tanyanya karena memang kakinya terasa sangat nyeri. Bahkan untuk menapak tanah saja rasanya sakit bukan main.

"Karena nggak segera kamu bawa ke sini kemarin," kata Rama menyindir, sedikit mengedipkan mata pada Lala yang memang sempat mengomel bercerita akan bebalnya Julian berobat ke rumah sakit.

Julian agak menciut. Sementara Lala sudah semakin puas menyikuti lengan cowok itu sambil menggumam menyalahkan, "Tuh dengerin. Bandel sih."

Rama lagi-lagi tersenyum. "Kamu suka olahraga ya, Julian?" tanyanya kembali menuju topik pembicaraan utama.

Julian mengedipkan mata. "Iya, Dok. Saya dilatih voli sama Kak Dhito," katanya menyebutkan nama sang pelatih yang ia ketahui sebagai teman Rama.

Karena memang Dhito yang merekomendasikan Rama untuk setiap anak didiknya yang mempunyai masalah kesehatan, terutama di bagian otot.

Rama manggut-manggut mengerti. "Pasti sering latihan sampai malam ya? Dari pagi sampai malam, begitu? Sering?" tebaknya kemudian.

Julian menyengir. "Eh, iya. Saya suka nambah porsi latihan sendiri biar main makin bagus," jawabnya jujur saja.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang