BAB 23
Flutter***
Julian mendecak, sekali lagi memeriksa jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Cowok itu bergerak gusar, apalagi ketika ia mendengar suara pembawa acara yang kini sudah berdiri di atas panggung.
"La," panggil Julian pada gadis di sebelahnya. "Masih lama nggak? Itu acaranya udah dimulai."
Lala, gadis yang tubuh mungilnya dibalut jaket warna merah maroon dengan celana jeans itu menggigit bibir, sejenak menunduk menatap layar ponselnya. Membaca balon pesan terakhir yang ia terima sekitar sepuluh menit yang lalu.
"Bentar lagi kok, Yan." Lala menarik pelan lengan Julian yang kembali melengos tak sabaran. "Katanya udah deket kok."
Julian mendengkus. Ia hanya merapatkan bibir, memilih untuk tak memberikan jawaban dan menurut tanpa kata. Meski Julian sendiri merasa sudah tak bisa menunggu lebih lama.
Dua hari sebelumnya, Kaina si bungsu, memang secara khusus mengundang Lala dan Julian untuk datang ke acara pensi yang diselenggarakan oleh sekolahnya. Ina sebagai salah satu panitia penyelenggara, sengaja mewajibkan kedatangan dua orang penting dalam hidupnya tersebut.
Sebenarnya Ina mempersiapkan tiga tiket masuk. Satu untuk Julian, satu untuk Lala, dan satunya lagi untuk Mama. Tapi ternyata, Mama berhalangan datang karena ada proyek besar di luar kota.
Ina tentu saja merajuk sampai harus dibujuk berhari-hari. Untung saja, gadis itu sudah cukup dewasa untuk berkata tidak apa-apa dan memaklumi pekerjaan sang ibu sebagai arsitek yang kadang tak mengenal waktu ataupun tempat.
Jadilah pada akhirnya, tersisa satu tiket tak terpakai. Ina hampir memberikan tiket itu pada salah satu temannya, jika saja Lala tidak langsung sigap meminta dan menghadiahkannya pada seseorang.
Seseorang yang tak kunjung muncul, padahal sudah ditunggu sangat lama.
Julian menghela napas. "La," tegurnya kembali, entah sudah yang keberapa kalinya sepanjang mereka berdiri di depan gapura selamat datang.
Lala mengulum bibir, lalu menoleh ke arah Julian yang sudah mengeruhkan wajah. Gadis itu menelan teguk, berusaha memasang tampang memohon. "Bentar ya, Yan. Lima menit deh. Kalau dia nggak dateng, kita tinggal beneran," sahutnya masih mengulur waktu.
Julian melipat kedua lengannya di depan dada. "Emang siapa sih, La? Kayaknya penting banget dia harus ikutan," komentarnya kemudian.
Karena cowok yang malam ini memakai setelan kemeja biru laut dengan tidak dikancingkan dan menampilkan kaos putih polos sebagai dalaman itu tak tahu menahu siapa yang akan bergabung bersamanya dan Lala.
Lala berdeham kecil, mendadak canggung untuk menyebut nama itu. Ia sesaat menggaruk belakang kepala dengan kikuk. "Nanti lo juga tahuㅡ"
"Lala!"
Lala tersentak, langsung menoleh secepat yang ia bisa ketika mendengar panggilan dari suara familiar itu. Ia tanpa sadar tersenyum, lalu balik melambai pada seorang cowok dengan jaket berwarna sama dengan yang Lala kenakan.
Saddam Rajaputra.
Adam menyengir, segera berlari kecil menghampiri dua orang yang sejak tadi menunggunya. Sadar sudah terlambat lebih dari setengah jam.
"Maaf, maaf. Tadi gue tiba-tiba harus interview dulu sama gengnya Teletubies. Katanya mau rekruitmen anggota baru," kata cowok jangkung itu begitu sampai di hadapan Lala.
Lala mendengkus geli. "Maksudnya lo ketiduran?" tebaknya setengah mencibir.
Adam lagi-lagi menyengir. Ia agak membulatkan mata, lalu menunjuk kecil ke arah jaket yang Lala pakai. "Eh, samaan," ucapnya dengan ringan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soulmate
Roman pour AdolescentsLala terjebak friendzone dengan Julian, sahabat sekaligus tetangga rumahnya. Lala yang tidak seberani itu untuk mengungkapkan, malah sering menjadi perantara untuk Julian berkenalan dengan teman-temannya yang menyimpan rasa pada cowok itu. Kemudian...