BAB 27
Kesepakatan***
Adam mengepalkan tangan dengan kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Setelah memastikan motornya terparkir dengan benar di sisi teras rumah megah yang dingin, cowok itu segera melangkah masuk.
Tidak peduli meski ia tadi melihat mobil hitam familiar terparkir di garasi mobil. Tidak peduli meski hari ini, setelah berbulan-bulan melarikan diri, Adam akan menghadapi orang yang paling ia hindari.
Adam hanya tidak suka melihat Lala menangis tersakiti.
Cowok jangkung itu mengernyit, agak merasa asing dengan suasana hangat di dalam rumah. Mungkin karena lampu-lampu di ruang tengahㅡyang terakhir Adam tinggalkan selalu dibiarkan mati, kini menyala terang di sepenjuru rumah.
Atau justru karena sayup tawa yang bersahut akrab dari ruang makan, terdengar selaras beriringan dengan denting suara sendok dan garpu.
Adam mengatupkan bibir, berusaha menahan diri agar tidak mendecak muak. Setelah sejenak berhenti di ruang tengah untuk menatap sekeliling, Adam akhirnya kembali melanjutkan langkah.
Makin dekat ke tempat meja makan lonjong yang dulu pernah menjadi tempat kesukaan Adam setelah kamarnya karena selalu bisa membuatnya melihat sang ibu memasak, cowok itu dapat mendengar suara hangat dari sebuah suara barithon yang sangat Adam kenal.
"Jadi kamu main theater?" Suara tertawa terdengar sesaat, Adam bahkan bisa membayangkan lengkungan senyum yang tersemat di bibir itu tanpa melihatnya secara langsung. "Kenapa nggak pernah cerita ke Ayah?"
Ayah? Adam hampir saja tertawa sinis. Ayah macam apa yang mengusir anaknya sendiri demi selingkuhan murahan yang akan menjadi istrinya?
"Biasalah, Mas. Kan Adenna memang sering malu-malu begini. Lagipula, katanya dia masih sungkan ... ya, karena kakaknya yang belum kembali itu."
Tepat sekali.
Adam langsung memunculkan diri setelah kalimat dari wanita yang sedang menyendokkan nasi ke piring itu selesai diucapkan.
"Nyari saya, Tante?" tanya cowok itu sambil tersenyum miring, agak mengangkat dagu dengan gaya sombong.
Tiga pasang mata yang duduk mengelilingi meja makan itu sontak melebar dan teralih ke arah Adam. Dua di antaranya tertegun kaget, sedangkan satu orang yang seumuran dengan Adam hanya melengos dan kembali menatap ke depan tanpa minat.
Hal yang justru membuat Adam makin melebarkan senyum. "Hai, Adenna Alda Hera." Ia menyebutkan nama lengkap si gadis dengan nada penuh penekanan. "Gue denger, lo kangen sama gue."
Alda mendengus, memilih untuk berlagak tuli dan mengaduk kuah sayur sop di mangkuknya. Lagipula, pertanyaan retoris Adam tidak memerlukan jawaban.
Karena kini, cowok itu sudah berjalan mendekati meja makan dan mengambil tepat duduk tepat di sebelah Alda yang masih kosong. Adam dengan sengaja menyenggol lengan Alda, membuat gadis cantik itu mengatupkan bibir dan melirik tajam tak bersahabat.
"Adam?" tegur wanita yang hampir saja menjatuhkan sendok nasinya kembali ke dalam bakul, jelas terkejut dengan kedatangan tamu tak diundang itu.
Adam tersenyum lebar. Ia mengangkat tangan kanannya sok akrab. "Eh, Tante Farah." Cowok itu lalu menyodorkan piring terkedat yang belum terisi nasi. "Sekalian dong, Tante. Laper."
Farah, wanita yang usianya hampir menginjak empat puluh tahun itu menajamkan pandangan, jelas merasa tersinggung. Tapi, ia tak banyak berkomentar dan mengambil alih piring yang diberikan oleh Adam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
Teen FictionLala terjebak friendzone dengan Julian, sahabat sekaligus tetangga rumahnya. Lala yang tidak seberani itu untuk mengungkapkan, malah sering menjadi perantara untuk Julian berkenalan dengan teman-temannya yang menyimpan rasa pada cowok itu. Kemudian...