BAB 32
Cupid Adam***
Julian mendecak, refleks mengumpat kasar ketika smashnya memanjang di belakang base line. Cowok itu mengacak rambut, lalu berbalik menatap empat orang di belakangnya yang sama-sama membeku terperanjat.
Bahkan Adam yang tadi memberinya umpan sempurna ikut latah saking kagetnya. Membuat Nino langsung memukul kepalanya sambil menahan tawa geli.
"A ... sori." Julian merapatkan bibir, sedikit meringis. "Kaget ya?"
Ardan mengerjap, menjadi yang pertama menyadarkan diri. "Iya lah, anjir. Lo ngapain sih? Gue kira kesurupan," katanya dengan nada heran sekaligus ngeri.
Suara tawa Nino terdengar begitu saja, pecah tak tertahankan. "Lo masih trauma yang waktu di rumah gue ya?" tanyanya sambil menunjuk kecil Ardan, teringat kelakuan kakak perempuannya yang keluar kamar tengah malam dengan memakai masker wajah.
Ardan melotot, jelas merasa tersinggung. Apalagi waktu itu, ia yang memang sedang menginap di rumah Nino sampai pingsan-pingsan ayam saking takutnya.
"Diem, sat."
Gibran menggeplak kepala Ardan, tak tahan juga mendengar mulut kotor cowok itu. "Lo yang diem," cetusnya galak, lalu beralih pada Julian. "Lo juga kenapa sih, Yan? Tinggal lima hari loh ini."
Julian hanya mengulum bibir sambil menatapi ujung sepatunya. "Gue cuma ... ada yang lagi gue pikirin," ujarnya dengan suara merendah tak jelas.
Adam mengernyit. Karena posisinya yang paling dekat dengan Julian, ia menjadi satu-satunya yang mendengar gumaman spiker sekaligus kapten timnya itu.
Gibran menarik napas. "Terus gimana?" tanggapnya kemudian, berusaha mengambil alih. Karena sebagai yang paling tua, Gibran memang punya tanggung jawab tak tertulis ketika Julian sedang aneh seperti sekarang.
Nino mengangkat tangan tinggi sambil melompat-lompat kecil minta perhatian. "Istirahat dulu kali, Gib. Capek aja si Julian mah," ucapnya sambil menyengir.
Gibran sejenak merapatkan bibir, berpikir dalam hati. "Ya udah," putusnya kemudian, membuat yang lain mengalihkan perhatian padanya. "Kita latihan lagi kapan?"
"Dibahas nanti aja," sahut Nino kembali menanggapi. "Kan ada aplikasi namanya WhatsApp. Udah santuy dulu."
Ardan menyipitkan mata, jelas merasa curiga melihat raut semringah di wajah Nino. "Kenapa lo? Girang amat mau pulang," komentarnya sambil berjalan mengiringi Nino menuju ke pinggir lapangan untuk mengambil tas.
Nino hanya cengengesan. "Mau ngegas degem dong," katanya terang-terangan tanpa malu. "Sekarang lagi latihan cheers di lapangan, tahu."
Bukan hanya Ardan, bahkan Gibran dan Adam yang tak sengaja mendengar pun ikut mengumpat penuh hujatan. Membuat Nino agak mencuatkan bibir sok marah tak terima.
"Pantes aja nggak ada yang mau sama lo, No." Adam masih sempat mencibir di tengah gerakannya memasukkan handuk ke dalam tas.
"Lo tuh satu aja, anjir. Semua yang cantik digas, pantes ditolak." Kalau ini Ardan yang sudah sangat bosan mendengar cerita patah hati dari seorang Elnino Baskara.
Nino melebarkan mata tak terima. "Kan gue lagi proses mencari, wajar kalau kayak gini," elaknya mencoba membela diri. "Lihat aja. Besok kalo ada yang udah pas, nggak bakal ke mana-mana lagi gue."
"Halah. Paling juga ditolak lagi."
Nino mengumpat begitu saja. Tak tahan untuk tidak maju menyerang Ardan yang kini sudah mengomel meremehkannya. Membuat Ardan memekik kaget dan langsung berlari menghindar. Tentu saja Nino mengejarnya tak mau kalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
Ficțiune adolescențiLala terjebak friendzone dengan Julian, sahabat sekaligus tetangga rumahnya. Lala yang tidak seberani itu untuk mengungkapkan, malah sering menjadi perantara untuk Julian berkenalan dengan teman-temannya yang menyimpan rasa pada cowok itu. Kemudian...