BAB 13

120 23 11
                                    

BAB 13
The Bomb

***

Suasana di dalam kelas terasa cukup lengang pada jam istirahat pertama ini. Hanya ada satu-dua murid yang bertahan di kursi masing-masing, entah untuk memakan bekal atau mengerjakan tugas yang harus dikumpulkan siang ini.

Lala menjadi salah satu murid yang memilih untuk tetap di kelas. Bukan karena ia malas ke kantin atau apa, tapi karena kini, gadis itu harus melanjutkan hafalan dialognya yang sempat tertunda.

Kemarin, Kak Bobby akhirnya mengumumkan hasil seleksi. Lala yang mendapatkan peran sebagai tokoh utama, tentu memiliki beban untuk melakukan yang terbaik.

Meski bukan hal itu yang sejak tadi membuat Lala menopang dagu dan menatap menerawang tanpa fokus, alih-alih mulai menghafal dialog bagiannya.

Gadis mungil yang kini duduk di kursi paling pojok belakang itu menarik napas, entah untuk yang keberapa kali sepanjang sepuluh menit ini. Ia mencoba untuk menunduk membaca deretan kalimat di lembar naskahnya, tapi lagi-lagi mendecak karena malah terbayang sesuatu.

Lala terbayang wajah Adam.

"Kayaknya gue udah gila, sumpah," ujarnya sambil menampar pelan kedua pipi bulatnya.

Lala menggeleng kecil, berusaha menyadarkan diri. Sejak pembicaraan di dekat lapangan voli tempo hari, gadis itu merasa terus terbayang sosok Adam.

Ketika sedang mencuci muka di kamar mandi, Lala ingat cengiran Adam yang khas. Ketika sedang menonton televisi, Lala mendengar suara tawa Adam. Lalu ketika memejamkan mata bersiap untuk tidur, gadis itu melihat senyum Adam.

Makasih ya, Saddam Rajaputra.

Lala memekik tertahan. Kakinya bergerak menendang meja hingga menimbulkan bunyi keras yang menggema karena senyapnya suasana kelas.

Beberapa orang menoleh, terang-terangan menunjukkan pandangan terganggu. Membuat Lala meringis minta maaf, lalu tanpa kata beranjak keluar dari keadaan tak menyenangkan itu.

Lala melengos kecil. Kini berjalan sendiri di koridor, tak tentu tujuannya. Sampai ketika merasakan perutnya yang keroncongan, gadis itu memutuskan untuk pergi ke kantin.

Lagian juga, pikir Lala sambil terus melangkah, kenapa harus panggil pakai nama lengkap? Kan kesannya Lala sengaja mencari tahu nama lengkap Adam.

Meski memang kenyataannya begitu sih.

Lala mengerucutkan bibir. Tapi semua yang terjadi tempo hari itu tidak terencana sama sekali. Jatuh dari sepeda, bertemu Adam, dan mengobrol serius. Segalanya sarat akan kebetulan.

Apa yang Lala katakan, mungkin juga apa yang Adam katakan. Semuanya muncul karena suasana yang tercipta saat itu.

Menjelang senja di dekat lapangan voli komplek yang mulai ramai oleh lalu-lalang aktivitas beragam manusia. Udara yang hangat. Angin yang berembus pelan.

Juga jangan lupa jaket dengan warna yang kebetulan sama.

Lala mengerjap, agak mengernyit mendengar pemikirannya sendiri. Loh, kok jadi jaket?

"Hayo, mau ke mana? Ketemu cem-ceman baru ya?"

Lala tersentak, lalu langsung menoleh menyadari seseorang menggandeng lengannya dengan akrab. Tara, gadis berkacamata yang merupakan teman semejanya.

"Apaan deh," sahut Lala yang hanya dibalas tawa oleh Tara. "Gue mau ke kantin, Ra. Bosen di kelas."

Tara mengangguk, sebenarnya tadi hanya basa-basi karena sudah pasti ini adalah arah ke kantin. Gadis itu sejenak membenarkan kacamatanya.

SoulmateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang