BAB 25

112 21 13
                                    

BAB 25
Rapuh

***

Lala menggigit bibir bawahnya. Berdiri di depan kamar rawat rumah sakit yang pintunya masih tertutup rapat. Gadis itu sedikit melongok, sejenak mengintip sambil terus mempersiapkan diri.

"Lala?"

Lala tersentak, langsung menoleh cepat mendengar teguran dari belakang punggungnya. Ia sampai terbatuk, meski berikutnya mencoba tersenyum menyambut.

"Eh, Alda." Gadis mungil itu meringis, lalu agak menggeser tubuh yang sebelumnya berada tepat di depan pintu. "Lo lagi di luar ya, ternyata."

Alda mengerjap. Tentu saja merasa terkejut tak menyangka Lala akan mengunjunginya. Tapi gadis yang menyeret tiang infus dengan tangan kanannya itu akhirnya balas tersenyum sambil mengangguk kecil.

"Cari udara aja sih, La. Bosen di dalam kamar," sahutnya berusaha terdengar ceria, walau suaranya jelas masih parau.

Lala menelan teguk. Ia tak banyak menyahut, hanya menggumam singkat karena sebenarnya tidak tahu harus memberikan respond seperti apa.

"Mau ... gue temenin jalan-jalan?" tawar Lala dengan nada ragu. "Tapi kalau lo udah capek, kita masuk aja nggak apa-apa kok."

Alda tertawa pelan. "Sebenernya masih pengen di luar sih," balasnya menyambut senang ajakan Lala. "Gue denger katanya taman belakang rumah sakit ini bagus. Mau coba ke sana?"

Lala melebarkan mata, lalu mengangguk setuju dan menyengir lebar. Membuat Alda yang melihatnya ikut tersenyum, merasa gemas pada sikap Lala yang polos dan apa adanya.

Alda jadi menyendukan pandangan. Andai saja ia bisa seperti Lala....

"Al, tahu nggak? Gedung auditorium jadi sepi nggak ada lo," celetuk Lala sembari melangkah beriringan dengan Alda.

Alda mendengkus saja, berlagak tidak percaya. "Kayaknya biasa aja deh. Lo aja yang lebay," cibirnya kemudian, sesaat diam sambil menundukkan kepala. "Lagian peran gue juga nggak penting-penting banget kan, La."

Lala terkesiap. Alda mungkin mengucapkan kalimat itu dengan suara pelan dan nada melirih yang hampir menghilang di bagian akhir. Tapi di koridor sepi yang mengarah langsung ke area taman belakang rumah sakit, Lala tentu bisa mendengarnya dengan jelas.

Gadis mungil yang memakai sweater oversize warna abu-abu dengan celana jeans hitam itu menarik napas. Memilih untuk mengatupkan bibir dan sejenak menahan sahutan yang sudah berada di ujung lidah atas ucapan Alda.

Begitu keduanya sampai di dekat bangku panjang yang menghadap ke air mancur di tengah taman, Alda mengajak Lala duduk. Gadis yang mengenakkan pakaian biru pucat khas rumah sakit itu nampak memejamkan mata menikmati udara yang hangat.

Lala mengerjap, lalu berikutnya mengedarkan pandang mengamati sekitar. Taman belakang rumah sakit itu terlihat cukup luas dan terawat dengan beberapa bangku panjang yang tersebar di sudut-sudut taman.

Rumput setinggi mata kaki mengepung di sepanjang jalan setapak berbatu yang mengarah menuju ke air mancur kecil yang berada di tengah taman seolah menjadi pusat. Beberapa orang yang memakai pakaian serupa dengan milik Alda juga terlihat memadati taman, berlalu-lalang ditemani seorang suster, meski ada pula yang datang sendirian.

Lala mengedipkan mata. Sembari memperhatiakan suasana, gadis itu diam-diam merangkai kata dalam hati. Tidak mau kelepasan satu-dua patah kata dan membuat suasana tidak enak.

Karena bagaimana pun juga, Lala akan membuka topik pembicaraan yang sangat sensitif bagi Alda.

Lala menelan ludah. Gadis itu sedikit melirik, mengamati wajah tenang Alda yang masih setia memejamkan mata. Mendadak teringat perkataan Bobby padanya seberes latihan theater tempo hari.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang